Oleh : Saini
Dosen Hukum Keluarga Islam STIS Nurul Qarnain Jember
Apa yang membuat pasangan suami istri, yang dulunya saling mencintai, kini terasing dalam rumah yang sama karena gawai di tangan mereka? Pertanyaan ini semakin relevan di era digital saat ini, di mana ketergantungan terhadap teknologi tidak hanya mengubah cara kita bekerja, tetapi juga bagaimana kita menjalani kehidupan pernikahan. Apakah kita terlalu sibuk dengan dunia maya hingga lupa dunia nyata yang ada di depan mata?
Era digital telah membawa kita pada revolusi komunikasi, namun ironisnya, revolusi ini juga menciptakan jarak emosional. Saat pesan teks dan emoji menggantikan percakapan tatap muka, hubungan kehilangan kedalaman emosionalnya. Dalam konteks pernikahan, hal ini menjadi ancaman serius. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku” (HR. Tirmidzi). Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa keberadaan fisik dan perhatian kepada pasangan adalah bagian integral dari hubungan yang sehat.
Salah satu ancaman terbesar teknologi adalah hadirnya media sosial yang sering kali menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial memungkinkan pasangan untuk tetap terhubung meski terpisah jarak. Namun, di sisi lain, media sosial juga membuka ruang untuk ketidakpercayaan. Cemburu atas interaksi pasangan dengan orang lain di dunia maya kerap memicu konflik. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan berujung pada cyberinfidelity atau perselingkuhan digital, fenomena yang semakin marak di zaman ini.
Ketergantungan pada gadget juga sering kali menggeser prioritas dalam pernikahan. Momen makan malam yang seharusnya menjadi waktu berkualitas bersama, tergantikan oleh masing-masing pasangan yang sibuk dengan layar ponsel mereka. Sebuah hadis Rasulullah SAW mengingatkan, “Janganlah kalian saling berpaling satu sama lain, tetapi salinglah berhubungan dan memperbaiki hubungan” (HR. Bukhari). Ini adalah pesan penting agar kita tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga secara emosional bagi pasangan kita.
Teknologi, secara tidak langsung, juga memengaruhi pola komunikasi dalam pernikahan. Percakapan yang dulunya mendalam kini tergantikan oleh pesan singkat yang sering kali kehilangan nuansa emosi. Dalam jangka panjang, ini dapat membuat pasangan merasa kurang dipahami. Padahal, komunikasi yang jujur dan terbuka adalah fondasi utama dari hubungan yang harmonis.
Tidak hanya itu, work from home yang marak di era digital juga menambah tantangan baru dalam pernikahan. Ketika teknologi memungkinkan pekerjaan dibawa ke rumah, sering kali waktu untuk pasangan menjadi tergerus. Di sinilah pentingnya menetapkan batasan yang sehat, seperti memisahkan waktu untuk pekerjaan dan waktu untuk keluarga.
Namun, teknologi tidak selamanya menjadi penghalang. Jika dimanfaatkan dengan bijak, teknologi justru dapat menjadi alat untuk mempererat hubungan. Pasangan bisa memanfaatkan aplikasi pengingat untuk merencanakan waktu berkualitas bersama, atau bahkan menggunakan teknologi untuk belajar hal baru bersama.
Solusi lain yang bisa diterapkan adalah membuat kesepakatan digital dalam rumah tangga. Misalnya, menentukan waktu tertentu dalam sehari sebagai waktu bebas gadget. Momen tanpa gangguan teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk berkomunikasi, bermain, atau bahkan sekadar menikmati keheningan bersama.
Selain itu, edukasi digital juga penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Pasangan harus saling mendukung untuk memahami bahaya ketergantungan pada teknologi dan bagaimana membangun kebiasaan digital yang sehat. Orang bijak mengatakan, “Jika teknologi adalah api, maka kendalikanlah agar ia menghangatkan, bukan membakar.”
Penting juga bagi pasangan untuk menghidupkan kembali aktivitas tanpa perangkat elektronik, seperti berolahraga bersama, berkebun, atau sekadar berjalan-jalan santai di taman. Aktivitas ini tidak hanya mempererat hubungan, tetapi juga membantu mengurangi stres akibat paparan teknologi.
Di tengah derasnya arus teknologi, pernikahan juga harus diarahkan pada penguatan spiritual. Menyisihkan waktu untuk beribadah bersama, seperti salat berjamaah atau membaca Al-Qur’an, dapat menjadi perekat kuat dalam hubungan suami istri. Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum: 21, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” Ayat ini mengingatkan bahwa cinta dan kasih sayang adalah karunia yang harus dijaga.
Sebagai penutup, pernikahan di era digital membutuhkan komitmen lebih besar untuk menjaga keharmonisan. Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Jangan sampai layar yang menyala memadamkan cinta yang dulu menyala-nyala. Mari bijak menggunakan teknologi dan kembali mengutamakan pasangan sebagai prioritas utama.
Jika setiap pasangan mampu menerapkan prinsip-prinsip ini, era digital bukan lagi menjadi ancaman bagi keharmonisan, melainkan peluang untuk memperkuat hubungan. Kehidupan pernikahan yang harmonis di tengah era digital adalah bukti bahwa cinta dan komitmen mampu mengatasi segala rintangan, termasuk derasnya arus teknologi.