Thursday 18th April 2024,

Perayaan Maulid Nabi SAW, Bagaimana Muasalnya?

Perayaan Maulid Nabi SAW, Bagaimana Muasalnya?
Share it

ASWAJADEWATA.COM | Setiap datangnya bulan Rabi’ul Awal atau biasa juga disebut bulan Maulid, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik secara sederhana maupun sangat meriah. Peringatan tersebut diwarnai dengan pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang hukum dari kegiatan yang dilakukan mayoritas muslim di Indonesia ini, ada baiknya jika kita telusuri perintis dari peringatan hari kelahiran Nabi tersebut.

Disebutkan dalam kitab Al-Hawi li al Fatawi, Juz I hal 252, karangan Imam Jalaluddin al-Suyuthi bahwa orang pertama yang menyelenggarakan perayaan maulid Nabi SAW adalah sang penguasa Irbil, Raja Mushaffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali bin Buktikin (1153-1232 atau 549-630 Hijriyah). Salah seorang raja yang mulia, luhur dan pemurah. Beliau merayakan Maulid Nabi SAW yang mulia pada bulan Rabi’ul Awal dengan perayaan yang meriah.

Sedangkan Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi menerangkan dalam kitabnya Tahdzib Siyari A’lam al-Nubala, Juz III, hal 224;

“Sultan yang agamis, Raja Muzhafaruddin Abu Sa’id Kukburi bin Ali bin Buktikin bin Muhammad al-Turkamani, penguasa al-Irbil…. Beliau adalah seorang yang rendah hati, baik budi, seorang sunni (termasuk golongan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah) dan mencintai fuqaha’ serta ahli hadits”.

Pada awal abad ketujuh penduduk wilayah Irbil (sebuah kota di Irak Utara sekarang) dibawah pemerintahan Raja Muzhafaruddin Abu Sa’id sedang dalam kondisi mental yang buruk akibat peperangan panjang dengan bangsa Eropa.

Untuk memulihkan semangat rakyatnya, sang raja mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW secara meriah tepat di bulan Rabi’ul Awal. Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam. Dikisahkan bahwa dalam acara Maulid itu ada sekitar 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan. Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas. Kemudian, dalam acara itu Muzhaffaruddin  mengundang para orator untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin. Peringatan ini hanya bersifat insidental saat itu, belum dilakukan rutin setiap tahun.

Peringatan Maulid Nabi SAW mulai ditradisikan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) dengan mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi SAW dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Oleh: Dadie W. Prasetyoadi

 

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »