Friday 26th April 2024,

Begini Cara Mengakali Tipu Daya Setan

Begini Cara Mengakali Tipu Daya Setan
Share it

ASWAJADEWATA.COM | 

Salah satu faktor (juga) yang membuat seseorang tidak mau melakukan kebaikan adalah karena merasa kebaikan itu didorong oleh bisikan setan. Hal ini tidak sama dengan bisikan setan yang berusaha mencegah untuk tidak melakukan kebaikan, melainkan bisikan setan yang mendorong untuk melakukan kebaikan tapi tujuannya jelek.

Jika bisikan setan itu dibagi mungkin begini; ada bisikan setan yang menyuruh untuk melakukan kejelekan, ada bisikan setan yang mencegah untuk melakukan kebaikan, dan ada bisikan setan yang menyuruh atau mendorong untuk melakukan kebaikan tapi tujuannya jelek. Yang terakhir inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Yang sering terjadi dari faktor tersebut adalah sifat tawadhu’. Orang yang memiliki sifat ini sering kali menolak untuk melakukan suatu kebaikan. Alasannya karena merasa tidak pantas, atau takut apa yang dilakukannya didorong oleh bisikan setan.

Selain itu, ada beberapa sifat lainnya, yaitu sifat wara’. Sifat ini membuat seseorang sangat berhati-hati dalam setiap melakukan sesuatu, meski sesuatu itu jelas kebaikannya. Sering kali apa yang direncanakan oleh orang yang bersifat seperti ini gagal, karena terlalu banyak pertimbangan untuk memilah-milih dalam menentukan suatu kebaikan.

Juga, sifat riya’ ikut serta membuat seseorang tidak mau atau menggagalkan suatu kebaikan. Sifat ini lumayan sering kali dijadikan alasan untuk tidak melakukan kebaikan. Dalam dugaan orang yang memiliki sifat semacam ini, khawatir apa yang dilakukannya tidak bernilai ibadah.

Sifat-sifat di atas berperan di saat kebaikan berpacu dengan bisikan setan. Ketika bisikan setan terdengar lantang di hati seseorang yang bersifat tersebut, pasti dia tidak akan melakukan sesuatu meski itu jelas berupa kebaikan. Semisal, ketika hendak melakukan shalat sunnah, lalu dalam hatinya terselip rasa ingin dipuji oleh orang-orang, pasti orang tersebut enggan melakukan shalat sunnah.

Orang-orang yang memiliki sifat-sifat di atas akan melakukan suatu kebaikan bila mana dalam hatinya bersih dari bisikan setan. Memang, ujian bagi seorang hamba yang taat diantaranya adalah riya’; memamerkan amal kebaikannya, ‘ujub; merasa heran pada kebaikan (kesuksesan) dirinya, dan takabbur; merasa lebih tinggi atau mulia dari orang lain.

Bagi orang yang sudah sampai pada maqam tersebut, wajar saja melakukan setiap kebaikan lepas dari bisikan setan. Masalahnya, jika ada orang yang belum sampai pada maqam tersebut lalu memposisikan dirinya di situ.

Sangat sulit memang, ketika ingin lepas dari bisikan setan. Karena bisikan setan itu selalu saja terdengar dalam hati. Hali ini diisyaratkan dari ayat,

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا } [الأحزاب: 41]

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”.

Ayat di atas menyuruh kita untuk memperbanyak dzikir kepada Allah. Bahkan ada ulama’ yang menyuruh untuk berdzikir kepada Allah seiring hembusan nafas kita. Tujuannya tidak lain adalah agar tidak dikalahkan oleh bisikan setan yang setiap saat terdengar dalam hati. Tentu, untuk berlindung dari kebejatan setan hanya bisa meminta kepada Allah, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ungkapan ta’awwudz,

اَعُوْ ذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

“Aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”

Kondisi seseorang yang telah dirasuki bisikan setan ada tiga macam. Pertama, ada yang langsung terpengaruh dan mengikuti apa-apa yang dibisikkan setan, terlebih apa yang dilakukannya sesuatu yang baik. Orang yang seperti ini adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat di atas. Kedua, ada yang mampu melawannya sehingga bisikan itu tidak melekat pada hatinya, melakukan suatu kebaikan kosong dari bisikan setan. Inilah orang yang sudah mencapai pada maqam sifat-sifat di atas. Ketiga, ada yang tak mampu melawannya, sehingga setiap melakukan kebaikan selalu saja terselip bisikan setan. Karena dia tak bisa menghilangkan bisikan setan tersebut, akhirnya dia menghindar dengan tidak melakukan kebaikan itu, karena khawatir kebaikannya terdorong oleh bisikan setan.

Orang yang termasuk macam ketiga tersebut, yang sering kali tidak mau melakukan kebaikan. Semisal, ketika ditawarkan menjadi penceramah, imam shalat, berkarya, dan seterusnya, dia akan enggan karena dia takut tidak bisa menjaga hatinya sesuai sifat-sifat di atas. Akibatnya, banyak kebaikan yang sebenarnya bisa dia lakukan dan dibagikan kepada banyak orang, akhirnya hanya menjadi menu santapan yang ditelan oleh bisikan setan, yang dianggap itulah pilihan yang tepat.

Jangan-jangan bisikan setan yang terdengar itu merupakan ujian untuk melakukan kebaikan. Bisa saja bisikan itu untuk mengukur keyakinan hati pada kebaikan, atau sengaja setan membisikkan rayuannya untuk membuat kebimbangan antara melakukan atau tidak. Jika hatinya tidak memiliki keyakinan yang kuat, dia akan bimbang dan pada akhirnya setan yang menang, dia pun tidak mau melakukannya, karena merasa apa yang akan dilakukan dipenuhi oleh bisikan setan.

Begitulah jika seorang hamba yang belum sampai pada maqam sifat-sifat di atas. Dia belum pantas bersikap seperti orang-orang yang sudah meraih maqam tersebut, tapi dia memaksakan diri. Akibatnya, dia selalu kalah dengan bisikan setan dan ujung-ujuangnya dia hanya memiliki angan-angan tentang kebaikan, tidak pernah mewujdukannya.

Dalam melakukan kebaikan sebanarnya ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh. Tahapan-tahapan ini sebagai proses untuk menuju kemurnian hati dari bisikan setan. Tahapan yang paling rendah adalah melakukan sesuatu kebaikan masih secara penuh didorong oleh bisikan setan dan sering kali lebih cenderung melakukan keburukan. Tahapan yang standart adalah melakukan kebaikan masih sering kali terselip bisikan setan. Tahapan yang paling tinggi adalah melakukan kebaikan lepas dari bisikan setan.

Dari tahapan-tahapan di atas menunjukkan bahwa merupakan kewajaran jika ada hamba melakukan kebaikan masih terdorong oleh bisikan setan. Jadi, lakukan dan lanjutkanlah segala seuatu kebaikan. Tidak perlu mempertimbangkan bisikan setan yang membuat perasaan bimbang antara bertindak atau tidak. Jangan sampai kebaikan hanya menjadi bayangan karena dirasuki oleh bisikan setan.

Semuanya butuh proses, tak terkecuali dalam melakukan kebaikan. Sekarang mungkin apa-apa yang dilakukan masih terdorong oleh bisikan setan, suatu saat pasti bisikan itu akan hilang seiring usaha yang dilakukan, serta upaya keistigamahan yang maksimal.  Jika bisikan setan tetap lantang, akal-akali saja. Artinya, ikuti bisikan setan tersebut dengan cara seolah melakukan kebaikan karena setan.

Contoh, ketika hendak menjadi imam shalat, kadang ingin dipuji karena bacaannya bagus. Ketika sadar ini adalah bisikan setan, spontan tidak mau atau enggan menjadi imam karena takut riya’ dan takabbur. Jika ini terjadi, biarkan saja bisikan setan lantang di hati. Jika mau, tanggapi bisisikan itu dengan mengatakan, “Ya, aku melakukan ini karenamu. Terus, kamu mau apa?”. Jika seumpama tidak begini caranya maka seterusnya akan terpenjera oleh bisikan setan. Jadi, wajar pada awalnya bisikan setan merasuk kuat di dalam hati. Inilah proses.

(TM)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »