ASWAJADEWATA.COM | Hiruk pikuk pengesahan RUU KPK oleh DPR RI yang terkesan terburu-buru menjadi topik hangat beberapa hari ini. Berbagai elemen masyarakat bahkan sudah mulai melakukan aksi turun ke jalan, baik mereka yang menolak atau mendukung keputusan tersebut.
Perdebatan dengan berbagai sudut pandang mengenai hal ini mencuat di hampir semua media publik maupun privat. Namun sebenarnya sudahkah mereka sendiri paham tentang urgensi dari RUU yang diajukan pemerintah dan disahkan DPR itu?
KPK, institusi bentukan pemerintah guna mengoptimalkan penegakan tindak pidana korupsi tersebut saat ini menginjak fase kedua. Fase pertama dimana pada masa itu wabah korupsi sudah sedemikian menggurita, sehingga diperlukan independensi total dari lembaga ini agar dapat secara cepat dan efektif mengamputasinya. Terbukti langkah ini ampuh dan memberi harapan baru bagi masyarakat yang saat itu sangat skeptis, bahwa Indonesia akan menjadi lebih baik tanpa korupsi. Hingga saat ini tak terhitung tokoh-tokoh atau public figure baik dari kalangan politisi hingga masyarakat biasa yang terjerat kasus korupsi berakhir di balik jeruji besi. Tak jarang dari mereka memiliki reputasi terhormat di mata masyarakat dan membuat publik terkaget-kaget.
Lalu jika demikian hebatnya KPK, mengapa pemerintah saat ini melihat ada sesuatu yang kurang tepat dalam tubuh KPK itu sendiri, sehingga merasa perlu adanya perubahan undang-undang untuk mengatur bermacam kewenangan terkait independensinya ?
Pada fase kedua saat ini, KPK yang ‘tak tersentuh‘ itu ditengarai mengalami proses eksklusifitas. Disebabkan karena tak ada satu pun institusi lain yang dapat mengawasi setiap kegiatan internal mereka. Memang ini adalah hak istimewa KPK itu sendiri yang dari sejak awal digadang-gadang sebagai sebuah lembaga ‘super body‘. Hanya saja akhir-akhir ini independensi KPK dianggap oleh banyak kalangan tidak lagi semurni pada awal dibentuknya.
Jika masyarakat awam merasa langkah pemerintah dan DPR tersebut bertentangan dengan semangat penegakan tindak pidana korupsi, ini sangat mudah dipahami karena segala informasi tentang KPK yang mereka dapatkan selama ini adalah jawaban dari harapan mereka yaitu, bagaimana sepak terjang para koruptor di negeri ini bisa terhenti dan mendapat hukuman yang setimpal.
Namun agaknya masyarakat lupa bahwa ultra independensi KPK membuka celah untuk digunakan oleh segelintir kelompok menggalang sebuah kekuatan baru tanpa terusik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tubuh KPK mulai tumbuh dan berkembang faham-faham ideologi bawaan luar yang anti Pancasila melalui beberapa petingginya. Hal inilah sepertinya yang menjadi perhatian pemerintah saat ini, sebagaimana diketahui bersama bahwa pemerintah sangat aware dengan para pengusung ideologi Khilafah yang banyak masuk ke berbagai lembaga/institusi strategis dan memanfaatkannya untuk tujuan menggalang simpati masyarakat dengan tanpa tersentuh, tak terkecuali KPK. Gerakan terselubung itu semakin nyaman dengan kondisi saat ini, terlindungi oleh perangkat undang-undang sehingga leluasa melaksanakan agenda penyebaran faham terlarang tersebut dari dalam.
Melalui trek rekord penindakan KPK terhadap para tersangka korupsi beberapa waktu terakhir, telah dapat dengan jelas ditebak kemana arah bidikan mereka tertuju. Jika kemudian pemerintah melihat ada yang tidak berjalan dengan benar dalam tubuh KPK, terlebih bila kondisi ini berpotensi membahayakan keutuhan negara, maka sangat dapat dipahami pula jika pemerintah segera bertindak dengan mengajukan draft revisi undang-undang yang mengaturnya, karena itu memang salah satu tugas utama pemerintah sebagai penyelenggara negara. Tindakan pemerintah ini di sisi lain juga merupakan upaya penyelamatan KPK agar dapat tetap bekerja secara profesional dan terbebas dari kepentingan-kepentingan lain. Langkah pemerintah ini walaupun dianggap kontroversial dan tidak populer untuk saat ini, namun tetap harus dijalankan demi kepentingan jangka panjang sebagai negara yang berdaulat.
Akhirnya, terlepas dari itu semua, masyarakat sekarang dituntut agar lebih obyektif dalam menelaah segala permasalahan bangsa, khususnya yang berkaitan dengan langkah-langkah pemerintah menjaga keutuhan negara dan kepentingan rakyat dalam skala global. Jangan sampai pertimbangan-pertimbang emosional hasil residu eskalasi politik dalam negeri mempengaruhi kejernihan akal lalu mengaburkan fokus kepentingan utama bangsa.
Maka tak perlu heran jika pertanyaan yang muncul hari ini adalah, “Masihkah KPK se-netral dan se-independen seperti yang kita kenal saat pertama kali berdiri?“
(Dadie W. Prasetyoadi)