Thursday 25th April 2024,

Tantangan Mengembangkan Media Keislaman di Pulau Bali

Tantangan Mengembangkan Media Keislaman di Pulau Bali
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Muhammad Sofi Zihan

Catatan dari Bimbingan Teknis Literasi Digital Bagi Penyuluh Agama Islam Kemenag RI

Di tengah otoritas keagamaan yang semakin tidak jelas pada era globalisasi saat ini, salah satu perbincangan menarik disampaikan oleh Pak Amirullah pada pembukaan Bimtek Literasi Digital Bagi Penyuluh Agama Islam di Solo. Tentang bagaimana peran otoritas keagamaan itu tidak boleh liar diambil oleh semua orang yang tidak otoritatif dalam membincangkan wacana agama di media-media sosial. Termasuk bagaimana respon kita terhadap liarnya otoritas itu? Mempersiapkan diri untuk merebut wacana tafsir di ruang-ruang dunia maya terhadap agama di tengah gempuran islam transnasional yang masuk ke dalam negara Indonesia.

Salah satu solusinya tentu adalah dengan melakukan massifikasi terhadap media keislaman yang moderat dalam merebut wacana tafsir keagamaan. Tentu tak cukup dengan itu, media-media keislaman itu penting untuk melakukan jejaring sesama media islam moderat. Semua itu penting digalakkan karena saingan tafsir kegamaan islam radikal dan hoaks begitu massif menyerang di semua lini platform media-media sosial.

Salah satu media yang ikut dalam kontestasi itu pada saat ini adalah Aswaja Dewata yang notabene adalah satu-satunya media keislaman yang berkembang di tengah minoritas muslim Bali. Sejauh mana Media Aswaja Dewata ini akan berkembang patut kita pertanyakan. Godaan demi godaan sudah pasti akan silih berganti datang menguji konsistensi para redakturnya.

Baca: Bimas Islam Kemenag RI Ngaji Literasi Digital di Solo, Founder Aswaja Dewata Ditunjuk Sebagai Pemred Media Penyuluh Agama Islam

Sebab kenapa perkembangan media keislaman Aswaja Dewata ini patut kita pertanyakan. Jawabannya tentu karena media ini lahir dan tumbuh di tengah minoritas muslim. Dalam catatan direktorat Jenderal Kependudukan Sipil (Dukcapil) kementerian dalam negeri mencatat jumlah penduduk di pulau Bali sebanyak 4,29 juta jiwa pada bulan juni 2022. Dari jumlah tersebut ada 432,25 ribu jiwa (10,08 %) penduduk pulau dewata yang merupakan muslim.

Maka dari itu, jumlah ini tentu tak semua yang menjadikan Media Aswaja Dewata sebagai media keislaman yang ingin dibaca. Maka tak mengherankan walaupun sejak tahun 2018 berdiri yang mengikuti masih pada bilangan 5,9 ribu. itu artinya pergerakan perkembangannya dari sejak berdirinya lima tahun lalu masih dibilang belum berkembang pesat. Lalu bagaimana nasib media lain sejenis di Bali yang bisa dihitung dengan jari?

Apalagi selain itu budaya literasi negara kita berada pada titik yang menyedihkan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakatnya. Sementara itu, berdasarkan survei yang dilakukan Program For International Student Asessment (PISA) yang dirilis Organization For Economic Co-Operation and development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Data dari badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 juga mencatat, hanya sekitar 3,74 % penduduk Indonesia yang mengunjungi perpustakaan dalam tiga bulan terakhir di tahun itu. Itu artinya minat baca masyarakat Indonesia masih pada taraf mengkhawatirkan. Tak heran bisnis buku ataupun percetakan terpontang panting dalam mempertahankan hidupnya.

Ditambah lagi kondisi masyarakat muslim di Bali sangat berbeda dengan masyarakat muslim Jawa yang kaya akan sejarah budaya, intelektual, ekonomi dan lain sebagainya. Di Bali hampir bisa dikatakan sangat kekurangan akan intelektual dan ulama’ yang concern di bidang keilmuan. Jika di masyarakat Jawa banyak ditemukan lembaga-lembaga keilmuan yang bonafide, di Bali justru sebaliknya. Karena orang muslim ke Bali rata rata tidak dari kalangan intelektual, akan tetapi banyak yang berlatar belakang pedagang.
Bali memang tidak dikenal dengan keilmuannya. Bali dikenal dan diperkenalkan sebagai kota wisata. Hotel-hotel berdiri, fasilitas pariwisata juga berdiri dimana-mana. Kondisi Bali seperti ini menjadikan keilmuan akan mengalami sedikit kesulitan untuk berkembang. Masyarakat tak diharap untuk bisa berfikir secara cerdas. Melainkan, lebih dituntut untuk ramah kepada segala sesuatu yang berbau wisata.

Maka di antara banyaknya tantangan itu, media Keislamaan Aswaja Dewata akan diuji apakah bisa menjaga eksistensinya ataukah tidak. Menjaga eksistensi untuk bertahan hidup di tengah masyarakat minoritas muslim ditambah lagi dengan minat baca masyarakat indonesia yang rendah akan semakin memberikan tantangan. Sekaligus juga tantangan dalam mempertahankan idealisme mempertahankan nilai-niali ajaran ahulussunah wal jamaah di Pulau Dewata.

Kegiatan Bimbingan Teknis Literasi Digital yang dilaksankan oleh Direktorat Penerangan Agama Islam dilaksanakan selama dua hari ini berlangsung dengan meriah. Kegiatan pelaksanaaan yang dilaksankan di Hotel Syariah Solo ini mendatangkan Narasumber penulis yang tak perlu diragukan seperti Abaraham Zakky Zulhazmi, Sandika Prihatnala, Syafawi Ahmad Qadzafi, Iqbal Aji Daryono dan Sarjoko. Peserta yang memang kebanyakan adalah penyuluh dan beberapa peserta tamu undangan dari media mainstream dan media keislaman yang terkenal membahas beberapa tema, seperti Peta dan Lanskap Media di Indonesia, Belajar Gaya Penulisan ala Media Mainstream, gaya penulisan media keislaman alternatif, personal branding dan karakter, menembus media digital keislaman bersama para editor media.

Tentu kegiatan literasi digital penulisan ini perlu dilaksanakan di banyak tempat, agar masyarakat Indonesia semakin bertambah tingkat literasinya. Semua masyarakat perlu diajak untuk menggemari informasi yang berkualitas dalam berbagai bidang di semua platform media sosial. Semua itu tentu adalah PR kita bersama.

 

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »