ASWAJADEWATA.COM | DENPASAR
‘Wedang Ronde’ salah satu minuman tradisional yang cukup populer di Indonesia khususnya di pulau Jawa ternyata memiliki sejarah panjang dengan makna filosofi yang sangat menarik.
Minuman yang mempunyai khasiat menghangatkan badan ini ternyata berasal dari tanah Tiongkok dengan nama asli Tangyuan. Ya, jenis minuman kuliner ini masuk ke Nusantara jauh sebelum Belanda datang.
Kisah ini diungkapkan oleh sesepuh PSMTI Bali Wirya Subrata dalam acara Festival Ronde yang diadakan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) wilayah Bali, Sabtu malam (21/12) di kediaman H. Tresna Rahardjo Wikondo selaku pembina PITI Bali.
Lebih lanjut Wirya Subrata menjelaskan makna filosofis yang terkandung dalam wedang Ronde itu. “Banyak nilai-nilai yang dapat kita petik dari minuman ini selain khasiatnya sebagai penyehat badan,” katanya.
“Bahannya yang berasal dari ketan dan kenyal menjadi simbol persatuan dan kesetiakawanan. Dimana sangat tahan terhadap berbagai guncangan dan panasnya air saat direbus. Kombinasi warnanya pun memiliki arti yang tak kalah uniknya dari sejarah wedang Ronde itu sendiri. Merah adalah lambang dari keberanian, hijau merupakan karunia, dan warna putih artinya kebersihan hati. Sedangkan air Jahe melambangkan kehangatan, ditambah rasa manisnya yang adalah simbol keberkahan,” ungkap Wirya.
Diceritakan oleh Wirya lagi, bahwa di Tiongkok, festival ronde ini diadakan sebagai tanda berakhirnya musim dingin di akhir bulan Desember, dimana setiap warga Tionghoa di perantauan diingatkan untuk pulang mengunjungi keluarganya sebagai wujud kecintaan terhadap tanah asal dan leluhurnya.
“Ini maksudnya agar mereka tidak melupakan akar budaya leluhurnya, dan selalu melestarikannya dimanapun mereka berada,” jelasnya.
Dalam budaya Tionghoa, ada empat hal pokok yang selalu dijaga menurut Wirya, yaitu pertama kesetia-kawanan, kedua kecintaan kepada bangsa dan negara, ketiga persatuan, dan keempat kemampuan untuk dapat membaur dimanapun dengan siapapun.
Festival kuliner yang baru pertama kali diadakan ini menurut Mulyono lee ketua PITI Bali, bertujuan untuk mengenalkan tradisi Tionghoa sebagai bagian dari budaya Nusantara seiring dengan sejarah datangnya warga Tionghoa di bumi Nusantara yang kini telah menjadi satu bagian masyarakat yang tak dapat dipisahkan dalam bingkai NKRI.
Acara yang berlangsung meriah malam itu selain dihadiri oleh Setda Kodya Denpasar AA Ngurah Rai Iswara, juga mengundang berbagai kalangan masyarakat serta organisasi, antara lain PWNU Bali, Muhammadiyah, MUI Bali, PSMTI, MATAKIN, Sahabat APAN, PGN dan lainnya.
Setelah para undangan dipersilahkan menikmati hidangan khas Tionghoa yang disediakan panitia, acara dilanjutkan dengan penyerahan cendera mata oleh Ketua PITI Bali Mulyono Lee kepada setiap perwakilan organisasi yang hadir, dan ditutup dengan sesi foto bersama.
Reportase: Dadie W. Prasetyoadi
Foto: Ikhsan Noor