ASWAJADEWATA.COM | Beberapa hari ini jagat medsos dihebohkan oleh tayangan viral video seorang ibu non muslim yang mendatangi sebuah masjid di Bogor. Ia memasuki masjid dengan mengenakan sepatu sambil berteriak-teriak menanyakan keberadaan suaminya kepada setiap pengunjung.
Tidak hanya sampai di situ, seekor anjing hitam kecil yang belakangan diketahui milik ibu tersebut ikut masuk ke dalam masjid. Sontak saja kejadian ini mengundang reaksi dari para pengunjung masjid lainnya. Mungkin karena kaget dan tidak menyangka hal ini dapat terjadi di tempat ibadah mereka, reaksi spontan mereka pun terlihat panik. Seorang pria berteriak-teriak mengusir anjing itu sembari berkata kepada si ibu pemiliknya berkali-kali, “Ini Masjid…anjing tidak boleh masuk !”.
Tapi bukannya sadar atas kekeliruan fatalnya itu dan membawa anjingnya keluar, si ibu tersebut malah marah dan semakin histeris hingga sempat terjadi kontak fisik sesaat dengan pria yang memperingatkannya.
Melihat kejadian itu akhirnya pengunjung lain pun tersulut emosinya, kesal dengan sikap si ibu yang semakin tidak terkontrol akhirnya mereka serentak meneriakinya sambil sesekali mendorong tubuhnya untuk segera meninggalkan masjid. Ibu itu pun perlahan berjalan menuju pintu keluar sembari tetap meracau mencari suaminya.
Reaksi netizen beberapa saat setelah video itu viral tidak kalah hebatnya. Seketika itu pula beragam tanggapan miring muncul tidak saja berasal dari kalangan muslim, tapi juga non muslim atas sikap si ibu tersebut, terlebih lagi dengan anjingnya yang turut masuk ke dalam masjid.
Di zaman dengan akses mudah akan informasi seperti sekarang memang mustahil jika ibu itu tak tahu bahwa anjing adalah binatang yang sangat sensitif jika terkait dengan hukum Islam. Statusnya sebagai binatang yang membawa unsur najis adalah penyebabnya.
Maka tidak terlalu mengherankan jika hal ini cepat menjadi issue hangat di kalangan netizen, perlu segera dicermati secara cepat, bijak dan dewasa oleh para pemegang kebijakan serta pihak berwenang untuk menghindari gesekan yang sangat mungkin akan terjadi di masyarakat luas.
Seekor anjing tidak dapat diperlakukan sebagai subyek dalam kasus ini, baik secara hukum negara maupun syariat Islam. Walaupun demikian harus ada yang bertanggung jawab dalam kejadian tersebut, dan jika anjing itu bukan hewan liar maka pemiliknya berkewajiban menanggung konsekuensi atas prilaku peliharaannya itu. Di sini agar masyarakat muslim merasa mendapat jaminan atas haknya dalam menjalankan aktifitas keagamaan yang diyakininya dengan secara menyeluruh dan tidak terganggu oleh hal-hal yang substantif, khususnya dalam pergaulan sosial dengan sesama masyarakat dari umat agama lain, begitu pula sebaliknya.
Terlepas dari kondisi kejiwaan si ibu yang disinyalir bermasalah, tindakannya ini tetap tidak dapat dibenarkan dalam segala sisi. Apalagi dalam kondisi sosiologis masyarakat Indonesia yang baru saja menjalani ujian berat demokrasi yang sangat kental dengan aroma keagamaan, ditambah akses informasi instan yang mudah mengalami deduksi informasi sehingga dapat mengakibatkan kerancuan opini terhadap pokok permasalahan yang harus diselesaikan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan memunculkan masalah baru yang lebih pelik.
Maka dapat dilihat bahwa kasus ini selain harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, namun juga perlu menjadi bahan introspeksi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sudahkah kita menjalani prinsip toleransi dengan baik dan benar? Dan jika belum, bagaimana sikap kita untuk dapat menyempurnakannya? sehingga semua hak dan kewajiban setiap warga negara terjamin dan terpenuhi secara adil dan merata, menyeluruh di setiap aspek kehidupan lahir dan bathin.
Setiap tahap aspek kehidupan selalu harus dilewati dengan ujian. Dan agaknya kejadian ini bisa kita jadikan ujian dalam proses berbangsa dan bernegara, melalui nafas toleransi yang dilakukan bersama dengan penuh tanggung jawab dan kedewasaan dalam simpul ikatan Binneka Tunggal Ika.
(dad)