Friday 29th March 2024,

Baju Kepalsuan

Dadie W Prasetyoadi September 22, 2019 Aswaja No Comments on Baju Kepalsuan
Baju Kepalsuan
Share it

ASWAJADEWATA.COM | Klaim dangkal sebagian orang saat ini yang mengaku memahami hakikat suatu permasalahan jumlahnya cukup mengkhawatirkan. Padahal sesungguhnya mereka tidak tahu dan tidak layak dianggap paham.

Kiranya benar seperti kata seorang penyair,

Semua mengaku punya hubungan kasih dengan Laila,
tapi Laila menampik pengakuan mereka.

Fakta ini ditambah lagi dengan sikap mereka yang mencoreng gambaran  tentang hakikat sesuatu dan merusak diri mereka sendiri. Sikap mereka tepat dengan apa yang tergambar dalam sebuah hadits,

Orang yang berpura-pura kenyang dengan sesuatu yang tidak bisa membuat kenyang bagaikan orang yang mengenakan dua baju kebohongan.

Cobaan umat Islam ini terjadi karena banyak orang bersikap seperti di atas. Mereka memperkeruh keadaan damai dalam umat ini, memecah belah antar kelompok, dan membawa hubungan antar saudara ke dalam konflik berkepanjangan.

Usaha mereka meluruskan konsep-konsep dalam Islam justru dengan jalan mendurhakai para ulama. terlihat berpegang teguh pada agama namun mengingkari ajaran salaf, dan mengganti kebajikan, nasihat-nasihat yang baik, dan belas kasih dengan sikap keras, membatu, tidak beradab, serta tanpa perasaan. Di antara mereka yang mengklaim sebagai ahli hakikat, mengikuti jalan tasawuf, ternyata adalah orang yang paling jauh dari hakikat dan esensi tasawuf itu sendiri. Mereka malah justru menodai tasawuf, mengotori kemuliaannya, merusak ajarannya, dan bahkan melontarkan kritik terhadap tasawuf dengsn keras. Begitu pula terhadap para ulama’ tasawuf yang ahli ma’rifat. Mereka juga seringkali melontarkan kritik terhadap para guru pembimbing ilmu tasawuf.

Sesungguhnya kami tidak mengenal tasawuf itu sebagai takhayul, kebatilan, kebohongan, dan tipuan. Kami juga tidak mengenal  tasawuf itu adalah teori-teori filsafat, pemikiran-pemikiran asing atau akidah-akidah musyrik seperti politeisme (hululiyah) atau akidah penyatuan makhluk dengan Allah (ittihadiyyah).

Kami berlepas tangan kepada Allah dari keyakinan-keyakinan tersebut. Kami mengkategorikan semua pandangan yang berlawanan dengan al-Kitab dan al-Sunnah dan tidak bisa dita’wil adalah kebohongan yang menyusup dan ditambahkan oleh orang-orang jahil dan jiwa-jiwa yang lemah.

Kami mengenal tasawuf sebagai madrasah ilmiah dan ilmu pengetahuan. Serta metodologi dan praktek tasawuf merupakan wawasan yang tinggi dari khazanah pemikiran Islam. Tasawuf juga merupakan sisi sempurna dari peradaban dan cita-cita. Ia juga merupakan gambaran kesempurnaan kein=manan dan kesempurnaan berbagai sisi kehidupan kita, memperluhatkan keikhlasan murni terhadap setiap ajakan ketuhanan (dakwah rabbaniyah). Menjadi gambaran iman yang sesungguhnya, penuh dengan amanah, menepati janji, mendahulukan kepentingan orang lain, menyelamatkan orang lain, dermawan, membantu yang lemah, saling membantu dalam kebaikakn, saling berwasiat untuk bersabar, dan berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Seluruh perilaku ini menunjukkan akhlak yang lurus, mulia, dan benar. Perilaku inilah yang melahirkan para pejuang Islam generasi terdahulu. Sejarah telah menunjukkan bagaimana mereka membawa kemuliaan, kebanggaan, kehormatan, keagungan, jihad, perjuangan, dan pelajarantentang peradaban Islam.

Dilihat dari fakta ini, maka diyakini bahwa kebangkitan-kebangkitan besar tidak akan terbangun tanpa dasar risalah-risalah spiritual dan inspirasi-inspirasi keimanan, etika-etika luhur yang berasal dari akidah-akidah suci.

Karakter beradab, psikologis, dan spiritual adalah modal dasar suatu bangsa. Inilah tiga faktor yang menjadi aset pembangunan umat. Kajian tentang sejarah kehidupan generasi salaf shahih dan tokoh-tokoh sufi dapat dijadikan contoh ideal dimana revolusi-revolusi yang nyata populer, dan tercatat dalam sejarah Islam.

Mereka tidak memiliki pengaruh dan kekuatan kecuali iman dalam level tertinggi yang berkobar-kobar dan hidup, dengan dilandasi kerinduan dan kecintaan kepadsa Allah. Sebuah keimanan yang mampu menyalakan api dan menatap selamanya kepada Allah dalam hati para pengikutnya. Dari sana kita dapat pula melihat bagaimana seseorang bisa hidup dalam maqam al-ihsan (kondisi dimana seseorang merasakan kehadiran Allah). Ia melihat Allah dalam segala sesuatu, merasa senantiasa takut kepada-Nya. Iman ini adalah iman yang membangunkan kesadaran bersama dalam kehidupan, menyentak rasa yang dalam akan ketuhananyang berjalan dalam alam semesta, mengetahui apa yang ada di hati, mata yang mencuri pandang, dan apapun yang tersembunyi.

Sumber: Kitab ‘Mafahim Yajib an Tushohhah’ (Pemahaman yang Harus Diluruskan)
Karya Prof. Dr. As-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »