ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: M. Taufiq Maulana
Wallahi, sungguh ya, kita pasti cemburu alias sakit hati jika orang yang dicintai dihina. Siapapun pasti merasakan itu, sakit hati yang dirasakan mana kala ada orang yang meghina sesorang yang kita cintai. Begitupun sebagai umat Islam, pasti sakit hati ketika ada yang menyebut Rasulullah dengan kata-kata yang merendahkan. Kecemburuan memang wajib dirasakan oleh umat Islam tatkala Rasulullah diremehkan. Ini sebagai bukti bahwa kita mencintai panutan umat Islam.
Sebagaiamana dalam kehidupan menjalani cinta, yakni orang yang mencintai pasti memiliki rasa cemburu, seorang muslim pun yang mencintai Rasulullah juga harus memiliki rasa cemburu. Jika orang yang mencintai cemburu ketika orang yang dicintai diganggu orang lain, maka seorang muslim pun juga harus cemburu ketika Sang panutannya diganggu orang lain.
Kecemburuan dalam cinta sebagai bukti bahwa orang itu benar-benar mencintai. Begitu juga sebagai umat Rasulullah, seorang muslim pun juga harus memiliki rasa cemburu, guna membuktikan dirinya benar-benar mencintai Nabinya. Orang yang mencintai seseorang ternyata dia biasa saja ketika melihat atau mendengar orang yang dicintai diganggu orang lain, maka orang tersebut akan dianggap tidak serius menjalani cinta. Begitu juga seorang muslim, jika Sang Panutannya Baginda Nabi Muhammad saw. diganggu ternyata dia biasa saja, maka identitas sebagai umat Rasulullah diragukan dan dipertanyakan.
Dalam agama, seorang muslim yang benar-benar ada rasa cinta yang membuat dirinya memiliki rasa cemburu, juga akan menjaga kemulian Nabinya. Bahkan sangat berhati-hati ketika mennyebut nama Nabinya agar tidak melakukan kesalahan yang membuat kemuliaan Nabinya akan ternodai. Dengan rasa cemburu yang menjadi sifat seorang muslim, akan menjaga dirinya untuk merasa selalu menjaga kemuliaan Nabi Muhammad saw. sebagai panutannya, agar tidak melakukan kesalahan yang membuat dirinya terjerumus menodai keagunangan Rasulullah.
Kecemburuan; antara Dewasa dan tidak
Kecemburuan yang merupakan fitrah dalam kehidupan cinta, kadang membuat seseorang lepas kendali dalam mewujudkan sikapnya. Sehingga ketika kecemburuanya terlalu dalam, sikap yang menunjukkan dirinya cemburu juga bisa keterlaluan. Tidak jarang orang yang mencintai melakukan hal-hal tidak pantas atau bahkan hal-hal bodoh ketika dia tidak mampu mengendalikan perasaan yang dihujam oleh rasa cemburu. Dan juga tidak jarang, ada orang yang bersikap heboh seolah dia merasakan cemburu karena hanya ingin dikatakan atau dianggap oleh yang dicintai, dia benar-benar cinta padanya.
Begitu juga kecemburuan dalam membela Rasulullah, seorang muslim yang mencintai Rasulullah, kadang keterlaluan ketika menunjukkan kecemburuannya. Sehingga sikapnya melampaui batas dari ajaran Nabinya, semisal tidak mempertimbangkan keadaan dan kondisi sekitar. Yang dikhawatirkan, sikap yang keterlaluan itu hanya sebagai simbol pribadi atau simbol kelompok bahwa dirinya atau kelompoknya diakui membela Rasulullah. Lebih parahnya lagi, khawatir itu merupakan bungkus yang didalamnya memuat ambisi atau politik yang mementingkan pihak tertentu.
Untuk menghidar dari sikap kecemburuan yang keterlaluan atau melampaui batas, perlu mengklafikasi sifat cemburu itu sendiri. Kecemburuan dipandang dari aspek sikap seseorang ada dua, ada kecemburuan yang dewasa dan ada kecemburuan yang tidak dewasa. Kecemburuan yang dewasa adalah kecemburuan yang didasari dengan logika yang sehat sehingga kemudian sikap dari kecemburuan itu tidak keterlalaun. Sementara kecemburuan yang tidak dewasa adalah kecemburuan yang lepas kontrol dari logika yang sehat sehingga tampaklah sikap yang keterlaluan.
Seseorang yang merasakan cemburu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak pantas atau bodoh, ketika dia mendasari kecemburuannya pada logika yang sehat, meskipun rasa cemburunya sangat dalam. Begitu juga dalam membela Nabinya, ketika seorang muslim merasa cemburu karena Rasulullah dihina atau pun rendahkan, dia tidak akan melakukan hal-hal yang bodoh, anarki, dan brutal, ketika dia mendasari kecemburuannya pada logika yang sehat, yang menyadari pada ajaran atau teladan Rasulullah. Bahkan ketika sikap yang seolah menunjukkan kecemburuan yang ternyata itu memiliki ambisi atau unsur politik, tidak akan pernah terjadi. Karena logika yang sehat tidak akan pernah menerima sesuatu yang buruk, bahkan akan menentangnya.
Kritik atas Fakta Kecemburuan dalam Membela Rasulullah yang melampaui batas
Memang, cemburu itu juga sifatnya seorang muslim. Sehingga ketika Rasulullah dihina, jika orang-orang muslim betul-betul cinta pada Rasulullah, mereka pasti cemburu. Hanya saja ada kelompok yang menunjukkan kecemburuannya dengan sikap yang melebihi batas, sampai merusak dan menhancurkan fasilitas umumm dan mengganggu ketentraman tatanan sosial. Apakah memang begitu yang diajarkan Rasulullah untuk membela Rasulullah? Semisal melakukan aksi anarki dengan cara menggunakan pentungan dengan berpakaian Islami seraya mengucapkan takbir. Bahkan sampai mengumpat hujatan caci-maki dan sumpah serapah.
Apakah tidak ada jalan lain yang lebih tepat yang tak perlu menggunakan cara-cara keras? Jika tetap terus menggunakan cara-cara keras, maka yang terjadi akan menjadi tunggangan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Seperti ini menunjukkan kesan umat Rasulullah menjadi tidak baik. Jangan-jangan, cara yang demikian malah membuat kita sendiri yang justru menghinda dan merendahkan Rasulullah. Karena dalam banyak sijarah, Rasulullah tidak pernah mengizinkan bahkan melarang umatnya melakukan kekerasan dan hujatan caci maki, meski tujuannya untuk membela Rasulullah.
Kita sebagai umat muslim harus memiliki rasa cemburu atas agama kita tak terkecuali ketika Rasulullah diremehkan, tetapi jangan bodoh ketika hendak menunjukkan sikap kecemburuan itu. Kita harus cerdas. Kita harus menilai terlebih dahulu tentang sikap kecemburuan kita, apakah akan memberi nilai manfaat atau maslahah atau malah membuat mudharat?
Sejauh ini, apakah cara-cara itu lebih baik ataukah ada cara lain yang justru lebih indah, lebih damai, dan lebih menyentuh? Kecemburuan yang disikapi dengan kedewasaan alias akal yang sehat, tidak akan menimbulkan mudlarat. Saat ini, telah kita saksikan dan rasakan bersama, betapa buruknya akibat dari kecmburuan yang didasarkan kepada kebencian, kedengkian dan diekspresikan dengan hujatan caci maki. Entah, apakah ini kecembuaran yang didasarkan kepada perasaan atau dendam kepentingan. Wallahu a’lam…
Penulis adalah Magister Hukum Islam Alumni Ma’had Aly Ponpes Salafiyah Safi’iyah Sukorejo dan Ketua LTNNU Provinsi Bali