ASWAJADEWATA.COM – “Belajar agama yang benar adalah dari hati turun ke mata, kalau cinta datangnya dari mata turun kehati maka orang yang tidak pernah ketemu Rasulullah, nggak akan cinta, begitu juga orang yang buta yang tidak melihat, nggak akan punya cinta. Karena sesungguhnya cinta itu tidak membutuhkan penglihatan.” Begitu kata Gus Miftah di Tabligh Akbar dan Pengajian Isra’ dan Mi’raj serta Akhirussanah (Tkhtiman) yang diselenggarkan oleh Yayasan Al Farizi Benoa dan MMQ Jet Tempur bertempat di Mushalla Al Ikhlas Nusa Dua. (25/3)
Kemudian Gus Miftah melanjutkan, “Belajar agama itu jangan akal ikut hati, karena akal itu bisa bohong, sedangkan hati itu tidak bisa bohong. Seperti kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya.”
“Secara akal masak baru punya anak satu mau disembelih,” tambah pria yang mempunya nama lengkap Gus Miftah Maulana Habiburahaman itu.
Menurutnya tidak semua ajaran agama itu bisa dilogikakan, karena kalau semua ajaran agama itu bisa dilogikakan maka tidak ada bedanya agama dengan ilmu pengetahuan.
Lalu kenapa kemudian menjadi sebuah agama? “Karena disinilah bedanya agama dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan itu semua bisa dirasionalkan sedangkan agama tidak semua bisa dirasionalkan,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta tersebut.
Dengan jelas Gus Miftah juga menerangkan bahwa ayat pertama yang turun kepada Rasulullah adalah surat al Alaq yang berbunyi iqra’ bismirabbikalladzi khalaq. Iqra itu dimensi akal, bismirabbika itu dimensi hati.
“Begitu juga apa bedanya NU dengan non NU? Kalau NU itu menangkap ajaran dengan menggunakan hati, sedangkan non Nu itu menggunakan akalnya. Seperti orang NU diajak pengajian Isra’ Mi’raj, tapi kalau non NU biasanya tanya apa ada dalilnya,” pungkasnya.
Reporter: Syahrial A.
Editor: Dadie W. Prasetyoadi