ASWAJADEWATA.COM | JAKARTA
Catatan kecil di acara Harlah 102 NU dan Munas NU di Jakarta.
Istora Senayan Jakarta, Rabu malam (5/2/2025) menjadi saksi sejarah. Nahdlatul Ulama (NU), organisasi yang lahir dari rahim perjuangan ulama dan rakyat, merayakan 102 tahun perjalanannya. Bukan sekadar seremonial, tetapi refleksi mendalam tentang tanggung jawab besar yang terus diemban: menjaga negeri, mengawal peradaban.
Harlah dimulai dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, menenangkan hati dan mengingatkan bahwa segala upaya harus bermula dari doa. KH Anwar Iskandar memimpin munajat, mengharapkan keberkahan dan perlindungan Allah bagi rumah besar bernama Indonesia.
“Bapak Presiden, Wakil Presiden, para menteri, mari kita doakan negeri ini dengan ikhlas. Kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan penuh keikhlasan dan kebijaksanaan,” tuturnya.
NU ini adalah warisan untuk Bangsa dan Dunia
Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyampaikan sambutannya dengan penuh hormat kepada seluruh tamu yang hadir, mulai dari Presiden, Wakil Presiden, para menteri, hingga 45 duta besar luar negeri yang hadir.
“Setelah satu abad, NU telah mewariskan lebih dari ribuan pesantren. Ada ratusan lembaga pendidikan, rumah sakit, serta pengembangan sistem digital yang kini tengah kami kembangkan,” ungkapnya.
NU terus melangkah maju. Dari kerja sama strategis dengan berbagai kementerian hingga pengelolaan ribuan hektar lahan pertanian oleh petani NU, semua dilakukan demi kemaslahatan umat. Dan di kancah global, NU tak henti memperjuangkan Islam yang damai.
NU sebagai perjuangan di Dunia dan Akhirat
Rais Aam PBNU KH Miftahul Ahyar turut mengingatkan dalam kesempatan itu, bahwa perjuangan para nabi selalu penuh ujian. Begitu pula NU.
“Ada yang menarik,” ujarnya. “Anggota NU itu bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat.”
NU bukan hanya organisasi, tetapi gerakan yang berlandaskan keikhlasan. Selalu berpihak kepada rakyat kecil, membangun karakter dan kecerdasan. Rasulullah pernah bersabda agar umatnya tidak menjadi kelompok “imma’ah” yang hanya ikut-ikutan. NU berusaha membangun umat yang mandiri, berprinsip, dan berdaya.
Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan bahwa NU selalu membawa aura sejuknya. Presiden naik ke podium dengan senyum khasnya.
“Begitu saya masuk ke sini, langsung terasa aura kesejukan, kekeluargaan, niat baik,” katanya.
Ia berbicara tentang kedekatannya dengan NU dan bagaimana tentara serta ulama memiliki ikatan erat. Keduanya berjuang menghadapi maut demi bangsa.
“NU punya jasa besar dalam perjuangan kemerdekaan. Saat krisis, NU selalu tampil terdepan,” lanjutnya.
NU adalah garda Islam yang damai, rahmatan lil ‘alamin. Tak heran, dalam sejarah Indonesia, ada 13 pahlawan nasional dari NU, dan di kabinetnya pun banyak diisi oleh kader NU.
Namun, yang paling menegaskan sikapnya adalah komitmen membangun pemerintahan yang bersih.
“100 hari pertama, siapa yang bandel akan saya tindak!” ujarnya tegas. “Seluruh aparat, bersihkan dirimu sebelum kau dibersihkan!”
Pesannya jelas, kepemimpinan adalah amanah rakyat. Dan amanah harus dijalankan dengan keberanian, kejujuran, dan keteguhan hati.
NU dalam perjalanannya belum usai. 102 tahun bukan sekadar angka, melainkan perjalanan panjang penuh perjuangan. Namun, jalannya masih panjang. NU tetap teguh menjaga negeri dan mengawal peradaban.
Selamat berharlah, bermunas, dan berkonbes. Semoga NU terus menjadi cahaya bagi Indonesia dan dunia.
Penulis: Dr. M. Fawaid, M.Pd.I (Katib Syuriah PWNU Bali)