Oleh: Muhammad Ihyaul Fikro
Belakangan ini publik diramaikan lagi dengan kasus perundungan/bullying. Naasnya, bullying ini sering dialami oleh anak yang masih pada taraf pertumbuhan, kasus ini sering terjadi di lingkungan sekolah, rumah, maupun lingkungan bermain. Satu sisi anak bisa jadi korban dan di waktu lain juga ia bisa menjadi aktor utama bullying. Maka tidak mengherankan jika pada banyak kasus, anak menjadi korban bullying dari kawannya sendiri yang juga pernah menjadi korban bullying.
Beragam bullying, ejekan, hinaan, bahkan tindakan kekerasan dilontarkan dari pihak, yang sebenarnya adalah teman sendiri, sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental korban. Kondisi ini jika tidak segera ditangani akan terus berdampak bagi masa depan anak. Yang mana tindakan ini mengakibatkan seorang korban akan menjadi pribadi yang penakut, introvert, dan enggan berinteraksi sosial. Dalam hal ini Islam melalui Al-Quran menawarkan cara untuk mencegah terjadinya kasus bullying tersebut. Tepatnya pada surat Yusuf ayat 5, sebuah percakapan ayahnya dengan nabi Yusuf.
قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًاۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu karena mereka akan membuat tipu daya yang sungguh-sungguh kepadamu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang jelas bagi manusia.”
Jika kita kaji lebih mendalam lagi, bahwa dalam ayat tersebut terdapat pesan yang sangat penting dari dialog antara anak dan ayah. Nabi Ya’qub mengawali nasihatnya dengan munada (panggilan) kepada anaknya dengan lafal ya bunayya (wahai anakku). Redaksi tersebut merupakan isim tasghir (pengecilan) dari lafal ibn (anak) yang ikut wazan fu’ailun sehingga menjadi bunayya. Faidah dari tasghir ini untuk menunjukkan rasa belas kasih dan penuh cinta. Hal ini disebutkan Ibnu ‘Asyur tatkala menafsirkan ayat ini.
وبُنَيَّ- بِكَسْرِ الْيَاءِ الْمُشَدَّدَةِ- تَصْغِيرُ ابْنٍ مَعَ إِضَافَتِهِ إِلَى يَاءِ الْمُتَكَلِّمِ وَأَصْلُهُ بُنَيْوِي أَوْ بُنَيْيِي عَلَى الْخِلَافِ فِي أَنَّ لَامَ ابْنٍ الْمُلْتَزَمَ عَدَمُ ظُهُورِهَا هِيَ وَاوٌ أَمْ يَاءٌ. وَعَلَى كِلَا التَّقْدِيرَيْنِ فَإِنَّهَا أُدْغِمَتْ فِيهَا يَاءُ التَّصْغِيرِ بَعْدَ قَلْبِ الْوَاوِ يَاءً لِتَقَارُبِ الْيَاءِ وَالْوَاوِ، أَوْ لِتَمَاثُلِهِمَا فَصَارَ (بُنَيِّي) ….الى أن قال….وَهَذَا التَّصْغِيرُ كِنَايَةٌ عَنْ تَحْبِيبٍ وَشَفَقَةٍ. نَزَّلَ الْكَبِيرَ مَنْزِلَةَ الصَّغِيرِ لِأَنَّ شَأْنَ الصَّغِيرِ أَنْ يُحَبَّ وَيُشْفَقَ عَلَيْهِ. وَفِي ذَلِكَ كِنَايَةٌ عَنْ إِمْحَاضِ النُّصْحِ لَهُ.
Begitu pula pada surah Luqman ayat 31, dengan redaksi yang sama, Luqman menasihati anaknya dengan kata ya bunayya. Ini merupakan bentuk tarqiq menjaga kelembutan dan kasih sayang terhadap anak. Sama halnya dengan kalimat yang diungkapkan kepada seseorang dengan lafal “يا أخي, wahai saudaraku”.
Nabi Muhammad sendiri juga memanggil sahabatnya dengan menggunakan tasghir, seperti Abu Hurairah. Kata ‘hurairah’ merupakan bentuk tasghir dari kata ‘hirrah’, yakni kucing, karena kedekatannya dengan kucing.
Hal ini menunjukkan bahwa panggilan tasghir tidak hanya terbatas pada anak kecil saja, namun juga bisa diterapkan pada teman sejawat. Karena pesan yang ingin disampaikan Al-Qur’an ialah bagaimana komunikasi berlangsung sopan dan penuh kesantunan kepada siapa saja.
Selain itu, Komunikasi yang efektif terhadap anak juga memiliki pengaruh besar untuk membuatnya mudah menerima nasihat yang disampaikan. Nasihat yang dibalut rasa kedekatan dan kelembutan akan membentuk mental dan pola pikir anak yang tidak ingin mengganggu dan berkata kasar dalam berinteraksi pada orang lain.
Membentuk pola komunikasi seperti ini memang merupakan tanggung jawab bagi keluarga, terutama orang tua sebagai awal madrasah mereka. Tapi, di samping itu, juga diperlukan sokongan dan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari guru, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Pembiasaan seperti ini akan menjadikan anak tumbuh sebagai generasi cinta akan kedamaian dan mencegah mereka terhadap kekerasan, baik menjadi korban ataupun pelaku kekerasan, seperti bullying.