Friday 19th April 2024,

As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki 

As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki 
Share it

ASWAJADEWATA.COM

As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki adalah salah seorang ulama Islam dari Arab Saudi. Dilahirkan pada tahun 1365H atau 1946M di kota Mekkah. Ia berasal dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani yang terkenal. Ayahnya adalah As-Sayyid Alawi, seorang ulama terkemuka di Mekkah dan merupakan salah satu penasihat Raja Faisal, raja Arab Saudi. Di bawah bimbingan ayahnya, sejak kecil ia sudah belajar Al-Quran. Ayahnya wafat pada tahun 1971.

Sayyid Muhammad wafat pada hari Jumat, 15 Ramadlan di Mekkah. Ia dimakamkan di sebelah makam ayahnya dan Sayyidah Khadijah.

Dia telah meninggalkan kita pada hari Jumaat, 15 Ramadlan (bersesuaian dengan doanya untuk meninggal dunia pada bulan Ramadlan), dalam keadaan berpuasa di rumahnya di Makkah. Kematiannya amat mengejutkan. Ucapan takziah diucapkan dari seluruh dunia Islam. Salat jenazah dia dilakukan di seluruh pelusuk dunia. Dia telah pergi pada bulan Ramadlan dan pada hari Jumat.

Sholat jenazah pertama di rumah dia diimamkan oleh adiknya As-Sayyid Abbas, dan seterusnya di Masjidil Haram dengan Imam Subayl, ratusan ribu manusia membanjiri upacara pengebumiannya. Dia dimakamkan di sebelah bapaknya, berhampiran maqam dengan Sayyidah Khadijah. Sebelum dia meninggal dunia, dia ada menghubungi seorang pelajar lamanya di Indonesia melalui telepon dan bertanyanya adakah dia akan datang ke Mekkah pada bulan Ramadlan. Apabila dia menjawab tidak, Sayyid Muhammad bertanya pula, “tidakkah engkau akan menghadiri penegebumianku?”

Nasab
Keluarga Keturunan Sayyid merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung dengan Nabi Muhammad. Dia merupakan waris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Mekkah yang masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah, melalui cucunya, Imam Al-Hasan bin Ali, Radhiyallahu ‘Anhum.

Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki (ayah)
Sayyid Abbas Al Maliki bin Abdul Aziz Al Maliki (kakek)
Abdul Aziz Al Maliki (ayah kakek)

Aktivitas Mengajar
Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah dia tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu dia selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya dia selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.

Dari rumah dia telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid dia, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid dia yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 dia yang masuk ke dalam pemerintahan.

Murid

Menurut Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara murid-murid al-Maliki banyak yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren. Murid-muridnya itu antara lain:

  • Habib ‘Abdul Kadir al-Hadad, pengurus al-Hawi di Condet, Jakarta Timur.
  • Habib Hud Baqir al-Athos, pimpinan majelis taklim as-Shalafiah.
  • Habib Saleh bin Muhammad al-Habsyi.
  • Habib Naqib bin Syech Abu Bakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi.
  • Novel ‘Abdullah al-Kaff yang membuka pesantren di Parangkuda, Sukabumi.
  • ‘Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok.
  • KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang (Probolinggo), dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo.
  • ‘Abdul Wahid Zuhdi, Wakil Ro’is Syuriyah PWNU Jateng.

Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula dia telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan dia memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.

Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.

Dalam kehidupannya dia selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Dia tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai dia menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim dia di masjidil Haram. Semua ini dia terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan dia selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka. Dia ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Dia adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Dia selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya.

Karya tulis
Di samping tugas dia sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, dia pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 dia yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.

Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Dia telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:

Aqidah:
1. Mafahim Yajib an Tusahhah.
2. Manhaj al-Salaf Fi Fahm al-Nusus.
3. At-Tahzir min at-Takfir.
4. Huwa Allah.
5. Qul Hazihi Sabeeli.
6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam.
7. Mafhum al-Bid’ah ‘inda ‘Ulama al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Tafsir:
1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an.
2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la.
3. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran.
4. Hawl Khasa’is al-Quran.

Hadits:
1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif.
2. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadits.
3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah Bihi.
4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik.

Sirah:
1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil.
2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah.
3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif.
4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah.
5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah.
6. Zikriyat wa Munasabat.
7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra.

Usul:
1. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh.
2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh.
3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari’ah al-Islamiyyah.

Fiqh:
1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha.
2. Shawariq al-Anwar min Ad’iyat al-Sadah al-Akhyar.
3. Abwab al-Faraj.
4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar.
5. Al-Husun al-Mani’ah.
6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar.

Lain-lain:
1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah).
2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis).
3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam).
4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da’wah ila Allah (Teknik Dawah).
5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga).
6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam).
7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi’ wa al-Tajribah/ (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman).
8. Kasyful Ghummah fi Ishthina’i al-Ma’ruf wa Rahamtil Ummah. (Ganjaran Membantu Muslimin).
9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan).
10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan).
11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah).
12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi).
13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk dia, As-Sayyid Abbas).
14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa dia, As-Sayyid Alawi).
15. Al-Tali’ al-Sa’id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah).
16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah).

Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta’liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.

Mafahim Yujibu an-Tusahha
Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.

Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Dia pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya dia dilarang, bahkan kedudukan dia sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Dia ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Dia tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.

Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, dia mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana dia mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana dia telah meluncurkan sebuah buku yang popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran dia tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.

Pada tanggal 11/11/1424, dia mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya dia selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.

Wafat
Dia wafat hari Jumat tanggal 15 Ramadlan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la di samping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan dia seluruh ummat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.

Semuanya menyaksikan hari terakhir dia sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah dia setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah dia untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan ummat.

Keberanian Sejati Sayyid Muhammad Al Maliki RA Menghadapi Pemerintahan Saudi
“Al Jannah Ma Hi Balasy” (Surga Tidak gratis) dan “Ala Roqobatii Ma Uwaqqi” (Aku Tidak akan Tanda tangan Walau Leher Taruhannya).

Kalimat yang pertama diatas dikatakan oleh as-Sayyid Muhammad al Maliki, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah Abad ini, yang oleh murid-murid dan pencintanya beliau akrab dipanggil “Abuya”. Bagi murid-murid dan pencinta beliau, mutu manikam ini sudah tidak asing lagi. Mengingat asbabul wurud dan moment keluarnya kalimat tersebut dari lisan Abuya Sayyid Muhammad sungguh sangat fenomenal.

Konon, kalimat tersebut diucapkan oleh Abuya Sayyid Muhammad ketika beliau sudah diputuskan untuk di “i’dam” (hukum penggal) oleh pemerintah Saudi, sebagai negeri asal beliau. Menurut penuturan dari santri-santri senior beliau, ketika itu, sekitar tahun 70-an beliau mendapat panggilan dari Raja Saudi, ketika itu masih Raja Fahad bin Abdul Aziz. Kertas surat panggilannya berwarna merah. Semua masyarakat Saudi tahu bahwa jika ada penduduk Saudi dipanggil pemerintah dengan suratpanggilan berwarna merah, pasti yang bersangkutan di i’dam atau paling tidak kalau memang tidak di i’dam, dipenjara.

Sebelum memenuhi panggilan Raja, Abuya Sayyid Muhammad memerintahkan kepada murid-muridnya untuk membacakan aurad dan adzkar untuk keselamatan beliau. Murid-murid beliau yang biasanya setiap hari tiada henti belajar, saat itu kegiatan belajar mengajar di Masyru’ nya (Masyru’: istilah untuk pesantren Abuya) dihentikan. Hanya diisi dengan aurad dan adzkar saja. Dan saat itu beliau senantiasa berwasiat kepada santri-santrinya agar mereka tetap teguh dan tidak goyah untuk meneruskan perjuangan beliau, jika beliau dalam waktu dekat sudah tidak lagi bersama mereka. Sehari sebelum diwajibkannya Abuya Sayyid Muhammad menghadap Raja, beliau sudah berada di Riyadl, sebagai ibu kota Saudi Arabia.

Tepat pada hari dimana Abuya Sayyid Muhammad diwajibkan datang ke Istana Raja, Beliau dijemput oleh Amir Salman (yang saat ini sudah menjadi Raja Saudi). Sebagai catatan, bahwa saat itu jika ada penduduk Saudi yang ada masalah dengan pemerintah Saudi dan diputuskan untuk di i’dam, pasti Salman yang mengurusnya.
Pertama kali Salman bertemu Sayyid Muhammad, dia langsung berkata kepada Sayyid Muhammad, “Ya Muhammad, jika ada penduduk Saudi dipanggil pemerintah menggunakan kertas merah dan saya yang mengurusinya, tentu kamu sudah tahu mau diapakan orang tersebut”, Salman bermaksud menggertak dan mengkerdilkan hati Abuya Sayyid Muhammad.

Akan tetapi, digertak seperti itu, Abuya Sayyid Muhammad sama sekali tidak gentar. Mendengar Ucapan Salman itu, justru Abuya Sayyid Muhammad malah seperti “macan dibangunkan dari tidurnya”. Saat itulah beliau menjawab, “AL JANNAH MA HI BALASY, YA SALMAN” (Surga tidak gratis, ya Salman). Allahu Akbar. Sebuah kalimat yang benar-benar mencerminkan keberanian pengucapnya.

Singkat cerita, entah apa yang terjadi pada Raja Fahad, akhirnya hari itu Sayyid Muhammad tidak jadi bertemu dengan Raja Fahad, karena Fahd akan bepergian ke luar negeri. Dan Abuya Sayyid Muhammad sudah diperbolehkan pulang ke Makkah. Semua heran atas sikap Fahad yang langsung berubah 360 derajat. Apakah benar dia urung meng- “i’dam” Sayyid Muhammad hanya karena lantaran dia sibuk akan bepergian atau entah karena sebab yang lain, wallahu a’lam.

Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui penyebabnya.Tetapi, mendengar bahwa Raja urung menemui Abuya Sayyid Muhammad dan Sayyid Muhammad sudah diperbolehkan pulang ke Makkah, lagi-lagi Abuya Sayyid Muhammad semakin menunjukkan kejantanannya. “Saya datang ke Riyadl karena dipanggil Raja. Dan saya tidak akan kembali ke Makkah kalau masih belum bertemu Raja. Atau paling tidak aku harus bertemu Raja walau hanya sebentar. Kalau tidak, aku akan menunggu Raja sampai dia kembali ke Saudi. Pokoknya, aku harus bertemu Raja. Sebab aku ke Riyadl karena dipanggil Raja”, demikian Abuya Sayyid Muhammad menunjukkan kejantanannya kepada Salman.

Dan akhirnya Raja Fahd memberikan waktu sebentar di Bandara untuk bertemu dengan Abuya Sayyid Muhammad, sesaat sebelum naik pesawat.

Saat ini perjuangan Sayyid Muhammad diteruskan oleh putra beliau, as Sayyid Ahmad. Beliau oleh para murid dan pencintanya juga akrab disapa dengan ”Abuya”. Keteguhan serta kejantanan Abuya Sayyid Ahmad juga tak ubahnya Abuya Sayyid Muhammad.

Tahun 2006 Abuya Sayyid Ahmad mengadakan Maulid besar-besaran. Dimana jamaah yang hadir saat itu bukan hanya dari Makkah saja. Ahli Madinah dan Thoif juga banyak yang hadir. Dari luar negeripun juga banyak yang hadir. Bahkan ruang ”qo’ah” (ruang aula) di Masyru’ beliau saat itu sampai tidak mampu menampung hadirin.
Seminggu setelah maulidan besar-besaran itu, Abuya Sayyid Ahmad juga dipanggil pemerintah. Seperti Abahnya ketika dipanggil raja, kita yang biasanya setiap hari disibukkan dengan pelajaran, saat itu Abuya Sayyid Ahmad memerintahkan kita untuk menghentikan pelajaran. Siang dan malam hanya kita isi dengan “Sholat Hasbanah”, aurad dan ahzab.Pas dihari pemanggilan Abuya Sayyid Ahmad, dari pagi kita sudah kumpul di “qo’ah”, melaksanakan Sholat Hasbanah, membaca aurad dan ahzab.

Ba’da Dzuhur Abuya Sayyid Ahmad datang dan langsung memerintahkan kita untuk berkumpul di kelas. Tidak tertangkap dari ekspresi wajah Abuya Sayyid Ahmad dan semua dari kita kecuali perasaan tegang.
Mulai Abuya Sayyid Ahmad menceritakan kejadian saat beliau diinterograsi. Kata Abuya, “anak-anakku…tadi aku dipaksa untuk menanda tangani surat pernyataan untuk tidak mengadakan Maulidan lagi. Tadi aku jawab mereka dengan jawaban demikian, ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’ (taruhan leherku, aku tidak akan menanda tangani)!”. Allahu Akbar.

Beliau kemudian melanjutkan ceritanya, sedang kita semua sangat tegang, “ya aulaadii, kata yang mengiterograsi aku tadi, aku masih akan dipanggil lagi. Jika aku tidak lagi bersama kalian, maka tolong teruskan perjuangan ini. Jangan kalian putus perjuangan ini hanya karena tidak ada aku”, begitu dawuh Abuya, yang membuat mata kita saat itu berkaca-berkaca. Bahkan banyak dari kawan-kawan saat itu sampai sesenggukan. Tidak tega dengan apa yang dialami Abuya Ahmad, sekaligus dipenuhi perasaan mencekam. Dan sampai sekarang Abuya Ahmad tetap tidak berkenan untuk menanda tangani pernyataan untuk tidak lagi mengadakan maulidan.

Semenjak itu, orang-orang sepuh Makkah sering mentahbis beliau dengan sebuah pameo, “hadza as syibl min dzak al asad” (anak singa ini dari singa yang itu). Tapi bagi kami beliau bukan hanya seperti itu. Bagi kami, beliau adalah “hadza al asad min dzak al asad” (singa ini dari singa yang itu).

Sungguh keberanian yang menggetarkan semesta. Sungguh kejantanan yang terwarisi dari kakek beliau berdua, Habibuna Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh keberanian yang terwarisi oleh lisan yang mengucap “Allaah. Allaah. Allaah” dihadapan Du’tsur ketika si Du’tsur menghunuskan pedang ke lehernya seraya berkata,”Sekarang, siapa yang bisa menyelematkan engkau dari aku, hai Muhammad?”, dan terjatuhlah pedang Du’tsur tersetrum oleh kalimat yang terhentak dari lisan pemimpin para pemberani itu, Habibuna Muhammad. Meskipun kita tidak bisa mentauladani syaja’ah istimewa ini seratus persen, semoga kita masih terciprati sedikit sifat syaja’ah beliau.

Ditulis oleh : KH. Muhammad Hasan Abd. Muiz, Pengasuh pesantren Sayyid Muhammad Alawi al Maliki Bondowoso, alumni Abuya Sayyid Muhammad al maliki angkatan 2006-2013.

As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki adalah salah seorang ulama Islam dari Arab Saudi. Dilahirkan pada tahun 1365H atau 1946M di kota Mekkah. Ia berasal dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani yang terkenal. Ayahnya adalah As-Sayyid Alawi, seorang ulama terkemuka di Mekkah dan merupakan salah satu penasihat Raja Faisal, raja Arab Saudi. Di bawah bimbingan ayahnya, sejak kecil ia sudah belajar Al-Quran. Ayahnya wafat pada tahun 1971.

Sayyid Muhammad wafat pada hari Jumat, 15 Ramadlan di Mekkah. Ia dimakamkan di sebelah makam ayahnya dan Sayyidah Khadijah.

Dia telah meninggalkan kita pada hari Jumaat, 15 Ramadlan (bersesuaian dengan doanya untuk meninggal dunia pada bulan Ramadlan), dalam keadaan berpuasa di rumahnya di Makkah. Kematiannya amat mengejutkan. Ucapan takziah diucapkan dari seluruh dunia Islam. Salat jenazah dia dilakukan di seluruh pelusuk dunia. Dia telah pergi pada bulan Ramadlan dan pada hari Jumat.

Sholat jenazah pertama di rumah dia diimamkan oleh adiknya As-Sayyid Abbas, dan seterusnya di Masjidil Haram dengan Imam Subayl, ratusan ribu manusia membanjiri upacara pengebumiannya. Dia dimakamkan di sebelah bapaknya, berhampiran maqam dengan Sayyidah Khadijah. Sebelum dia meninggal dunia, dia ada menghubungi seorang pelajar lamanya di Indonesia melalui telepon dan bertanyanya adakah dia akan datang ke Mekkah pada bulan Ramadlan. Apabila dia menjawab tidak, Sayyid Muhammad bertanya pula, “tidakkah engkau akan menghadiri penegebumianku?”

Nasab
Keluarga Keturunan Sayyid merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung dengan Nabi Muhammad. Dia merupakan waris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Mekkah yang masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah, melalui cucunya, Imam Al-Hasan bin Ali, Radhiyallahu ‘Anhum.

Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki (ayah)
Sayyid Abbas Al Maliki bin Abdul Aziz Al Maliki (kakek)
Abdul Aziz Al Maliki (ayah kakek)

Aktivitas Mengajar
Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah dia tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu dia selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya dia selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.

Dari rumah dia telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid dia, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid dia yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 dia yang masuk ke dalam pemerintahan.

Murid

Menurut Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara murid-murid al-Maliki banyak yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren. Murid-muridnya itu antara lain:

  • Habib ‘Abdul Kadir al-Hadad, pengurus al-Hawi di Condet, Jakarta Timur.
  • Habib Hud Baqir al-Athos, pimpinan majelis taklim as-Shalafiah.
  • Habib Saleh bin Muhammad al-Habsyi.
  • Habib Naqib bin Syech Abu Bakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi.
  • Novel ‘Abdullah al-Kaff yang membuka pesantren di Parangkuda, Sukabumi.
  • ‘Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok.
  • KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang (Probolinggo), dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo.
  • ‘Abdul Wahid Zuhdi, Wakil Ro’is Syuriyah PWNU Jateng.

Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula dia telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan dia memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.

Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.

Dalam kehidupannya dia selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Dia tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai dia menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim dia di masjidil Haram. Semua ini dia terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan dia selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka. Dia ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Dia adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Dia selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya.

Karya tulis
Di samping tugas dia sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, dia pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 dia yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.

Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Dia telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:

Aqidah:
1. Mafahim Yajib an Tusahhah.
2. Manhaj al-Salaf Fi Fahm al-Nusus.
3. At-Tahzir min at-Takfir.
4. Huwa Allah.
5. Qul Hazihi Sabeeli.
6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam.
7. Mafhum al-Bid’ah ‘inda ‘Ulama al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Tafsir:
1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an.
2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la.
3. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran.
4. Hawl Khasa’is al-Quran.

Hadits:
1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif.
2. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadits.
3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah Bihi.
4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik.

Sirah:
1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil.
2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah.
3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif.
4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah.
5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah.
6. Zikriyat wa Munasabat.
7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra.

Usul:
1. Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh.
2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh.
3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari’ah al-Islamiyyah.

Fiqh:
1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha.
2. Shawariq al-Anwar min Ad’iyat al-Sadah al-Akhyar.
3. Abwab al-Faraj.
4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar.
5. Al-Husun al-Mani’ah.
6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar.

Lain-lain:
1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah).
2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis).
3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam).
4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da’wah ila Allah (Teknik Dawah).
5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga).
6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam).
7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi’ wa al-Tajribah/ (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman).
8. Kasyful Ghummah fi Ishthina’i al-Ma’ruf wa Rahamtil Ummah. (Ganjaran Membantu Muslimin).
9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan).
10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan).
11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah).
12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi).
13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk dia, As-Sayyid Abbas).
14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa dia, As-Sayyid Alawi).
15. Al-Tali’ al-Sa’id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah).
16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah).

Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta’liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.

Mafahim Yujibu an-Tusahha
Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.

Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Dia pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya dia dilarang, bahkan kedudukan dia sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Dia ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Dia tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.

Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, dia mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana dia mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana dia telah meluncurkan sebuah buku yang popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran dia tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.

Pada tanggal 11/11/1424, dia mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya dia selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.

Wafat
Dia wafat hari Jumat tanggal 15 Ramadlan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la di samping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan dia seluruh ummat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.

Semuanya menyaksikan hari terakhir dia sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah dia setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah dia untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan ummat.

Keberanian Sejati Sayyid Muhammad Al Maliki RA Menghadapi Pemerintahan Saudi
“Al Jannah Ma Hi Balasy” (Surga Tidak gratis) dan “Ala Roqobatii Ma Uwaqqi” (Aku Tidak akan Tanda tangan Walau Leher Taruhannya).
Kalimat yang pertama diatas dikatakan oleh as-Sayyid Muhammad al Maliki, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah Abad ini, yang oleh murid-murid dan pencintanya beliau akrab dipanggil “Abuya”. Bagi murid-murid dan pencinta beliau, mutu manikam ini sudah tidak asing lagi. Mengingat asbabul wurud dan moment keluarnya kalimat tersebut dari lisan Abuya Sayyid Muhammad sungguh sangat fenomenal.

Konon, kalimat tersebut diucapkan oleh Abuya Sayyid Muhammad ketika beliau sudah diputuskan untuk di “i’dam” (hukum penggal) oleh pemerintah Saudi, sebagai negeri asal beliau. Menurut penuturan dari santri-santri senior beliau, ketika itu, sekitar tahun 70-an beliau mendapat panggilan dari Raja Saudi, ketika itu masih Raja Fahad bin Abdul Aziz. Kertas surat panggilannya berwarna merah. Semua masyarakat Saudi tahu bahwa jika ada penduduk Saudi dipanggil pemerintah dengan suratpanggilan berwarna merah, pasti yang bersangkutan di i’dam atau paling tidak kalau memang tidak di i’dam, dipenjara.

Sebelum memenuhi panggilan Raja, Abuya Sayyid Muhammad memerintahkan kepada murid-muridnya untuk membacakan aurad dan adzkar untuk keselamatan beliau. Murid-murid beliau yang biasanya setiap hari tiada henti belajar, saat itu kegiatan belajar mengajar di Masyru’ nya (Masyru’: istilah untuk pesantren Abuya) dihentikan. Hanya diisi dengan aurad dan adzkar saja. Dan saat itu beliau senantiasa berwasiat kepada santri-santrinya agar mereka tetap teguh dan tidak goyah untuk meneruskan perjuangan beliau, jika beliau dalam waktu dekat sudah tidak lagi bersama mereka. Sehari sebelum diwajibkannya Abuya Sayyid Muhammad menghadap Raja, beliau sudah berada di Riyadl, sebagai ibu kota Saudi Arabia.

Tepat pada hari dimana Abuya Sayyid Muhammad diwajibkan datang ke Istana Raja, Beliau dijemput oleh Amir Salman (yang saat ini sudah menjadi Raja Saudi). Sebagai catatan, bahwa saat itu jika ada penduduk Saudi yang ada masalah dengan pemerintah Saudi dan diputuskan untuk di i’dam, pasti Salman yang mengurusnya.
Pertama kali Salman bertemu Sayyid Muhammad, dia langsung berkata kepada Sayyid Muhammad, “Ya Muhammad, jika ada penduduk Saudi dipanggil pemerintah menggunakan kertas merah dan saya yang mengurusinya, tentu kamu sudah tahu mau diapakan orang tersebut”, Salman bermaksud menggertak dan mengkerdilkan hati Abuya Sayyid Muhammad.

Akan tetapi, digertak seperti itu, Abuya Sayyid Muhammad sama sekali tidak gentar. Mendengar Ucapan Salman itu, justru Abuya Sayyid Muhammad malah seperti “macan dibangunkan dari tidurnya”. Saat itulah beliau menjawab, “AL JANNAH MA HI BALASY, YA SALMAN” (Surga tidak gratis, ya Salman). Allahu Akbar. Sebuah kalimat yang benar-benar mencerminkan keberanian pengucapnya.

Singkat cerita, entah apa yang terjadi pada Raja Fahad, akhirnya hari itu Sayyid Muhammad tidak jadi bertemu dengan Raja Fahad, karena Fahd akan bepergian ke luar negeri. Dan Abuya Sayyid Muhammad sudah diperbolehkan pulang ke Makkah. Semua heran atas sikap Fahad yang langsung berubah 360 derajat. Apakah benar dia urung meng- “i’dam” Sayyid Muhammad hanya karena lantaran dia sibuk akan bepergian atau entah karena sebab yang lain, wallahu a’lam.

Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui penyebabnya.Tetapi, mendengar bahwa Raja urung menemui Abuya Sayyid Muhammad dan Sayyid Muhammad sudah diperbolehkan pulang ke Makkah, lagi-lagi Abuya Sayyid Muhammad semakin menunjukkan kejantanannya. “Saya datang ke Riyadl karena dipanggil Raja. Dan saya tidak akan kembali ke Makkah kalau masih belum bertemu Raja. Atau paling tidak aku harus bertemu Raja walau hanya sebentar. Kalau tidak, aku akan menunggu Raja sampai dia kembali ke Saudi. Pokoknya, aku harus bertemu Raja. Sebab aku ke Riyadl karena dipanggil Raja”, demikian Abuya Sayyid Muhammad menunjukkan kejantanannya kepada Salman.

Dan akhirnya Raja Fahd memberikan waktu sebentar di Bandara untuk bertemu dengan Abuya Sayyid Muhammad, sesaat sebelum naik pesawat.

Saat ini perjuangan Sayyid Muhammad diteruskan oleh putra beliau, as Sayyid Ahmad. Beliau oleh para murid dan pencintanya juga akrab disapa dengan ”Abuya”. Keteguhan serta kejantanan Abuya Sayyid Ahmad juga tak ubahnya Abuya Sayyid Muhammad.

Tahun 2006 Abuya Sayyid Ahmad mengadakan Maulid besar-besaran. Dimana jamaah yang hadir saat itu bukan hanya dari Makkah saja. Ahli Madinah dan Thoif juga banyak yang hadir. Dari luar negeripun juga banyak yang hadir. Bahkan ruang ”qo’ah” (ruang aula) di Masyru’ beliau saat itu sampai tidak mampu menampung hadirin.
Seminggu setelah maulidan besar-besaran itu, Abuya Sayyid Ahmad juga dipanggil pemerintah. Seperti Abahnya ketika dipanggil raja, kita yang biasanya setiap hari disibukkan dengan pelajaran, saat itu Abuya Sayyid Ahmad memerintahkan kita untuk menghentikan pelajaran. Siang dan malam hanya kita isi dengan “Sholat Hasbanah”, aurad dan ahzab.Pas dihari pemanggilan Abuya Sayyid Ahmad, dari pagi kita sudah kumpul di “qo’ah”, melaksanakan Sholat Hasbanah, membaca aurad dan ahzab.

Ba’da Dzuhur Abuya Sayyid Ahmad datang dan langsung memerintahkan kita untuk berkumpul di kelas. Tidak tertangkap dari ekspresi wajah Abuya Sayyid Ahmad dan semua dari kita kecuali perasaan tegang.
Mulai Abuya Sayyid Ahmad menceritakan kejadian saat beliau diinterograsi. Kata Abuya, “anak-anakku…tadi aku dipaksa untuk menanda tangani surat pernyataan untuk tidak mengadakan Maulidan lagi. Tadi aku jawab mereka dengan jawaban demikian, ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’ (taruhan leherku, aku tidak akan menanda tangani)!”. Allahu Akbar.

Beliau kemudian melanjutkan ceritanya, sedang kita semua sangat tegang, “ya aulaadii, kata yang mengiterograsi aku tadi, aku masih akan dipanggil lagi. Jika aku tidak lagi bersama kalian, maka tolong teruskan perjuangan ini. Jangan kalian putus perjuangan ini hanya karena tidak ada aku”, begitu dawuh Abuya, yang membuat mata kita saat itu berkaca-berkaca. Bahkan banyak dari kawan-kawan saat itu sampai sesenggukan. Tidak tega dengan apa yang dialami Abuya Ahmad, sekaligus dipenuhi perasaan mencekam. Dan sampai sekarang Abuya Ahmad tetap tidak berkenan untuk menanda tangani pernyataan untuk tidak lagi mengadakan maulidan.

Semenjak itu, orang-orang sepuh Makkah sering mentahbis beliau dengan sebuah pameo, “hadza as syibl min dzak al asad” (anak singa ini dari singa yang itu). Tapi bagi kami beliau bukan hanya seperti itu. Bagi kami, beliau adalah “hadza al asad min dzak al asad” (singa ini dari singa yang itu).

Sungguh keberanian yang menggetarkan semesta. Sungguh kejantanan yang terwarisi dari kakek beliau berdua, Habibuna Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh keberanian yang terwarisi oleh lisan yang mengucap “Allaah. Allaah. Allaah” dihadapan Du’tsur ketika si Du’tsur menghunuskan pedang ke lehernya seraya berkata,”Sekarang, siapa yang bisa menyelematkan engkau dari aku, hai Muhammad?”, dan terjatuhlah pedang Du’tsur tersetrum oleh kalimat yang terhentak dari lisan pemimpin para pemberani itu, Habibuna Muhammad. Meskipun kita tidak bisa mentauladani syaja’ah istimewa ini seratus persen, semoga kita masih terciprati sedikit sifat syaja’ah beliau.

Ditulis oleh : KH. Muhammad Hasan Abd. Muiz, Pengasuh pesantren Sayyid Muhammad Alawi al Maliki Bondowoso, alumni Abuya Sayyid Muhammad al maliki angkatan 2006-2013. (nahdlatululama)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »