Friday 19th April 2024,

Pura Langgar, Jejak Sejarah Toleransi Umat Beragama di Bali

Pura Langgar, Jejak Sejarah Toleransi Umat Beragama di Bali
Share it

ASWAJADEWATA.COM – Mushalla di dalam Pura, mungkin bagi kita yang belum pernah mendengar atau melihat mushalla di dalam Pura merasa janggal. Artinya, agak aneh jika ada tempat ibadah umat Islam berada di dalam tempat sembahyangnya umat Hindu. Di Bali ada mushalla di dalam Pura yang dikenal dengan Pura Langgar. Pura ini berlokasi di Desa Bunutin Tamanbali, Kabupaten Bangli.

Mungkin dari sederetan Pura yang berada di Bali, bisa dikatakan hanya ada sebuah Pura di Kabupaten Bangli yang di dalamnya menyediakan tempat ibadah bagi umat muslim. Karenanya Pura ini disebut Pura Langgar. Pura dimaksud sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Bali, sedangkan Langgar, dimaksudkan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim (Red).

Tim aswajadewata.com mendengarkan cerita sejarah Pura Langgar dari perawat situs tersebut (Foto: Aswajadewata)

Perpaduan dan keharmonisan bagi kedua umat di sini, dapat dilihat tatkala hari upacara persembahyangan bagi umat Hindu di Bali yang bertepatan dengan Hari Besar Islam atau jatuh pada hari Jumat. Orang Islam berjamaah shalat Jum’at di Langgar di areal dalam Pura, dan orang Hindu juga melaksanakan persembahyangan Purnama.

Menurut sejarahnya, Pura Langgar ini memang dibangun oleh Dalem Dewa Agung Wilis yang merupakan Raja Kerajaan Bunutin di Bangli, begitu menurut cerita Ida I Dewa Ketut Gede atau juga disebut Anak Agung Ketut Gede (seorang tokoh agama Hindu yang merupakan keturunan Raja Kerajaan Bunutin). Sang Raja memiliki dua istri; yang pertama memiliki 2 putra dan istri kedua memiliki 3 putra.

Suatu ketika, putra pertama dari istri pertama yang bernama I Dewa Agung Mas Blambangan menderita penyakit aneh yang sulit disembuhkan. Usianya masih remaja. Namun sakitnya cukup sulit, sehingga tabib-tabib yang diutusnya untuk mengobati semuanya menyerah.

Hingga akhirnya seorang tokoh agama Hindu mendapatkan wangsit dalam persemediannya. Wangsitnya cukup jelas, mengarahkan sang Raja untuk membangun Langgar (mushalla kecil). Awalnya mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan Langgar. Namun setelah bertanya-tanya, didapatlah informasi bahwa yang dimaksud Langgar adalah tempat ibadah orang Islam. Maka dipanggillah seorang ahli dari Blambangan (Banyuwangi) untuk membangun Langgar. Dan benar, entah bagaimana setelah pembangunan Langgar itu penyakit yang diderita oleh putra pertama Raja pun berangsur sirna.

Kesembuhan sang kakak membuat putra kedua Raja dari istri pertama pun penasaran. Apa gerangan yang terjadi dengan kakaknya, dan apa hubungannya dengan Langgar? Kira-kira demikian rasa penasaran yang menggelayuti pikiran putra kedua Raja yaitu I Dewa Agung Mas Bunutin. Maka ia segera memohon izin kepada ayahnya untuk pergi ke Blambangan. Awalnya sang ayah berat untuk mengizinkannya, namun setelah sekian kali memohon izin akhirnya dibolehkan juga. Sayangnya hal inilah yang menjadi kedukaan bagi sang Raja, sebab I Dewa Agung Mas Bunutin tidak pernah kembali sejak kepergiannya. Bahkan saat dicari oleh para punggawa kerajaan ke Blambangan pun tidak ditemukan.

Sementara itu, tiga putra Raja dari istri kedua justru tidak menyukai pembangunan Langgar tersebut. Untuk menghilangkan terlalu men-sakral-kan Langgar, maka masing-masing dari ketiganya membangun Pura di sisi-sisi Langgar. Inilah yang menjadi penyebab disebutnya Pura Langgar.

Langgar itu hingga kini masih terawat. Ia memiliki nilai sejarah yang sangat berharga dalam perjalanan kerajaan Bunutin di Bangli. Tentu kesembuhan putra pertama Raja itu adalah atas kehendak Allah Swt. Namun, sejarah ini kiranya dapat menjadi entry point untuk menjelaskan tentang fungsi Langgar bagi umat Islam, tentang ibadah shalat, juga tentang hubungan makhluk dan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana I Dewa Agung Mas Bunutin yang penasaran, mungkin banyak orang yang sama penasarannya. Maka, tugas para Da’i-lah yang menjawab segala rasa penasaran itu agar bertemu dengan nilai-nilai yang sebenarnya.

Sumber: Buku “Fikih Muslim Bali” (LTNNU Bali/Razka Pustaka,2018)

 

Like this Article? Share it!

2 Comments

  1. Muhammad Rivai September 15, 2019 at 10:03 pm

    Maaf sebelumnya, Saya pernah kesana bersama Rombongan dalam acara History Stay Tour Bali yang diadakan oleh pendidikan Sejarah Undiksha, dari Informasi yang kami dapat ditidak di perbolehkan di Langgar ituu di gunakan tempat sholat, bahkan pada waktunya masuk sholat Dzuhur kami sholat di sekepat/tempat pengistirhatan di area Pura langkar bukan di dalam puraa langgarnnyaa

    • Dadie W Prasetyoadi September 16, 2019 at 12:39 am

      memang skrg tidak semua tamu diperkenankan sholat di dalam langgar karena beberapa pertimbangan oleh juru kunci/pengelola situs budaya tersebut, namun para pengunjung tetap disediakan tempat sholat diluar langgar

Leave A Response

Click here to cancel reply.

Translate »