Puisi Karya: M Aan Mansyur
Satu-satunya rumah yang tersisa adalah tidurku. Di luar itu, badai—
dan bayangan-bayangan yang mengejar diri sendiri.
Aku tidak lagi menunggu. Jendela telah kehilangan cahaya.
Langit-langit dan atap dan langit dipenuhi perjalanan dan ketakutan dan bandara.
Kuinginkan ini: Selimut warisan ibuku adalah cangkang dan aku melunak jadi bayi.
Sudah lama aku jatuh cinta pada hal-hal yang bisa mengajariku mengerti cara berhenti.
Telingaku tersumbat dan lamat-lamat cuma kudengar kalimat selamat tidur dan dalam diriku
yang baru kembali.
Aku siput dan aku bayi dan aku diselaputi tidur yang damai.
Kumakan mimpi-mimpiku: kita dan perih lain yang kita kira masa depan dan
semua yang cuma andai.
Kubiarkan semua bayangan di luar rumahku berlari dan jatuh menabrak diri sendiri.
Ikutlah berlari jika kau tak ingin kemana-mana lagi.
Di dalam cangkang ini, aku riang bermain.
Alamat-alamat yang tak pernah kudatangi, pulau-pulau yang pernah menjauh.
Pulang satu demi satu menempatiku.
Kelak ketika bayangan-bayangan itu, dan kau, menyerah atau mengalah atau gagal mengalahkan diri sendiri,
aku bangkit.
Mataku adalah pintu. Bahkan batu-batu akan memasukiku sebagai bunga atau matahari terbit.
Diambil dari: ‘Melihat Api Bekerja’ (Buku Kumpulan puisi M Aan Mansyur, Gramedia,Jakarta 2015)