Friday 19th April 2024,

Kentongan Persahabatan.

Aswaja Dewata January 7, 2019 Hikmah No Comments on Kentongan Persahabatan.
Kentongan Persahabatan.
Share it

ASWAJADEWATA.COM – Kiai Faqih bin Abdul Djabbar Maskumambang memiliki karisma sekaligus popularitas yang sedemikian tinggi di kalangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Ini tidak saja karena beliau salah seorang ulama yang memiliki peran penting di tubuh NU sejak kali pertama ia dibentuk, tetapi juga karena beliau sahabat karib Kiai Hasyim Asy’ari. Kalau kita telurusi riwayat kehidupan mereka, kita akan dapati bahwa keduanya merupakan sahabat seperjuangan semenjak “nyantri” baik ketika di tanah suci Makkah, maupun di pondok Syeikhana Khalil Bangkalan. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, beliau berdua sama-sama menjadi pengurus inti NU : Kiai Hasyim Asy’ari menjadi Rais Akbar dan Kiai Faqih menjadi Wakil Rais akbar.

Kendati demikian, perjalanan persahabatan mereka bukan berarti mulus, sama sekali tidak ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang dalam menyikapi suatu persoalan furu’iyyah, terutama dalam bidang fikih. Adanya perbedaan cara pandang ini bukan malah membuat mereka saling menyalahkan, bercerai-berai, melainkan hal ini semakin membuat mereka berjiwa besar, saling menghormati pendapat satu sama lain, dan bahkan melarang para santrinya untuk bersikap ta’ashub.

Sikap demikian misalnya, nampak ketika keduanya menyikapi hukum mengenai boleh tidaknya “kentongan” digunakan sebagai sarana penyeru shalat bagi kaum muslimin. Dalam khilafiyah ini, Kiai Hasyim Asy’ari jelas menolak (tidak memperbolehkan) penggunaan “kentongan” sebagai penyeru shalat. Sementara sebaliknya, Kiai Faqih Maskumambang malah memperbolehkannya. Merespon hal ini, Kiai Hasyim kemudian mengundang para ulama yang ada di Jombang dan para santri seniornya untuk berkumpul di Tebuireng.

Dalam perkumpulan itu, Kiai Hasyim meminta kepada mereka agar membaca serta membacakan poin-poin teks yang menjadi perbedaan antara beliau dengan Kiai Faqih. Setelah mendengar pembacaan tersebut Kiai Hasyim kemudian menjelaskan dan menyatakan bahwa kedua pendapat mengenai kentongan itu sama-sama benar, dan diperbolehkan mengambil sekaligus mengamalkan salah satu dari kedua pendapat tersebut, tanpa saling mencela pendapat yang lain. Hanya saja, dalam kesempatan ini, Kiai Hasyim meminta kepada para hadiri agar tidak menggunakan “kentongan” itu di masjid Tebuireng.

Baca Juga : Kisah Teladan dibalik Keharaman Kentongan di  Pesantren Tebuireng

Keputusan dan sikap Kiai Hasyim ini pun diapresiasi dan dihormati oleh Kiai Faqih. Hal ini tampak misalnya, pada suatu hari Kiai Faqih mengundang Kiai Hasyim ke pesantrennya di Maskumambang untuk memberi cerama umum pada para santri. Demi menghormati Kiai Hasyim, beliau memerintahkan kepada santrinya agar mengosongkan dan menyembunyikan kentongan yang ada di masjid-masjid ataupun mushala-mushala selama Kiai Hasyim berada di Maskumambang.

Sungguh sikap yang demikian ini pantas mendapat perhatian dari kita semua, mengingat saat ini di media sosial banyak sekali berita-berita yang membenturkan pendapat para ulama yang berbeda-beda. Jangan sampai perbedaan pendapat diantara kita menjadi penyebab terputusnya tali silaturahim. Semoga kisah di atas dapat menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari.

(AYS)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »