Sebagai orang yang suka berdiskusi dengan maha santri Ma’had Aly saya pernah mengeluarkan instruksi: tergila-gilalah kamu hanya pada Allah! Lambat lain perkataanku sendiri memenuhi pikiran dan memotivasi nalar untuk terus mencari apa sesungguhnya yang disebut gila? Apa selamanya gila itu tidak terhormat? Atau sejatinya ada gila yang bermartabat? Nah, berikut hasil bacaan saya!
Dalam literatur hadis kata المجنون menyandang 2 makna. Pertama: makna lughawi/linguistik atau kebahasaan- dalam hal ini bahasa arab- yang berarti lawan kata dari العقل التكليفي (akal yang menjadi pijakan seseorang dikenai beban hukum) artinya tamyiz/satu sifat yang dengannya manusia bisa memahami syariat seperti makna amar (perintah) dan nahi (larangan).
Majnun tipe ini tercantum dalam hadits populer berikut:
«رُفع القلـم عن ثلاثة: عن النائم حتى يسـتيقظ، وعن الصغـير حتى يكبر، وعن المـجـنون حتى يَعقِـل أو يفيق».
“Saksi syariat dihapus dari 3 insan: orang tidur sampai tersadar kembali, anak kecil sampai dewasa (baligh), orang gila’ sampai berakal atau sembuh.”
Gila semacam ini adalah salah satu faktor seseorang tidak terkena taklif/beban hukum. Kemampuan untuk memahami, maksud atau niat untuk beribadah, mengharap pahala dan ridho Allah tidak dapat terwujud dalam situasi tidak waras.
Lebih jelas lagi, antara: tidur, kecil, gila merupakan illat yang secara garis besar sama-sama menghilangkan kesadaran al-Aql.
Selain 3 faktor ini, sejatinya masih ada 3 lainya : keliru, lupa, terpaksa. Dalam hadits, Rasulullah bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَال: (إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ) حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَاْلبَيْهَقِيّ وَغَيْرُهُمَا
“Dari sahabat Ibnu Abbas, Bagindah bersabda: “Sesungguhnya Allah membiarkan(mengampuni) kesalahan dari umatku akibat kekeliruan dan lupa serta keterpaksaan.” (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al Baihaqi serta selain keduanya). (HR. Ibnu Majah (2045), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (16/202), Ath Thabrani dalam al Kabir (11274), Al Hakim dalam al Mustadrak (2/216) , Ad Daruquthni dalam Sunannya (4/170) dan Al Baihaqi dalam al Kubra (7/356).”
Makna kedua dari kata majnun adalah makna syar’i yang coba diwacanakan oleh Utusan Allah Muhammad SAW. Beliau mengartikulasi kata المجنون cukup beragam seiring kontes atau kasus yang melatar belakanginya. Berikut ini setidaknya ada 3 hadist dimamana istilah majnun memuat maksud berbeda.
Hadits 1:
روى أنس بن مالك وأبو هريرة -رضي الله عنهما- قالا: «بينما النبي صلى الله عليه وسلم جالس في أصحابه، إذ مر رجل فقال بعض القوم: مجنون؛ فقال النبي صلى الله عليه وسلم: إنما المجنون المقيم على المعصية، ولكن هذا رجل مصاب».-
“Sahabat Anas bin Malik dan Abu Hurairah mengatakan: suatu waktu kami duduk bersama Nabi tiba-tiba ada seseorang berjalan melintasi kami. Kemudian sebagian kaum memanggilnya: hei majnun! Rasulpun menepis: (majnun bukan seperti itu), yang disebut majnun adalah orang yang punya habit bermaksiat, sedangkan si peria ini adalah orang yang ditimpa musibah.”
Hadits 2:.
وروي: «أنَّه صلى الله عليه وسلم رَأى قوماً مُجْتَمعين على إنْسَان، فقال ما هذا؛ فقالوا: مَجْنُون. قال: هذا مُصَاب! وإنما المَجْنُونُ الذي يَضْرِب بِمَنْكِبَيْه، ويَنْظُرُ في عِطْفَيه، ويَتَمطَّى في مِشْيَتِه».
المبارك بن الأثي، النهاية في غريب الحديث والأثر، ج: ١، ص: ٣٠٩
“Nabi menjumpai suatu kelompok yang mengelilingi seseorang, Rasul bertanya: apa ini? Mereka jawab:orang gila’. Beliau menepis: (bukan) ini adalah orang yang kena musibah! Hanya saja orang gila’ adalah orang yang menepuk 2 pundaknya, memandangi lengannya, dan membuat jalannya terhuyung-huyung.”
Dr. Ahmad bin Ali berkomentar:
وفي الثاني تنحصر دلالة الجنون في المعنى الخُلُقي، وهو: الكِبْر الذي تأتي الإشارة إليه من خلال بعض علاماته المائزة في المخيال العربي: يَضْرِب بِمَنْكِبَيْه- يَنْظُرُ في عِطْفَيه- يَتَمطَّى في مِشْيَتِه
“Dalam hadits kedua, makna majnun terbatas pada makna secara khuluqi (akhlak) yaitu: sombong yang dimaksud melalui beberapa ciri khasnya dalam imajinasi Arab; menepuk 2 pundaknya, memandangi lengannya, dan membuat jalannya terhuyung-huyung.”
Hadits 3:
وأخْرَجَ أحْمَدُ، وأبُو يَعْلى، وابْنُ حِبّانَ، والحاكِمُ وصَحَّحَهُ والبَيْهَقِيُّ، عَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، أنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قالَ: «أكْثِرُوا ذِكْرَ اللَّهِ حَتّى يَقُولُوا: مَجْنُونٌ»
وفي ” المجمع ” : رواه أحمد، وأبو يعلى، وفيه دراج، وقد ضعفه جماعة، ووثقه غير واحد، وبقية رجال أحد إسنادي أحمد ثقات
“Dari sahabat Abu said al-Khudri, Sesungguhnya Rasulullah bersabda: perbanyak ya dzikir pada Allah sampai orang-orang menyebut anda “majnun”.”
Menurut Nuruddin Muhammad bin Abdul Hadi, penulis Hasyiah as-Sanadi Ala Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, dhomir dari lafad يقولوا kembali pada orang-orang munafik. Digunakan lafad dhomir tanpa didahului kata munafik sebelumnya karena melihat dhohir hadis tersebut. Artinya ujarakan “majnun” yang ditujukan pada ahli dikir tidak mungkin muncul kecuali dari mereka.
Pemahaman ini dikuatkan oleh hadis riwayat al-Tabrani dengan sanad yang daif:
اذكروا الله ذكرا يقول المنافقون: إنكم مراؤون
Namun boleh jadi juga dhomir tadi kembali pada masyarakat (الناس).sebab terlalu banyak dikir akan berefek Zuhud & “terkubur” (tidak sibuk) soal urusan dunia. Rakyatpun mengatakan “dia gila” hal ini mereka pandang dari aspek dhohir sembari lupa dari aspek batin.
Dengan demikian, arti hadis diatas: perbanyaklah untuk inqitho’ (terputus pada selain Allah & fokus pada) Allah serta zuhudlah!
Berkenaan dengan dizkir, Abu Muslim al-Khaulani menyatakan bahwa dikir dalam anggapan ahli dikir adalah obatnya orang gila.
Satu lagi hadist yang cukup menarik:
حديث: ( أَكْثَرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْبُلْهُ )، هذا الحديث رواه البيهقي في الشعب، والبَزَّار في مسنده عن أنس وهو ضعيف. قال ابن الأثير: هو جمع الأبله، وهو الغافل عن الشر المطبوع على الخير
“Mayoritas penghuni Surga adalah orang botol (bodoh + tolol)”.
Ibnu Atsir mengomentari: kata البله adalah bentuk jamak dari الأبله. Yaitu orang yang lupa akan kejelekan serta terjerumus pada kebaikan.
Bodoh yang dimaksud bukan tidak punya akal namun bodoh dalam pandangan ahli dunia karena orang bodoh yang begini sudah tidak fokus atau konsentrasi pada dunia.
Abu Ja’far at-Thohawi menuturkan: aku menyebut hadis ini ke Ahmad bin Abi Umran, dia berkata: maknanya betul yaitu orang-orang bodoh yang dimaksud adalah yang bodoh akan hal-hal yang diharamkan oleh Allah bukan orang yang tidak punya akal.
Imam al-Auza’i ditanya terkait arti الأبله di hadis. Komentar beliau:
«الأعمى عن الشر البصير بالخير».
“Dia adalah orang yang buta akan keburukan namun melihat akan kebaikan.”
Kembali pada topik gila, Imam al-Hasan al-Bashri menegaskan terkait pengalamanya bertemu dengan para sahabat Rasul:
«أدركنا أقوامًا لو رأيتموهم لقلتم مجانين! ولو رأوكم لقالوا شياطين!».
“Kami menututi satu generasi yang andai kalian melihat mereka niscaya kalian mengatakan: mereka orang-orang gila , sebaliknya bila mereka menjumpai kalian tentu para sahabat akan menyebut: kalian para setan”.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya ke as-Saib bin Yazid: apakah kamu pernah melihat sahabat Nabi berizar/bercelana dengan rida’ (semacam pakaian atau selendang) atau berpakaian menggunakan rida’, lalu sahabat itu keluar rumah? Saib menjawab: iya,
Sang Khalifah menegaskan:
لو صنع ذلك أحد اليوم لقيل: مجنون!..».
Andai ada seseorang hari ini yang begitu tentu akan dijuluki “majnun”.
Dari uraian tadi, dapat ditarik rangkuman makna majnun dalam hadits:
a. Tidak waras, tidak berakal, hilang kesadaran
b. Terus menerus dalam kemaksiatan
c. Sombong dan congkak
d. Fokus pada Allah seraya Zuhud
Majnun dalam arti pertama terlepas dari taklif/beban hukum sehingga dosa dan pahala tida berlaku. Berbeda terbalik dengan majnun sisanya dimana hukum haram, wajib dan seterusnya tetap melekat. Bahasa yang lebih sederhana, ada orang gila yang bebas hukum dan ada orang gila’ yang tetap terikat hukum.
Mari kita tergila-gila pada Allah!
Arifin, 31 Januari 2024