Media sekelas itu tidak mungkinlah publis konten sembarangan. Pasti melibatkan banyak tim redaksi. Dari proses produksi hingga publikasi.
Pertanyaannya, kenapa pesantren Lirboyo menjadi bahan konten? Lirboyo adalah diantara pesantren besar. Sehingga, alasan ini menjadi konten jitu untuk menarik intraksi di media sosial.
Masalah ada reaksi dari masyarakat, jelas ini sudah diperhitungkan dan sudah “disiapkan” oleh media ** itu. Dan memang itu yang diharapkan oleh pihak media. Semakin banyak intraksi maka semakin bercuan.
Namanya juga media **. Apapun akan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan. Terlebih pesantren saat ini sedang banyak sorotan di media sosial. Maka, kesempatan emas bagi media itu untuk mengangkat tema terkait pesantren. Terbukti langsung viral.
Bagi pihak media, tak penting viralnya dengan respon hujatan. Mau kampanye boikot atau teriak takbir bubarkan, bodo amat. Toh nanti bisa diselesaikan dengan maaf-maafan.
Ada yang memberi analisa, pasti ini ada pihak yang bermaksud menghancurkan pesantren, dengan framing negatif. Media tv itu hanya alat untuk menghancurkan. Sementara di balik itu, ada iblis yang ingin menggusur pesantren dari tanah NKRI ini.
Analisa tersebut bisa dibenarkan juga, karena memang pesantren memiliki peran dan posisi yang strategis dan signifikan dalam kemerdekaan dan keutuhan negara tercinta ini. Pesantren bubar, Indonesia hancur. Demikianlah tujuan iblis di balik tv itu.
Korkesi bagi kita
Dalam tulisan yang lain, saya pernah menyampaikan, bahwa media sosial adalah penjajahan digital. Media sosial dijadikan alat tidak untuk menyerang, tetapi untuk saling menyerang diantara kita. Buktinya, diantara kita sendiri saling hujat-hujatan. Termasuk terkait pesantren.
Postingan kita sendiri bisa menjadi pedang untuk saling serang diantara kita.
Koreksi dan intropeksi bagi kita adalah, hobi postang posting di media sosial harus dikurangi dan selektif. Karena, video yang ditampilkan di media-media itu pasti didapat dari postingan di media sosial juga.
Maka, jangan sedikit-sedikit difoto dan divideo lalu diposting. Kita harus paham, bahwa diantara kejahatan media sosial adalah jejak digital yang suatu saat akan menjadi senjata makan tuan.
Meski awalnya kita posting dengan narasi yang positif, akan dimanfaatkan oleh pihak yang memiliki “kepentingan”. Sehingga konten yang awalnya bernarasi positif, tiba-tiba muncul di media lain dengan narasi negatif.
Semoga, dengan kemuliaan dan keberkahan pesantren, kita dan Indonesia istikamah baik-baik saja. Amin ya Rabb…
Oleh: Muhammad









