Thursday 25th April 2024,

Para Pemuda dan Peristiwa Bendera di Pelabuhan Buleleng

Para Pemuda dan Peristiwa Bendera di Pelabuhan Buleleng
Share it

ASWAJADEWATA.COM | 

Oleh: Abdul Karim Abraham

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, untuk pertama kalinya Kapal Belanda kembali hendak memasuki Bali. Kabarnya, Kapal yang bernama Abraham Grijns tersebut awalnya akan mendarat di Madura, namun karena serangan masyarakat setempat, akhirnya Kapal berbendera tiga warna itu meneruskan perjalanannya ke Pelabuhan Sunda Kecil di Buleleng.

Sementara itu, menurut catatan Nyoman S. Pendit dalam buku Bali Berjuang (1954), di pagi hari itu Pemuda-pemuda mulai mengadakan persiapan menghadapi provokasi yang nantinya dilakukan para awak Kapal musuh Belanda. Para pembesar pemerintahan Republik Indonesia untuk sementara waktu dievakuasi ke pinggiran kota Singaraja untuk alasan keamanan.

“Siang hari sekitar 10.00 pagi, awak kapal Belanda Abraham Grijns turun ke darat, sampai di sekitar pelabuhan. Mereka bersenjata lengkap serba otomatik. Setelah berputar-putar di sekitar pelabuhan dengan gayanya yang hebat, mereka kembali lagi dan berhenti di pelabuhan” tulis Nyoman S. Pendit (Hal. 88)

Barang barang milik rakyat mereka rampas. Beras, tepung dan barang lainya mereka angkut ke kapal. Rakyat tidak bisa melawan dengan tindakan musuh yang bersenjata lengkap. Mereka semua kembali ke kapal menjelang senja.

Dihari kedua, awak Kapal Belanda merampas tiga buah kapal kayu berbedera Dwi Warna (Indonesia). Kapal kayu tersebut diseret ke kapal Induk. Dan kejadian ini membuat marah para pemuda di Buleleng.

Demikianlah dihari ketiga, tepat pada tanggal 27 Oktober 1945, awak kapal Belanda Abraham Grijns hampir semuanya turun ke darat, bersenjata berat dan lengkap. Mereka masuk ke dalam kota. Tetapi kota mereka telah dapati kosong. Hanya orang-orang perempuan tua dan bocah-bocah cilik saja, satu dua lalu di jalanan. Mereka bertindak membuat provokasi. Sang Merah Putih yang berkibar di Instansi-instansi Pemerintah dan rumah-rumah biasa mulai mereka turunkan. Dan setengahnya ada yang dikoyak koyak (Hal.90)

“Senja hari mereka kembali lagi ke kapal. Bendera yang ada di Pelabuhan di depan kantor bea cukai, mereka turunkan, dan diganti dengan bendera mereka si tiga-warna, Merah Putih Biru! Belanda sudah mulai kurang ajar! Bendera Merah Putih mereka koyak-koyak dan menggantikannya dengan bendera Belanda. Ini sangat menyayat hati rakyat benar-benar” tulis Nyoman S. Pendit.

Sontak saja, para pemuda Buleleng dan bantuan solidaritas dari pemuda Bali Selatan (kebanyakan mereka datang dari kota Tabanan dan Denpasar, lima truck diantaranya dari Laskar PRI Badung), bersiap menuju Pelabuhan untuk mengadakan penyerbuan secara gerilya dibawah pimpinan I Made Putu. Namun sayang , setelah sampai di Pelabuhan, para musuh sudah kembali ke kapal.

Beberapa pemuda kemudian diperintah untuk menurunkan bendera Belanda untuk kemudian diganti dengan Bendera Merah Putih.  Hal ini diketahui Belanda, dan mereka mulai menembak dari atas kapal. Satu pemuda bernama I Ketut Merta dari Banjar Liligundi Singaraja tertembak dan tewas seketika.

Para Pemuda diminta untuk mundur namun tidak jauh dari Pelabuhan. Pasukan Belanda saat itu juga kembali ke darat sambil menembaki para pejuang. Bendera Merah Putih kembali diturunkan diganti dengan Bendera Belanda. Merekapun balik ke kapal.

Sementara itu, haripun menjadi gelap. Untuk yang kedua kalinya, Bendera Belanda akan diturunkan kembali. Kini pemuda Gde Muka mendapat perintah memimpin menurunkan Bendera Belanda didampingi pemuda Wayan Mudana, pemuda Anang Ramli sebagai pelaksana dan pemuda Nengah Tamu (Tjilik) sebagai penjaga pantai, yaitu menjaga pantai apabila Belanda berani mendarat lagi.

Gde Muka dibantu Wayan Mudana berada di belakang Kantor Bea Cukai, Nengah Tamu dibantu Ida Bagus Suamben menempatkan pasukannya disebelah barat dimuka Pura Segara dan disebalah timur di barat kali Buleleng, sedang Anang Ramli berguling-guling mendekati bendera agar tidak terlihat dari kapal yang terus menerangi bendera dengan lampu sorotnya. (hal. 91)

“tetapi sayang, sewaktu menarik talinya, dan kira kira setengah tiang, tali kerek putus dan Bendera Belanda terkatung-katung setengah tiang. Untuk ini lalu dicarikan galah dan arit untuk menggaet si tiga warna itu. Segera setelah bendera Belanda dicapai, oleh pemuda Gde Muka dengan sopontan bendera itu dirobek birunya. Tinggal merah putihnya saja” tulis Nyoman S. Pendit

Para pemuda yang berada di kanan kiri jembatan pelabuhan terus bersiaga. Mereka siap menyergap,  bersenjatakan bambu runcing, pedang, golok dan senjata tajam lainnya, mana kala Belanda datang mendarat lagi. Namun, sepanjang malam itu, mereka bertahan didalam kapal.

Keesokan harinya, orang melihat lagi Sang Dwi Warna berkibar kembali di Pelabuhan Buleleng. Kapal Abraham Grijns mengangkat sauh, setelah menembaki dan merampoki rakyat, berlayar meninggalkan perairan Buleleng, entah kemana. Belanda meninggalkan kesan pahit bagi rakyat Indonesia yang tidak mau dijajah lagi. (Hal. 92)

(Penulis adalah Ketua GP Ansor Kabupaten Buleleng)

Editor: Dadie W. Prasetyoadi

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »