ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Muhammad Zunus
Di benak sebagian nahdliyyin, muncul anggapan kuat kalau kekuasaan itu buruk. Politik adalah kubangan, kotor, tabiat buruk yang perlu dijauhi. Gus Baha’ muncul secara aktual. Ia menyampaikan gagasan yang sebenarnya telah lama jadi pegangan kiai-kiai NU. “Kekuasaan harus dikelola orang-orang baik”.
Entah sejak kapan nahdliyyin begitu takut dengan kekuasaan. Barangkali sejak melihat Pak Harto berkuasa, atau khittah 26 dikukuhkan. Padahal, sejak awal 1990 Gus Dur telah menyusun langkah strategis mengambil alih kekuasaan. Tentu dengan cara yang sah dan sesuai konstitusi. Tiba waktunya, dan ia berhasil.
NU tidak berpartai. NU tidak ngurusin politik, apalagi kekuasaan. Tagline itu perlu dikoreksi, dikikis hingga habis. Partai yang menjadi jalur sah politik NU juga harus berbenah. Tak hanya institusinya, tetapi menyeluruh hingga ke pengurusnya, bahkan staf-stafnya. Konsolidasi dari pesantren ke pesantren, dari kiai ke kiai, jaringan habaib kembali disatukan. Jalur besar disatukan. Poros Ciganjur, Tebuireng, Tambakberas, sepanjang Pantura kembali diperkuat. Disatukan dalam gerak harmonis. Itu adalah dangkel kuat yang jika menyatu, siapapun bakal gugup menghadapi.
NU adalah pemilik saham mayoritas negeri ini, sewajarnya punya peran besar.
Selamat Harlah ke-98 Nahdlatul Ulama.