ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Dadie W. Prasetyoadi
Tiga malam terakhir ini tidurnya terganggu bayangmu, bahkan seringkali buatnya terjaga hingga fajar menjelang. Lirik kerlingmu atau mungkin sibak rambutmu melekat di bawah sadarnya tanpa ampun, yang untuk sekedar menepisnya pun dia tak kuasa karena separuh sayapnya sedang renta oleh luka.
Ya…hadirmu telah cukup lama didambanya dengan sukacita, hanya saja bukan diharap datang di saat seperti ini dengan cara ini. Burung kecil itu sekejap terhuyung diterpa rasa yang olehnya pun tak jelas tentu maknanya.
Walau sosokmu sinari mendung dan keringkan linang air di matanya, namun tak ayal ucap tubuh canggungmu menorehkan luka baru padanya, mendera hati tanpa henti bertubi-tubi, ringkihkan jasadnya, lemahkan kakinya untuk kembali menapak tanjak, membuatnya semakin enggan beranjak dari diamnya.
Pintaku padamu sangatlah mudah wahai sang penakluk, peluklah dia atau berpalinglah darinya, jangan kau biarkan si burung kecilku dalam pekatnya kabut nestapa yang tak kunjung pudar merundungnya.
Kini untuk kesekian kalinya burung kecil itu terjaga sepanjang malam dengan berselimut bimbang. Matanya kembali berkaca seraya bibirnya bisikkan do’a…senandung lirih terdengar meminta sang Khaliq limpahkan rahman dan rahimNya.