ASWAJA DEWATA.COM – Indonesia merupakan negara multikultur, mengedepankan gotong royong dan kekeluargaan selalu menjadi wajah khas Nusantara. Kekeluargaan di Indonesia sangat terpupuk dengan baik, sehingga masyarakatnya mampu berinteraksi secara intens seperti keluarga sungguhan. Keluarga yang di dalamnya terdapat orangtua dan anak yang saling berinteraksi dan merupakan ruang terkecil dalam interaksi. Dalam keluarga khususnya orangtua memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Sehingga nantinya anak dapat berperilaku sesuai dengan nila-nilai dan norma yang dianut masyarakat.
Upaya untuk meningkatkan rasa kekeluargaan dan silaturahmi sering dilakukan ketika Hari Raya Idul Fitri atau sering disebut lebaran.
Hari Raya ‘Idul Fitri merupakan salah satu hari besar bagi umat Islam yang sangat di nanti.
Ketika Hari Raya ‘Idul Fitri banyak sanak saudara yang berada di perantauan atau bertempat tinggal jauh berkumpul untuk saling bertemu dan bersilaturahmi. Namun momen yang suci tersebut selalu dibarengi dengan hal-hal yang dinilai tidak tepat. Sebagian besar orangtua di Indonesia ketika lebaran menjadikan anak-anaknya sebagai ‘ATM Dadakan’. Kita sering mendengar orangtua berkata, “sudah dapat (uang) berapa, nak?”, “nanti kita ke rumah bibi ya, siapa tahu nanti kamu (anak) dapat THR”, dan saat ini masih banyak orangtua memproduksi kalimat serupa.
Perkataan-perkataan yang seperti itu akan tertanam dalam diri anak bahwa ketika lebaran ia akan mendapat banyak uang dari tetangga maupun sanak saudara. Sehingga anak-anak berusaha mendapatkan banyak uang ketika Hari Raya ‘Idul Fitri. Ketika anak-anak mencari THR, maka anak keluar dari pengawasan orangtua. Ketika anak-anak selesai mencari THR, mereka akan pulang dan menyerahkan uang mereka pada orangtua. Karena sebagian besar orangtua akan berkata “Nanti kalau uangnya sudah dapat banyak, ibu yang bawa ya. Supaya uangnya tidak hilang”. Anak-anak memberikan uang hari rayanya kepada orangtua karena mereka percaya bahwa uangnya tidak akan hilang dan aman apabila dipegang oleh orangtua. Ketika sebagian orangtua ditanya, mereka menjawab “saya mengajarkan anak saya untuk rajin menabung”.
Dalih orangtua mengajarkan anaknya untuk menabung memang tidak salah, namun akan lebih baik jika anak-anak diajarkan untuk menabung di bank. Saat ini sudah banyak bank di Indonesia yang di khususkan untuk anak-anak. Jika menabung di bank dinilai rumit, karena melewati proses administrasi. Maka orangtua dapat mengajarkan anak untuk menabung di celengan. Celengan juga menjadi sarana untuk mendidik anak untuk melatih kesabaran dan kejujuran.
Mari para orangtua mulailah untuk tidak mengeksploitasi dan menggambil hak anak. Tumbuhkan budaya malu pada diri anak untuk tidak menggantungkan diri pada orang lain.
(Eym)