ASWAJADEWATA.COM – Tertunduk malu aku saat membaca berita itu, seakan-akan cerita seluruh aib dihalalkan untuk jadi bulan-bulanan di setiap diskusi umum. Setiap orang merasa paling tahu kebenaran, merasa berhak rendahkan martabat sesama dengan sengaja matikan nilai kebaikan.
Bias kabar meluas tanpa batas tembus sekat norma budaya, ubah ikatan saudara sembari angkat semangat perbedaan. Euphoria golongan menjadi-jadi, lupakan substansi demokrasi dimana saling menghargai adalah menjadi Kunci.
Sepanjang budaya Eropa hingga Afrika, Amerika, Australia dan Asia, hanya di Indonesia 400 lebih suku bangsa menyatakan bersedia merajut satu ikatan membangun harmoni, hidup dalam satu tujuan untuk saling menjaga jiwa, martabat dan harta, bersama menuju arah peradaban dunia tanpa harus tergerus buih arus global yang tanpa ampun terus bergulung mendera.
Benteng ini kini mendadak beranjak rapuh seiring meningkatnya akal cerdas yang tidak dibarengi kecerdasan emosi, memangkas kemampuan nalar menjadikannya seutas sumbu yang mudah terbakar, sisakan abu sesal berkepanjangan barengi keluh kesah tak berguna.
Wahai para leluhurku, maafkan kami anak cucumu, yang telah lengah menjaga benteng yang kalian warisi ini hanya karena ingin penuhi ambisi nafsu hewani, akibat silau pesona oportunis dunia yang tawarkan kemudahan hidup tanpa usaha nyata, hanya andalkan iba harapkan sedekah seraya mengumpat hebat jika tak lagi dapat menerimanya.
Wahai anak cucuku, mafkan kami orang tuamu ini, jika nanti karena kebodohan kami gagal wariskan ilmu untukmu, yang dengannya kalian dapat berjalan gagah di muka bumi, dihormati sebagai bangsa yang mampu tebarkan salam dan beri manfaat bagi seluruh alam.
Wahai Tuhan kami, pertolonganMu adalah harapan kami, kekuatanMu adalah perlindungan kami, kebenaranMu adalah panduan kami, serta keberadaan RasulMu adalah cahaya kami….oleh karenanya kumohon ampunilah kami…
Agar kami dapat rekatkan kebersamaan itu kembali.
(Dadie)
