ASWAJADEWATA.COM
Al Qur’an menyebut empat jenis Nafsu yg berada dalam setiap jiwa manusia, yaitu nafsu ammarah, lawwamah, mulhamah dan muthmainnah.
An Nafsu al ammarah (Qs. Yusuf 53) adalah Nafsu/Ruh yg senantiasa mengajak kedalam kejelekan, keburukan dan kejahatan.
An Nafsu al Lawwamah (Qs. Al Qiyamah 2) adalah Nafsu/Ruh yang senantiasa menyesali, meratapi dan menyadari atas perbuatan dosa yg dilakukannya.
An Nafsu al Muthmainnah (Qs. Al Fajr 28) adalah nafsu/ruh yg tenang, tidak ada rasa takut dan hawatir atas kepastian janji Allah. Iyalah Ruh yg sampai pada tingkat kedamaian dan ketenangan. Ia senantiasa menerima atas kehendak Allah (radhiyah), dan iyapun ditestui kehadiarannya kembali kepada Allah (mardhiyyah)
An Nafsu Al Mulhamah (Qs. Asy Syams 8) adalah nafsu/Ruh/Jiwa yg selalu berada dalam bimbingan dan bisiskan Allah. Seluruh gerak gerik, tingkah laku, dan kehendaknya berada dalam ilham, bimbingan dan kehendak Allah.
Jika melihat urutannya sebagaimana disebut dalam al Qur’an, Nafsu Mulhamah berada dipaling Puncak diikuti nafsu muthmainnah, lawwamah dan paling rendah Nafsu Ammarah.
Dalam literatus Tasawwuf, Nafsu Mulhamah menjadi puncak capaian tertinggi seorang hamba melalui setiap ibadah ritual yg dilakukannya. Seorang yg mencapai tingkatan nafsu ini, maka seluruh hidupnya berada dalam kehendak dan firman atau ilham Allah. Tidak ada Kehendak individu di dalamnya.
Jika kehendak seorang adalah kehendak Allah, maka ia akan bertindak, bersikap, bertakhalluq seperti Ahlak Allah. Ia akan menghormati,memberikan kehidupan kepada siapapun, ia memulyakan kemanusian, ia akan menerima keragaman sebagai sunnatullah, ia akan memberikan rasa aman kepada siapapun, ia akan berbagi kepada sesama, kasih sayangnya akan mengalahkan amarahnya, ia akan mengutamakan kepentingan umum (hak Allah) atas kepentingan dirinya, ia akan selalu menebar rasa aman dan keselamatan sepanjang hayatnya. Al hasil ia akan berahlak seperti ahlak Allah.
Bagaimana mencapai puncak pencarian hamba ini? Tentu saya tidak tahu, karena belum sampai kesana. Namun setidaknya, menurut informasi al Qur’an, disamping ibadah lain, puasa adalah “salah satu jalan penting” menuju kesana. Semua umat umat terdahulu pernah melalui jalan ini, untuk menuju pencapaian tertinggi kaum Sufi ini. Yaitu puncak kemanusian sekaligus keilahiyan manusia.
Manusia adalah kehendak iti sendiri, dan kehendak itu tiada lain adalah kehendak Allah atau bahkan ia sendiri. Begitu ungkapan ungkapan Kaum sufi.
Semoga puasa mengantarkan kita kesana, sehingga kita tidak selalau hidup dalam ruang fiqih yg sedikit sedikit haram, sedikit sedikit makruh, sedikit sedikit mubah, sunnah wajib dan seterusnya. Mungkin karena pengetahuan yang sedikit sedikit ini, Agama menjadi kaku dan mengerikan.
Wallahu A’lam
Oleh: Kiai Imam Nakha’i