ASWAJADEWATA.COM | DENPASAR
Banyak yang tidak mengetahui bahwa Pengawal Presiden RI pertama Ir. Soekarno setelah kehilangan kursi kekuasaan adalah seorang Polwan (Polisi Wanita) asal Bali. Gadis yang masih sangat muda saat bertugas itu bernama Ni Luh Putu Sugianitri.
Tepat sehari setelah hari Raya Nyepi tahun Caka 1943 yaitu Senin, 15 Maret 2021, wanita 73 tahun yang biasa disapa Bu Nitri ini berpulang menghadap Tuhan yang maha Esa akibat penyakit kanker yang cukup lama dideritanya.
Mendaftar jadi anggota Polwan saat masih berusia 16 tahun pada tahun 1964, Nitri gadis Bali ini langsung diterima dan menjalani pendidikan di Sukabumi, Jawa Barat.
Karena keahliannya menari Bali, Nitri mendapat perhatian dari Istana. Dirinya sering diminta menari dalam acara-acara resmi kenegaraan. Darah seninya yang kental masih terlihat lewat hasil lukisan-lukisan dirumahnya saat ini. Ya, melukis adalah aktifitas kesehariannya sekarang saat berada di rumahnya, di jalan Drupadi, Renon, Denpasar .
Nitri lalu diangkat menjadi ajudan Sukarno pada bulan Oktober 1965. Tepatnya setelah peristiwa tragedi 30 September atau G30S/PKI terjadi. Saat itu, dirinya menjadi saksi sejarah usai Sukarno tak lagi menjadi presiden RI.
Menurut Nitri, Bung Besar dilarang berbicara politik, tidak boleh mengundang tamu, hingga tidak boleh ke mana-mana kecuali hanya di Istana saja. Bahkan ia tahu bahwa Sukarno juga kadang tidak punya uang sepeser pun di kantongnya meski hanya untuk membeli kue.
Banyak kisah menarik tentang Bung Karno yang kerap diceritakannya dalam beberapa wawancara dengan media, mengungkap tentang kedekatannya dengan Sang Putra Fajar sebagai pengawal sekaligus ajudan pribadi. Termasuk ketika Nitri bertanya kepada Bung Karno suatu ketika.
“Kenapa Bapak mau serah terimakan kekuasaan?,” tanya Nitri.
Bung karno kala itu menjawab,”Kamu bodoh…kamu tidak tau politik, kamu tidak tau apa-apa !”
“Jangankan aku tidak serah terima dengan segala yang sudah diatur. Lebih baik aku mati, aku robek diriku sendiri, daripada negaraku hancur,” lanjut Bung Karno waktu itu, kata Nitri dikutip dari video Testimoni Tentang Bung Karno
“Saya sangat mengerti bagaimana sakitnya perasaan Bapak setelah kehilangan kekuasaan. Beliau tidak boleh menerima tamu dan berbicara kepada siapa pun. Hanya saya teman ngobrolnya setiap hari. Perbincangan bersama beliau ini biarlah sebagian menjadi sesuatu yang akan saya simpan selamanya,” kenangnya saat memberi testimoni pada acara peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 2017 silam di Bali.
Buntut dari peristiwa G30S/PKI, Pasukan Cakra Bhirawa sebagai pasukan pengawal presiden waktu itu dibubarkan. Kemudian diganti dengan pasukan dari kepolisian. Jadilah Nitri bersama polwan lain mendapat tugas baru mengawal Bung Karno beserta keluarganya. Beberapa polwan lain bertugas menjadi ajudan bagi anak-anak Bung Karno, sedangkan Nitri sendiri khusus ditugasi melayani keseharian Bung Besar di Istana.
Setelah tidak bertugas lagi sebagai ajudan pribadi Soekarno, Nitri kemudian mendapat tawaran untuk melanjutkan tugas sebagai ajudan Ibu Tien Soeharto. Namun Nitri menolak tugas itu.
“Saya langsung berhenti dari Polisi, dan menikah. Karena saya tidak mau. Saya tidak mau jadi ajudan Soeharto, saya tau apa yang dia lakukan,” ucapnya yang dikutip dari Merdeka (18/08/2020).
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi