Selama ini banyak yang memandang Syaikhona sebagai sosok waliyullah pemilik ribuan karomah, yang seringkali perilakunya tidak bisa dinalar akal orang-orang biasa. Syaikhona juga dikenal sebagai salah satu Inspirator berdirinya NU, seorang “murobbi” sejati yang murid-murid didiknya berhasil menjadi ulama-ulama besar yang menyebarkan Islam di seluruh penjuru Nusantara.
Disini saya tak akan membahas tentang ribuan karomah dan keajaiban yang Syaikhona miliki, selain karena memang sudah banyak yang menceritakannya, saya raso terlalu banyak membahas bab karomah hanya akan membuat kita menganggap bahwa Syaikhona adalah sosok yang tak bisa dijangkau dan sulit sekali dijadikan panutan. Toh padahal tujuan utama kita mengkaji sejarah seorang ulama adalah untuk menteladani tindak-lampahnya. Saya hanya akan menunjukkan satu “kunci” dimana dengannya Syaikhona bisa meraih dan menggapai semua kemuliaan yang terus mengalir sampai detik ini, dimana dengan “kunci” itu Hingga saat ini nama Syaikhona Kholil masih sangat diagungkan, ribuan peziarah juga memadati “pesarean” Syaikhona tiap harinya.
“Kunci” kemulian itu adalah Adab. Adab mulia Nar luhur adalah hal yang paling menonjol dari sejarah hidup seorang Syaikhona. Dimulai dari masa-masa beliau menuntut ilmu. Ketika nyantri di Pasuruan, Setiap memasuki Kawasan pesantren Sidogiri (setelah berjalan kaki sepanjang 7Km dari Kebon Candi tiap harinya) beliau selalu mencopot sandalnya sebagai wujud ta’dhim terhadap para Masyayikhnya.
Ketika Mondok di Genteng Banyuwangi, Syaikhona berkhidmah penuh kepada sang guru KH. Alodhul Bashir. beliau mengisi bak mandi, mencuci pakaian, mencuci piring dan memasak untuk Sang kiai. Beliau juga bekerja sebagai pemetik buah kelapa dengan upah 3 sen setiap 80 pohon. dan yang lebih menakjubkan, Syaikhona sama sekali tidak memakai sepeser-pun dari hasil jerih payahnya itu, semua uang penghasilannya beliau persembahkan untuk gurunya, untuk makanan sehari-harinya Syaikhona lebih memilih untuk mengambil makanan sisa kiainya.
Pun ketika Syaikhona menuntut ilmu di Mekkah. Ketiko berguru kepada Syaikh Muhammad Arrahbini yang merupakan seorang tunanetra, setiap malam Syaikhona sengaja tidur di pintu Musholla Sang guru, dengan harapan beliau akan menginjaknya ketika memasuki pintu musholla, lantas Syaikhonaterbangun dan menuntun gurunya menuju pengimaman. Di Makkah ,Syaikhona yang terkenal memiliki tulisan yang indah sering menulis kitab Alfiah dengan tangannya sendiri lantas menjualnya dengan harga 200 Ryal per-kitab. Seperti ketika mondok di Banyuwangi, Lagi-lagi hasil jerih payahnya itu beliau persembahkan untuk para gurunya, sedangkan untuk makanan sehari-harinya, Syaikhona lebih memilih untuk memungut dan memakan kulit-kulit semangka.
Masih pada fase pendidikan Syaikhona di Mekkah, Adab luhur yang menjadi prinsip beliau disana adalah, beliau sama sekali tidak pernah membuang hajat di tanah Suci Mekkah. Untuk menghormati Kota kelahiran Kanjeng Nabi ini, Syaikhona rela berjalan sejauh okm keluar batas tanah suci untuk membuang hajat.
Tak cukup sampai disitu, ketika sudah menjadi seorang kiai besar yang disegani dimana-mana. Kala itu beliau pernah menaiki sebuah dokar, ditengah perjalanan beliau bertanya pada si kusir :
“kudanya bagus pak.. Dari mana ?”
“Dari Bima Kiai..”jawab sang kusir.
Mendengar Nama itu beliau teringat akan seorang gurunya di Makkah yg berasal dari Bima. Beliau ingat bahwa gurunya itu mempunyai ratusan ekor kuda. Beliau lantas menyuruh kusir berhenti, Syaikhona lekas saja turun dari dokar itu karena beliau khawatir kuda itu adalah salah satu keturunan dari kuda-kuda yang dimiliki oleh gurunya dari Bima, Syaikh Abdul Ghoni Al-bimawy !!
Dalam menghormati ilmu dan ulama Syaikhona selalu total dan tak pernah tanggung-tanggung. Setiap hal yang berkaitan dengan ilmu, sekecil apapun nisbat-nya akan beliau muliakan. Kisah beliau dengan kuda dari Bima diatas adalah bukti nyatanya. Beradab tinggi terhadap ilmu dan ulama adalah harga mati bagi Syaikhona, bahkan meski ulama itu adalah murid hasil didikan beliau sendiri. Sebagaimana dikisahkan oleh Kh. Ahmad Ghazali Muhammad dalam kitabnya “Tuhfah Arrawi”, sebelum wafatnya, Syaikhona pernah berkunjung ke Jombang untuk mengikuti pengajian Hadits yang diasuh oleh santrinya sendiri yaitu Kh. Hasyim Asyari di Tebuireng. Tak hanya itu, Syaikhona bahkan mengambil lalu membalik sandal Kiai Hasyim sebelum beliau turun dari musholla layaknya seorang santri yang mengharap berkah dari gurunya !
Syaikh Yasin Bin Isa Al-Fadani dalam kitab yang beliau tulis tentang sejarah Syaikhona Kholil menuliskan :
و تخرج على يديه أكثر من نصف مليون من أنحاء إندونيسيا من بين هؤلاء ثلاثة آلاف أئمة أعلام يشار إليهم البنان في جزيرتي جاوا و سومطرا و جزيرة مادورا و يطلق على كل واحد منهم اسم الكياهي بمعنى العلامة الكبير و منهم أكثر من مائتي عربي يطلق على كل واحد منهم اسم العلامة أو العارف بالله او الفقيه
“ ketika Syaikhona Kholil hidup beliau telah mencetak lebih dari setengah juta santri dari seluruh penjuru Indonesia, diantara mereka ada 300 ulama yang menjadi rujukan di pulau Jawa, Sumatera dan Madura. mereka disebut “Kiai” atau seorang ulama besar, diantara mereka juga terdapat lebih dari 200 ulama keturunan arab yang memiliki gelar “Al-Allamah”, “Al-Arif Billah” atau “Al-Faqih”
di pulau Jawa dan Madura khususnya, sejak beliau wafat hampir semua pesantren yang ada memiliki nasab keilmuan yang bersambung kepada Syaikhona, bisa jadi didirikan oleh santri beliau, atau oleh santri dari santri beliau.
“ santri-santri Syaikhona Kholil “
1. Kh. Hasyim Asyari Tebuireng ( pendiri NU )
2. Kh. Abdul Karim ( pendiri Ponpes Lirboyo )
3. Kh. Hasan ( ponpes Zainul Hasan Genggong )
4. Kh. Zaini Mun’im ( Ponpes Nurul Jadid Paiton )
5. Kh. Abdul Wahhab Chasbullah ( Ponpes Tambak Beras Jombang )
6. Kh. Bisyri Sansuri ( Ponpes Denanyar Jombang )
7. Kh. As’ad Syamsul Arifin ( ponpes Salafiah Syafi’iyah Sukorejo )
8. Kh. Askandar ( Berasan Banyuwangi )
9. Habib Salim Bin Ahmad Bin Jindan ( kakek Habib Jindan Bin Novel Bin Jindan )
10. KH Muhammad Falak bin Abas, Pagentongan Bogor
11. K.H. Romli Tamim ( Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Jombang )
12. Kh. Abdul Majid ( pendiri Ponpes Bata-Bata )
13. K.H. Abdullah Mubarok – pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya
14. Kh. Tubagus Ahmad Bakri ( Mama Sempur Purwakarta )
15. Kh. Abdul Qadir Hasan ( Guru Tuha Martapura Kalsel )
16. Kh. Kholil Harun Kasingan Rembang
17. Kh. Ma’ruf Kedunglo Kediri
18. Kh. Sholeh Lateng Banyuwangi
19. Kh. Ilyas Syarqawi ( Ponpes Guluk-Guluk )
20. Kh. Maksum Lasem
21. Kh. Munawwir ( Ponpes Krapyak Yogyakarta )
22. Kh. Bisri Mustofa Rembang
23. Habib Ali Bafaqih Negare Bali
24. Kh. Faqih Maskumambang Gresik
25. Kh. Abdul Fattah Tulungagung
26. Kh. Ahmad Shobari ( Mama Ciwedus )
27. Kh. Abbas ( ponpes Buntet Cirebon )
28. Dll
Santri Syaikhona Kholili yaitu Kh. Ahmad Qusyairi Shiddiq pernah menuliskan tentang sosok gurunya :
شيخنا خليل من في النحو كسيبويه و في الفقه كالنووي و في كثرة الكرامات كالجيلاني
“Syaikhona Kholil dalam ilmu nahwu seperti Imam Sibawaih, dalam Fiqh seperti Imam Nawawi, dan dari segi banyak kasyaf dan karomahnya seperti Syekh Abdul Qadir al Jailani ”
Santri Syaikhona yang lain, Kh. Sholeh Lateng Banyuwangi pernah menukil komentar ulama Haramain dalam kitabnya :
لو يعلم أهل سرباية رتبة الخليل لزاره في كل ساعة
“ andai penduduk Surabaya tau derajat Syaikhona Kholil yang sesungguhnya, maka mereka akan menziarahinya setiap saat “
Tepat hari jumat 11 April/12 Syawal nanti adalah haul 1 Abad beliau, Insyaallah akan diadakan rangkaian acara Majlis Haul Akbar di Masjid beliau di Martajasah, juga akan ada launching kitab beliau yang baru saja ditemukan oleh Tim Turots. untuk ruh mulia beliau, Al-Fatihah
* Ismael Amin Kholil, Katib Tim Turots Syaikhona Kholil, 9 April, 2025