ASWAJADEWATA.COM | JAKARTA
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag mengatakan penting merawat bumi dan membangun kesadaran kolektif untuk mewujudkan ekoteologi dalam berbagai bentuk. Inisiatif IPARI yang membangun kesadaran mengenai eco enzyme dan lifestyle merupakan ide besar dan memiliki dampak luar biasa jika dilaksanakan secara maksimal.
Prof Abu Rokhmad menyebutkan dalam persepektif Al-Qur’an, dunai atau makhluk diciptakan secara berpasang-pasangan, maka manusia bisa lihat fakta yang sangat menarik bahwa ada bumi dan langit. Bumi dipersepsikan dalam seluruh kesadaran kehidupan kosmologi kita sebagai ibu pertiwi dan makhluk yang memiliki kualitas feminim. Sementara langit diasosiasikan sebagai ciptaan yang identik dengan perkasa, ada nuansa kekuatan, dan lainnya.
“Misalnya ketika mendung atau hujan tentu langit terasa sangat jantan,” sebut Dirjen Bimas Islam saat sambutannya pada Webinar Nasional: Zero Waste Lifestyle, Pembuatan dan Manfaat Eco Enzyme Peran Penyuluh Agama dalam Pelestarian Lingkungan”, yang dilaksanakan Pengurus Pusat Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (PP IPARI), Rabu, 21 Mei 2025.
Ia menyebutkan salah satu program prioritas Menteri Agama selama lima tahun ke depan adalah ekoteologi, yang memberi pesan sangat kuat bahwa pentingnya kesadaran merawat bumi dan mewariskannya agar bisa dinikmati generasi mendatang.
“Tentu ini inisiatif sangat luar biasa,” tegas Prof Abu Rokhmad dalam acara yang dihadiri Direktur Penerangan Agama Islam, Dr. H. Ahmad Zayadi, Kasubdit Bina Penyuluh Agama Islam, Dr. H. Jamaluddin M. Marki, Lc., M.Si, Ketua Umum PP IPARI, H. Daloh Abdaloh, M.Ikom, Pelopor Gerakan Eco Enzyme Internasional, dr Joean Oon dan Ketua Go Green Enzim Bakti Indonesia, NS Linda.
Melalui kemasan ekoteologi, kata Abu Rokhmad, ilmu tentang ketuhanan yang menyangkut lingkungan adalah hal penting disadari bersama. Manivestiasi ekoteologi tidak hanya dalam bentuk penanaman pohon, tapi bisa berbentuk wakaf hutan untuk memastikan paru-paru bumi tetap sehat, serta dapat memberikan kontribusi nyata bagi kehidupan manusia, termasuk bermafaat bagi flora, fauna, dan tersedia oksigen yang sehat.
Semua ini bentuk pengamalan, penghayatan, dan implementasi ekoteologi. Hari ini yang dilakukan IPARI sesuatu yang berdampak luar biasa. Kesadaran memilah sampah sejak di dapur antara sampah organik dan non organik merupakan langkah yang tidak bisa dianggap sepele. Pengelolaan sampah menjadi bagian menjaga bumi agar bumi yang dianggap sebagai ‘ibu pertiwi’ dapat menyusui anaknya, sehingga generasi berikutnya bisa menikmati keindahan bumi serta menjadi tempat tinggal humanis.
“Bumi yang dirawat dengan baik tentu ibarat ibu yang memberikan perlindungan pada anaknya”, jelas Dirjend Bimas Islam dalam acara yang dipandu Sekretaris Umum PP IPARI, Hj. Elvi Anita Afandi.
Menurutnya, inisiatif zero waste lifestyle harus diwujudkan dalam bentuk nyata dan berdampak nyata pula bagi masyarakat. Memang program ini berat dilakukan, bahkan bertahun-tahun kita tidak peduli tentang pengelolaan sampah. Urusan sampah terkesan sepele, namun tidak pernah tuntas. Masih ada kota yang belum maksimal mengelola sampah dan pembuangan akhir. Maka sangat penting bagi masyarakat menghidupkan budaya bersih, memilah sampah secara bijak supaya bisa dikelola dengan baik.
Mari wujudkan dalam bentuk kerja penyuluh agama melalui penyuluhan dan bimbingan. Sisipkan pesan-pesan ekoteologi dan gunakan bahasa-bahasa agama untuk memastikan bahwa merawat bumi, membuang sampah pada tempatnya, dan mencegah polusi udara adalah ajaran agama yang patut ditaati.
Harapannya program ini benar-benar berdampak, tidak boleh hanya sekedar wacana. Perlu didata secara valid agar bisa jadi acuan dan bahan laporan kepada publik, sehingga publik menyadari pentingnya ekoteologi.