ASWAJADEWATA.COM – Rekomendasi hasil musyawarah bahtsul masa’il PBNU tentang mengatakan istilah kafir kepada non muslim menuai kontra bagi yang sulit memahami dan pro bagi yang mudah memahami. (1/3)
Salah satu hasil keputusan bahtsul masail maudhu’iyah pada Munas Alim Ulama Nahdhatul ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Ulama Situbondo KH. Afifuddin Muhajir memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa Negara Bangsa seperti Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah sah menurut pandangan syari’at Islam.
Kemudian beliau melanjutkan sebagai turutannya muncul pembahasan tentang status non muslim di Indonesia yang wajib dilindungi keamanannya, pertama mu’ahad, yaitu penduduk “darul harbi” yang sedang terikat akad perdamaian dengan “negara Islam”. Kedua musta’man/musta’min/muamman, yaitu non muslim yang diperkenankan memasuki “negara Islam”.
Ketiga dzimmi, yaitu non muslim yang menjadi bagian dari warga negara Islam melalui sebuah akad, yakni aqd dzimmah dengan beberapa ketentuan, antara lain : mereka harus tunduk kepada hukum2 Islam yang berlaku dengan beberapa pengecualian. mereka wajib membayar jizyah (pajak kepala) kepada negara dan dalam hal-hal tertentu status sosial mereka tidak boleh melebihi penduduk muslim. Terang Dosen Ma’had Aly Sukorejo, Situbondo
Dengan demikian, beliau menegaskan inti jawabannya ialah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semua bangsa Indonesia baik muslim maupun non muslim memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Sebagai penutup beliau menyayangkan sekali terjadi pemelintiran sehingga seolah-olah Bahtsul Masa’il membahas, apakah non muslim di Indonesia kafir atau bukan?.
(Syahrial)