Friday 29th March 2024,

Meninggalkan Salat Jumat Tiga Kali Berturut-turut karena Covid-19, Ini Penjelasan Hukumnya!

Meninggalkan Salat Jumat Tiga Kali Berturut-turut karena Covid-19, Ini Penjelasan Hukumnya!
Share it
ASWAJADEWATA.COM
Ini pekan ketiga negeri kita mewaspadai wabah virus Corona yang membahayakan itu. Di pekan ini, selain banyak orang bertanya kapan wabah ini berakhir –karena sudah jenuh dan gelisah, banyak juga pertanyaan, apa hukumnya meninggalkan salat Jumat berturut-turut? Jadi kafirkah? Jadi munafikkah?
Dalam kasempatan pendek ini, izinkan saya membahas pertanyaan tentang meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut.
Salat Jumat adalah salat yang bersifat mingguan, selain ada model salat harian seperti salat maktubah (lima waktu) dan salat tahunan seperti dua salat Id (idul Adha dan Idul Fitri). Dalil kewajiban salat Jumat ini komplit, mulai dari Al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma Ulama. Untuk A-Qur’an adalah firman Allah Swt:
ياأيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة، فاسعوا إلى ذكر الله، وذروا البيع
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 09)
Sementara untuk al-Sunnah adalah hadis:
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إلَّا أَرْبَعَة عَبْدٌ مَمْلُوكٌ وَامْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Salat Jumat adalah kewajiban bagi setiap orang muslim dan dilaksanakan secara berjemaah kecuali atas empat orang; budak, perempuan, anak kecil dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud)
Kedua sumber primer itu masih ditambah dengan Ijma ulama, yaitu kesepakatan ulama bahwa salat Jumat adalah sebuah kewajiban. Pendek kata; salat Jumat adalah perkara wajib. Jumhur fukaha menambahkan, salat Jumat masuk dalam kategori kewajiban personal (fardu ain), bukan kewajiban komunal (fardu kifayah).
Ada sebenarnya pendapat yang konon diriwayatkan dari Imam asy-Syafi’i bahwa salat Jumat adalah fardu kifayah; dalam artian jika ada sebagian orang yang melakukan maka yang lain tidak dianggap berdosa bila meninggalkan. Yang menceritakan riwayat ini adalah Abu Tayyib, tetapi pendapat kedua ini tidak familiar dan mendapat penolakan yang keras dari banyak ulama bahkan al-Qadhi Abu Ishaq al-Marwazi mengecam keras dan menyebut asy-Syafi’i tidak pernah berpendapat demikian alias hoaks atas nama beliau.
Salat Jumat pertama kali diwajibkan di Mekkah tepatnya satu paket bersama kewajiban salat lain dalam peristiwa Isra’ Mikraj akan tetapi ia baru bisa dilaksanakan di Madinah. Ada pertanyaan. Salat Jumat ini apakah salat mandiri ataukah salat zuhur yang di-discount jadi dua rakaat? Ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan salat Jumat adalah salat zuhur yang dipangkas dan dua khutbah itu adalah penambalnya.
Ulama yang lain berkata sebaliknya, bahwa salat Jumat ini adalah salat mandiri (fardu mustaqil) tak ada kaitannya dengan diskon. Secara dalil, Pendapat ini adalah pendapat yang lebih kuat. Dikuatkan dengan perkataan Umar ibnu Khattab:
الجمعة ركعتان تمام غير قصر، على لسان نبيكم وقد خاب من افترى
“salat Jumat adalah dua rakaat yang sempurna bukan pengurangan dari salat lain yang diwajibkan atas Nabi kalian. Sungguh merugi orang yang membuat hal baru.”
Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa orang yang meninggalkan salat Jumat tiga kali akan distempel kafir, munafik dan jahanam? Ada banyak riwayat hadis yang isinya berupa ancaman bagi mereka yang meninggalkan salat Jumat, namun tidak ada yang sampai tingkatan kafir. Ada sebenarnya satu hadis yang jika dipahami secara sederhana bisa dimaknai kekafiran bagi orang yang meninggalkan salat Jumat, yakni sabda Nabi:
مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ أَرْبَعَ جُمَعٍ مُتَوَالِيَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ، فَقَدْ نَبَذَ الْإِسْلَامَ وَرَاءَ ظَهْرِهِ
“Barang siapa yang meninggalkan empat salat Jumat secara berturut-turut tanpa adanya uzur, maka ia sungguh melepas Islam dari belakang punggungnya.”
Bunyi hadis, “melepas Islam dari belakang punggungnya” jika dipahami secara sepintas arahnya adalah “keluar dari Islam”. Apakah demikian? Tidak!
Dalam beberapa kitab syarah hadis, maksud dari teks di atas adalah dosa yang besar (ma’shiyah azdimah) bukan kafir yang sesungguhnya. Memang kata kafir juga sering digunakan untuk menggambarkan sebuah dosa, bukan makna kafir yang sesungguhnya: ateis.
Hadis lain yang mengancam mereka yang meninggalkan salat Jumat antara lain sebagai berikut:
من ترك الجمعة ثلاث جمع تهاونا، طبع الله على قلبه
“Barang siapa yang meninggalan salat jumat tiga kali secara meremehkan maka ditulis di hatinya sebagai orang munafik.”
من ترك الجمعة ثلاثاً من غير ضرورة، طبع الله على قلبه
“Barang siapa yang meninggalkan salat jumat tiga kali tanpa ada darurat maka ditulis di hatinya sebagai orang munafik.”
مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَ مِرَارٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ، طَبَعَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Barang siapa yang meninggalkan salat Jumat berkali-kali tanpa ada uzur maka ia akan ditulis sebagai orang munafik.”
من ترك الجمعة ثلاثاً من غير عذر، فهو منافق
“Barang siapa yang meninggalkan salat jumat tanpa ada uzur maka ia adalah munafik.”
Yang perlu digarisbawahi adalah ancaman pada hadis-hadis di atas tidak berlaku umum akan tetapi berlaku khusus, yakni orang yang sengaja meninggalkan salat Jumat tanpa uzur, ada niat meremehkan bahkan sebagian ulama memberi catatan tambahan, yaitu tiga kali berturut-turut. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan salat Jumat (tentu diganti dengan salat Zuhur) dalam keadaan uzur tidak masuk dalam ancaman pada hadis di atas.
Maka, sangat logis, sedari awal Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab menyebut bahwa salat Jumat adalah kewajiban bagi setiap orang laki-laki mukalaf selain mereka yang memiliki uzur. Apa saja uzur yang membolehkan tidak salat Jumat? Uzur salat jumat adalah sebagaimana uzur salat berjemaah? Apa saja?
Menurut Muhammad Syatta al-Dimyati dalam kitab Ianah al-Thalibin, sebuah kitab catatan pinggir atas kitab Fath al-Muin yang terkenal di pesantren-pesantren itu ada banyak, yaitu hujan, jalanan yang berlumpur, cuaca yang sangat panas/ matahari begitu terik, cuaca sangat dingin, suasana sangat gelap, sakit, tak memiliki baju yang layak dipakai, takut ditinggal rombongan, tunanetra, takut kepada orang zalim yang membahayakan dirinya, hartanya dan pristisenya, takut ketemu kreditor (ditangkap dan diminta bayar hutang padahal ia belum punya uang, agak lucu ini haha), menunggui orang sakit, sangat ngantuk ketika menunggu jamaah, sangat lapar, sangat haus.
Bagaimana dengan virus Corona atau Covid 19? Apakah ia masuk kategori uzur untuk meninggalkan salat Jumat? Silahkan direnung-renungkan sendiri. Yang penting saya utarakan adalah bahwa virus ini begitu mematikan dan penularannya sangat cepat. Semoga kita dilindungi oleh Allah Swt. Amin!
Oleh: Ahmad Husain Fahasbu*
*) Santri Ma’had Aly Sukorejo Situbondo
Sumber: alif.id

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »