Ajaran Ikhtiar dan Harapan dari Siti Hajar

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

Oleh: Muhammad Taufiq Maulana

Seusai melahirkan, Siti Hajar ditinggal suaminya. Sepi dan sunyi. Di tempat gersang dan tandus itu, ia bersama sang buah hati mendekap harapan berlarut kegelisahan.

Di lembah yang jauh dari jangkauan, tangis pilu sang bayi sungguh menggelisahkan seorang ibu. Siti Hajar segera berdiri bergegas dengan langkah cepat tapi berat. Karena antara khawatir meninggalkan sang bayi dan cemas sang bayi kelaparan. Sehingga dikenal dengan lari-lari kecil.

Sebanyak tujuh kali Siti hajar bolak-balik dari bukit sofa ke bukit Marwah.

Dengan ikhtiar yang gigih berbalut pasrah dalam doa, akhirnya -ternyata- Allah mengabulkan ikhtiar Siti Hajar melalui kaki sang bayi yang menyentuh-nyentuh tanah, bersumber air yang dikenal dengan zam-zam.

Dari peristiwa Siti Hajar tersebut memberi pesan hikmah bahwa Siti Hajar yang berusaha atau berikhtiar mencari-cari air, Allah kabulkan melalui sang bayi, bersumber air. Siti Hajar tidak mengeluh, kok malah dari sang bayi air itu muncul. Karena memang, ikhtiar yang dilakukannya diharapkan untuk sang bayi.

Hikmahnya, tidak semua usaha yang dilakukan akan berhasil dari diri sendiri, tetapi bisa muncul melalui orang lain. Sebaliknya, tidak semua keberhasilan yang kita dapatkan adalah murni karena usaha kita, bisa juga karena usaha orang lain yang kita tidak tahu.

Makanya, ada orang terus berusaha meski tahu hasilnya tidak melalui dari dirinya atau bukan untuk dirinya. Karena ia berusaha memang untuk kemanfaatan orang lain. Ia tidak akan keberatan jika ternyata orang lain yang mendapatkan dan merasakan hasilnya.

Sebaliknya, ada orang yang keberatan bahkan mempermasalahkan ketika dia yang berusaha tapi ternyata hasilnya muncul dari orang lain, atau orang lain yang mendapatkannya. Keluhnya, “loh, kok dia yang dapat, padahal kan saya yang kerja mati-matian. Enak kali dia langsung dapat hasilnya.”

Jika kita berposisi pada orang yang berusaha tetapi hasilnya tidak melalui kita atau untuk kita, maka jangan pernah berkecil hati apalagi merasa gagal dan kecewa. Maka juga, jika kita berada posisi pada orang yang mendapatkan keberhasilan, jangan merasa itu semua jerih payah kita sendiri. Kita harus sadar, bahwa ada usaha orang lain atas keberhasilan kita. Mungkin kita hanya sebagai orang yang mendapatkan atau merasakan hasil, sementara usahanya adalah orang lain.

Kenapa Allah membuat teka-teki usaha dan keberhasilan zigzag begitu? Ada hikmah yang harus kita pahami. Yaitu agar kita tidak kecewa saat usaha kita tidak ada hasil, karena barangkali hasilnya melalui orang lain. Begitu juga, ketika kita mendapatkan keberhasilan, kita tidak bangga dan sombong, karena kita sadar bahwa keberhasilan kita pasti ada usaha orang lain.

Sebagai pemimpin, tetap terus berusaha membuat program dan membangun, meski hasilnya atau penghargaannya didapatkan oleh pemimpin berikutnya. Jangan merasa, “Saya kan sebentar lagi lengser, ngapain buat program baru atau terus membangun. Nanti kalau berhasil, yang dapat pengakuan dan penghargaan pasti pemimpin setelah saya”.

Maka, sebagaimana ajaran ikhtiar Siti Hajar, harapannya adalah demi sang bayi. Begitu juga kita, setiap ikhtiar dan usaha yang kita lakukan, harus diharapkan untuk kemanfaatan dan kemaslahatan bagi banyak orang. Agar ketika gagal tidak kecewa, mungkin dari orang lain hasilnya akan terwujud. Ketika berhasil tidak bangga dan sombong, karena kita sadar ada usaha orang lain dalam keberhasilan kita.

diunggah oleh:

Picture of Muhammad Ihyaul Fikro

Muhammad Ihyaul Fikro

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »