ASWAJADEWATA.COM – Perbedaan antara orang yang mengikuti ambisi dan yang membuangnya, cukup dilihat dari cara dan tujuan dalam berusaha. Orang yang mengikuti ambisinya, cara melakukannya sering kali dengan usaha yang salah dan serba sangat memaksa. Sudah tahu cara yang dia gunakan salah, tapi tetap saja cara tersebut dijadikan jalan untuk meraih apa yang dia harapkan. Sudah tahu sesuatu yang diusahakan tidak bisa diwujudkan, tetap saja memaksa, sehingga menggunakan kekerasan dan licik. Dari tujuannya pun, orang yang seperti ini, tidak lain demi untuk kepentingan pribadinya. Tidak mau tahu, apakah sesuatu yang dilakukan itu salah atau mengorbankan banyak orang, yang penting apa yang dia harapkan tercapai.
Telebih dalam hal mengejar kedudukan, mungkin sudah lumrah. Sepertinya, berambisi ketika mengejar kedudukan memang harus dijadikan dasar. Memang, bagi sebagian orang, kedudukan merupakan suatu cara untuk menjadi diri yang berkuasa bahkan juga dianggap sebagai simbol kemuliaan. Orang yang memiliki kedudukan yang tinggi, akan berkuasa dan dipandang “mulia” oleh orang-orang.
Orang yang berkuasa dengan kedudukannya, bagi dia yang berambisi, akan menjadikan kekuasaannya sebagai kesempatan untuk melakukan sesuatu dengan kehendakanya sendiri atau ingin menguasai apa-apa yang menjadi obyek dari ambisinya. Begitu juga sama buruknya, orang yang merasa mulia atau dihormati dengan kedudukannya, bagi dia yang berambisi, akan merasa lebih tinggi dari orang-orang dan bangga dengan kedudukannya.
Orang yang demikianlah yang mengikuti ambisinya. Mengejar kedudukan hanya ingin demi mewujudkan kepentingan pribadinya. Dengan keinginan yang keras –untuk menjadi orang yang berkuasa dan lebih lebih tinggi-, dia menggunakan berbagai cara meski sampai melampaui batas.
Contoh, orang berusaha menjadi pejabat Negara; Bupati, Dewan, Gubernur, Presiden misalnya. Dia sangat berambisi untuk bisa menduduki jabatan tersebut. Karena dia berambisi, ketika masa-masa kampannye, dia banyak melakukan suatu yang seolah merupakan kebaikan atau amal, semisal mendatangi mushalla atau masjid untuk mengikuti pengajian yang kemudian disusul dengan pemberian sumbangan. Ternyata dari usaha tersebut terselip tujuan untuk kepentingan dirinya, yaitu agar masyarakat mendukung dirinya untuk meraih jabatan yang diinginkannya.
Contoh usaha tersebut mungkin bisa dimaklumi dan memang sudah lumrah, namun ada usaha yang membuktikan bahwa dirinya benar-benar ambisius, yaitu merekayasa data atau memalsukan jumlah hak pilih dengan cara mengurangi jumlah hak pilih lawan dan menaikkan jumlah hak pilihnya sendiri. Ini dilakukan karena tujuannya untuk kepentingan yang didasari oleh ambisi.
Selain ambisi kedudukan atau jabatan, ada macam ambisi lainnya yaitu ambisi meraup harta. “Hidup untuk menjadi orang kaya”. Mungkin demikian ungkapan yang tepat bagi orang-orang yang berambisi pada harta. Orang yang berambisi pada harta, setiap apa yang dilakukan yang tampak di matanya selalu saja harta. Ketika membantu orang lain pun, yang diharapkan imbalan berupa harta. Apalagi apa yang dilakukan memang menghasilkan harta, pasti yang diharapkan keuntungan semata.
Orang yang berambisi pada harta bisa terbukti dari cara dan juga tujuannya. Orang yang bekerja di toko, bagi dia yang berambisi, jika barang yang dijual berupa barang yang ditimbang, dia mengurangi jumlah timbangannya. Orang yang bekerja di warung, semisal warung yang jualan nasi atau jajan, meksi menu nasinya atau jajannya sudah basi, dia tetap menjualnya dengan diolah kembali agar tampak baru dihidangkan. Orang yang berbisnis, sering kali melakukan penipuan. Beginilah orang yang berambisi pada harta, segala cara dilakukan karena hanya ingin mendapatkan keuntungan yang membuat dirinya bisa kaya.
Termasuk orang yang berambisi pada harta, dia yang enggan melakukan zakat, sedekah, atau tidak mau berbagi hartanya pada orang lain. Tujuan hartanya tidak dikeluarkan meski untuk zakat, karerna untuk atau tetap menjadi orang kaya.
(Muhammad)