Oleh: Muhammad Ihyaul Fikro
Bulan Rabi‘ul Awwal selalu membawa nuansa istimewa bagi umat Islam. Di bulan ini, kita mengenang kelahiran Nabi Muhammad SAW, sosok agung yang menjadi teladan sepanjang zaman. Maulid Nabi biasanya dirayakan dengan shalawat, tausiyah, dan pembacaan sirah Nabi. Namun, peringatan ini tidak semestinya berhenti pada seremonial belaka. Lebih dari itu, Maulid adalah momen refleksi: bagaimana kita meneladani akhlak Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu teladan beliau yang relevan dengan kondisi dunia saat ini adalah kepedulian Nabi terhadap lingkungan. Di tengah isu pemanasan global, polusi udara, dan kerusakan alam, Maulid Nabi dapat menjadi momentum kebangkitan kesadaran ekologis. Sebab, mencintai Rasulullah sejatinya juga berarti mencintai apa yang beliau cintai: bumi dan seluruh makhluk di dalamnya.
Teladan Ekologis Rasulullah SAW dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW menunjukkan keteladanan yang sangat dalam dalam hal menjaga lingkungan. Beliau tidak hanya menyampaikan nasihat secara lisan, tetapi juga memberikan teladan nyata tentang bagaimana manusia seharusnya memperlakukan alam. Kesadaran ekologis Nabi SAW begitu kuat, tercermin dalam setiap sikap dan perilakunya.
Salah satu contoh paling nyata adalah sikap beliau terhadap penggunaan air. Dikisahkan, Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang berwudhu dengan air berlebihan, meskipun saat itu ia berada di sebuah sungai dengan aliran air yang melimpah. Pesan ini mengajarkan bahwa hemat air bukan sekadar persoalan teknis, tetapi bagian dari kesalehan ekologis. Rasulullah ingin menegaskan bahwa air, meskipun tersedia banyak, tetaplah anugerah yang harus dijaga dan tidak boleh digunakan secara berlebihan.
Teladan lain yang ditunjukkan Rasulullah adalah perhatian beliau terhadap kebersihan. Sabdanya yang masyhur, “Kebersihan adalah sebagian dari iman” (HR. Muslim), menjadi fondasi penting dalam membangun kesadaran umat Islam tentang pentingnya kebersihan, baik kebersihan diri, tempat ibadah, maupun lingkungan. Menjaga air tetap jernih, udara tetap segar, dan tanah tetap subur adalah bentuk nyata dari pengamalan iman itu sendiri.
Tidak hanya itu, Rasulullah juga dengan tegas melarang umatnya merusak alam. Dalam banyak riwayat, beliau melarang menebang pohon secara sembarangan atau membunuh hewan tanpa alasan yang benar menurut syariat (HR. Bukhari dan Muslim). Larangan ini menunjukkan bahwa Islam menempatkan alam sebagai bagian dari amanah Allah yang tidak boleh diperlakukan secara zalim. Manusia memang diberi hak untuk memanfaatkan sumber daya, tetapi tetap harus dilakukan dengan bijaksana, penuh tanggung jawab, dan tidak merusak keseimbangan ekosistem.
Hari ini, peringatan Maulid Nabi bisa menjadi momentum refleksi ekologis. Mengingat beliau bukan hanya guru spiritual, tetapi juga pelindung alam. Kesadaran ekologis yang berangkat dari cinta kepada Rasulullah akan melahirkan perilaku hidup sederhana, ramah lingkungan, dan penuh kasih terhadap seluruh makhluk.
Dengan demikian, mencintai Rasulullah berarti pula mencintai bumi. Sebab, mengikuti sunnah beliau adalah menjaga keseimbangan hidup, merawat lingkungan, dan memastikan generasi mendatang tetap bisa menikmati keindahan ciptaan Allah.