Pancasila Sebagai Wujud Islam Rahmatan Lil-Alamin

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM | 

Oleh: Muhammad Ihyaul Fikro

Parade Bhineka Tunggal Ika yang dihelat oleh ribuan orang dari sejumlah elemen masyarakat seluruh Indonesia, pada 19 November 2016 lalu menandaskan bahwa kerinduan untuk hidup damai dan harmoni dalam keragaman masih

menjadi impian banyak orang. Perhelatan serupa juga digelar di banyak tempat di daerah di Tanah Air dengan tujuan yang sama.

Keragaman atau kebhinekaan kita belakangan ini memang kian mendapatkan tantangan dalam keragaman bentuk dan kesempatan. Di antranya adalah adanya semakin menipisnya rasa nasionalisme sebagian masyarakat kita, khususnya generasi muda, hingga adanya sekelompok orang yang hendak mengganti dasar ideologi Pancasila dengan landasan agama tertentu.

Islam pada hakikatnya merupakan agama yang universal, nilai keuniversalan Islam tergambar dalam nilai-nilai kedamaian yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia, manusia dengan sang khalik dan manusia dengan lingkungannya. Agama Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi hidup dan kehidupan umatnya baik dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hal tersebut telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw ketika menjadi pemimpin agama sekaligus pemimpin negara sewaktu di Madinah. Pernyataan ini diperkuat dengan pengertian Islam yang secara terminologi bermakna perdamaian atau keselamatan.

Pancasila memberikan landasan sekaligus orentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara utuh dan menyeluruh. Dalam keadaan realitas masyarakat terjajah yang diperlakukan tidak manusiawi, Pancasila membawa semangat untuk tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan agama, ras, warna kuit atau budaya. Tatanan masyarakat yang adil dan makur menjadi rintisan yang akan digapai oleh Pancasila.

Pancasila baru muncul dari penggalian local wisdom pada tahun 1945, khususnya dalam sidang BPUPKI. Sidang pembahasan dasar negara yang akan dibentuk. Pada saat itu, terdapat perselisihan anggota sidang antara kelompok yang menginginkan dasar negara berdasarkan Islam dengan kelompok yang cenderung memilih prinsip kenegaraan yang sekuler. Di kondisi seperti ini, Ir. Soekarno berhasil mengusulkan jalan tengah agar Indonesia tidak secara utuh dianggap sebagai negara agama atau pun negara sekuler. Solusi yang ditawarkan oleh Soekarno adalah negara yang berdasarkan Pancasila. Pancasila yang diusulkan Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 disebut philosofische grondslag, suatu pijakan filsafat di atas negara Indonesia didirikan.

Pancasila dijadikan pijakan nasionalisme Indonesia yang bersifat inklusif, humanis dan mengutamaan dimensi keadilan dalam bingkai “bhineka tunggal ika”. Pancasila dicitakan sebagai dasar suatu negara yang modern. Secara substansial Pancasila merupakan religously friendly ideology sekaligus bersifat deconfessional ideolog. Dalam kehidupan berbangsa, masyarakat berlomba-lomba mengaktualisasikan agama dalam dimensi kesalehan sosial. Perilaku yang dapat terwujud dari dorongan Pancasila adalah menghindari perbuatan tercela, seperti polemik negara kita sekarang berkaitan korupsi, pelecehan, penistaan, pertikaian, dan intoleran. Keluhuran nilai Pancasila ini, jika diaplikasikan bahkan bisa menjadikan penduduk dunia dapat hidup secara damai, tidak hanya kedamaian bagi penduduk Indonesia. Penelisikan dengan kacamata Maqasid Syariah akan menemukan bahwa kandungan filosofis Pancasila ternyata juga mencakup al-kuliyyāt al-khamsah.

Sebagaimana diketahui al-kuliyyāt al-khamsah terdiri dari pemeliharan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dalam Pancasila, butir yang pertama adalah terkait pemeliharaan agama, menggunakan redaksi bahasa yang pada akhirnya harus digeneralisasikan, tidak langsung mengkhususkan kepada Islam. Dengan penempatan agama dalam butir yang pertama, falsafah Pancasila mengharuskan penghargaan terkait keyakinan menjadi urutan yang pertama pula. Dalam koridor bahwa setiap warga negara Indonesia hendaknya menjaga keyakinannya, menjalankan dalam kehidupan keseharian, serta menjadikannya sebagai pijakan untuk hidup berdampingan satu sama lain. Ketika falsafah yang erat dengan ketuhanan diperkuat eksistensinya secara normatif maupun aplikatif, maka muatan kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, keadilan dan permusyawaratan, akan mengikuti di belakangnya sebagai mata rantai nilai keluhuran yang memiliki orentasinya terintegratif secara bersamaan. Dalam hal ini, pengalaman nilai ketuhanan dapat mendorong pada pengalaman nilai yang lainnya yang akan mendukung pemeliharaan jiwa, akal, keturunan dan harta. Karena, komponen Maqasid Syariah yang lain akan terjaga ketika Indonesia dapat hidup berharmoni sejak dalam pengamalan sila pertama.

Pada aspek lain pancasila juga mengandung nilai-nilai yang ada pada Islam itu sendiri. Diantara nilai-nilainya adalah :

Pertama Sikap Tawassuth dan I’tidal, yakni, suatu sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini kita bisa bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).

Kedua Sikap Tasamuh, Yakni, sikap toleran dan menghargai terhadap perbedaan pandang, baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.

Ketiga Sikap Tawazun, yakni, sikap seimbang dalam berkhidmah. Dalam hal ini adalah sikap menyerasikan khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya, dan menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Di dalam pancasila nilai tawazun diseluruh sila pada pancasila itu sendiri, karena secara substansial pancasila merupakan religiuously friendly ideology sekaligus bersifat deconfessional ideolog. Hal ini dikarenakan pancasila dalam kehidupan berbangsa mengajarkan kita untuk berlomba-lomba mengaktualisasikan agama dalam dimensi kesalehan sosial, sebagai bentuk pencegahan terhadap perbuatan tercela seperti korupsi, pelecehan, radikalisme, liberalisme, dan intoleran. Keluhuran nilai Pancasila ini, jika diaplikasikan bahkan bisa menjadikan penduduk dunia dapat hidup secara damai, tidak hanya kedamaian bagi penduduk Indonesia. Penelisikan dengan kacamata Maqashid Syariah akan menemukan bahwa kandungan filosofis Pancasila ternyata juga mencakup al-kuliyyāt al-khamsah.

Keempat Amar Ma’ruf dan Nahy Munkar yakni, sikap selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna, dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Dengan itu dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya pancasila yang menjadi asas seluruh rakyat merupakan sebuah gambaran Islam Rahmatan li Al-Alamiin, karena disetiap sila pada pancasila mengandung nilai-nilai yang terkandung pada agama Islam. Tidak hanya demikian secara konsep fikih pancasila sudah memenuhi tujuan-tujuan umum yang disebut al-kuliyyāt al-khamsah, karena disetiap silanya mengandung al-kuliyyāt al-khamsah.

(Penulis adalah Mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain-Jember)

 

diunggah oleh:

Picture of Aswaja Dewata

Aswaja Dewata

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »