ASWAJADEWATA.COM |
Sebelum masa datangnya Islam, di jazirah Arab sebenarnya telah ada institusi pendidikan masyarakat dengan sebutan Kuttab dengan bahan ajar syair-syair atau pepatah-pepatah bahasa Arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik.
Sesuai namanya, definisi Kuttab berasal dari akar kata taktib yang artinya mengajar menulis. Sementara katib atau kuttab berarti penulis.
Awalnya di Mekkah kondisinya masih sangat sederhana. Hanya ada seorang guru yang dikelilingi sejumlah murid. Di antara penduduk Mekah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab di kuttab ini ialah Sufyan bin Umayyah bin Abdul Syams dan Abu Qais Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab.Keduanya belajar dari Bisyr bin Abdul Malik yang mempelajarinya dari penduduk Hirah.
Saat awal pemerintahan Islam di Madinah diriwayatkan Rasulullah pernah membebaskan para tawanan perang Badar (624M) dengan syarat mengajari 10 anak muslim membaca dan menulis. Setelah mereka mahir menulis dan membaca, mereka kemudian dibebaskan dan kembali ke negerinya, (Zuhairini, 1992). Karena memang pada waktu itu sedikit sekali kaum muslim yang bisa menulis.
Setelah Nabi Saw. dan para sahabat membangun masjid, barulah ada kuttab yang didirikan di samping masjid, dimana Rasulullah sendiri yang mengajari mereka memahami al Qur’an dan pokok dasar-dasar Islam. Pola pendidikan kuttab ini sangat masyhur di kalangan para Sahabat.
Dalam catatan sejarah diketahui pula bahwa Rasulullah Saw sangat memperhatikan persoalan buta huruf pada kaum muslimin saat itu. Dibuktikan dengan diutusnya Al Hakam bin Sa’id mengajar di sebuah Kuttab di kota Madinah, (Yunus, 1966).
Setelah Rasulullah SAW wafat, sekitar 10 tahun kemudian pola pendidikan ini dibawa oleh pasukan-pasukan Islam menyebar ke daerah-daerah lain seiring meluasnya kekuasaan Islam, seperti Syiria, Irak dan Mesir sebagai salah satu metode dakwah.
Pada masa pemerintahan Umar Ibn al-Khattab, muncul ide pembaruan. Umar menginstruksikan agar anak-anak di kuttab juga diajarkan berenang, mengendarai kuda, memanah dan tatabahasa Arab selain mempelajari agama.
Dalam perkembangannya kemudian banyak berdiri kuttab di rumah-rumah para guru. Mereka yang mengajar saat itu dikenal sebagai kaum Zimmi.
Dari masa ke masa setelah melewati berbagai perkembangan zaman, Kuttab pun berkembang menjadi lembaga pendidikan formal dengan jenjang-jenjang pendidikan dasar, menengah, dan atas yang kemudian dikenal dengan sebutan madrasah.
Mayoritas ulama-ulama terkenal Indonesia banyak yang merasakan langsung sistem pendidikan yang berlaku di Arab tersebut ketika mendalami Islam disana, seperti Syaikhona Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan banyak lagi.
Pola dan metode pendidikan Kuttab inilah yang hingga kini diadopsi oleh sistem pendidikan Pesantren setelah mereka kembali ke Indonesia dan mendirikannya di daerah masing-masing.
Ada sebuah tradisi yang sangat diperhatikan dalam dunia pesantren. Yaitu mengedepankan adab dalam proses belajar-mengajar yang dijalani, karena diyakini oleh masyarakat pesantren di setiap generasi, bahwa keberkahan ilmu yang mereka peroleh dalam proses belajar dengan sanad ilmu yang jelas hingga Rasulullah Saw tersebut akan sangat menentukan manfaat ilmu yang didapatnya.
Maka dengan menilik sejarah Kuttab sebagai pola pendidikan tarbiyah tertua dan kesamaannya dengan sistem pendidikan pesantren di Indonesia sekarang, dapatlah kita lihat bahwa sistem pendidikan pesantren jelas dapat dipertanggungjawabkan dalam perannya mencetak ulama-ulama dengan kualifikasi cukup tinggi dalam bidang agama Islam.
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi