Idul Fitri, Nyepi, dan Harmoni dalam Keberagaman

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Di negeri yang dianugerahi beragam suku, budaya, dan agama seperti Indonesia, perbedaan bukanlah sekat pemisah, melainkan jembatan yang menghubungkan kita dalam harmoni. Sebentar lagi, umat Islam akan merayakan Idulfitri setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa, sementara umat Hindu akan menjalankan Hari Raya Nyepi sebagai momen refleksi dan penyucian diri. Dua perayaan ini memiliki esensi yang sama: menahan diri, mengendalikan hawa nafsu, dan memperkuat hubungan dengan Tuhan serta sesama.

Namun, perbedaan dalam cara merayakan keduanya bisa menjadi tantangan jika tidak disikapi dengan bijak. Idulfitri dirayakan dengan takbir yang menggema, kebersamaan, dan kebahagiaan. Sementara itu, Nyepi mengajarkan kesunyian, kontemplasi, dan introspeksi. Bagaimana agar dua ekspresi keagamaan ini tetap berjalan berdampingan tanpa gesekan?

Belajar dari Sejarah: Piagam Madinah dan Toleransi Nusantara

Rasulullah SAW, dalam membangun Madinah yang majemuk, tidak memilih jalur konfrontasi, tetapi merajut persaudaraan melalui Piagam Madinah. Setiap kelompok diberi hak dan kewajiban yang sama untuk hidup berdampingan dalam damai. Prinsip ini juga diterapkan oleh para pendiri bangsa Indonesia, yang memilih Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar kehidupan bernegara.

Ketika Idulfitri dan Nyepi berdekatan, umat Islam bisa tetap bertakbir dengan tetap menghormati ketenangan umat Hindu. Sebaliknya, umat Hindu juga memahami bahwa kegembiraan Idulfitri adalah bagian dari tradisi Islam yang telah berlangsung turun-temurun. Sikap saling pengertian inilah yang membangun kebersamaan dalam keberagaman.

Membumikan Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari

Toleransi bukan sekadar jargon, tetapi harus menjadi sikap hidup. Bukan hanya antara Islam dan Hindu, tetapi juga antara semua pemeluk agama. Setiap agama mengajarkan cinta dan perdamaian:
• Islam mengajarkan ukhuwah dan kasih sayang antarsesama.
• Kristen menekankan cinta kasih dan pengampunan.
• Hindu mengajarkan dharma (kebenaran) dan ahimsa (tanpa kekerasan).
• Buddha menanamkan welas asih dan keseimbangan batin.
• Konghucu menekankan keharmonisan dan kebajikan dalam hidup.

Jika nilai-nilai ini diamalkan, maka keberagaman bukan lagi pemicu perpecahan, melainkan perekat yang memperkuat persatuan.

Menjaga Kedamaian, Merawat Kebersamaan

Seperti air dan udara yang saling melengkapi, demikian pula perbedaan dalam beragama. Idulfitri dan Nyepi hanyalah contoh kecil bagaimana harmoni bisa tercipta jika kita saling menghormati.

Mari jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Dengan hati yang terbuka dan sikap saling menghargai, kita bisa menjaga kedamaian di negeri ini. Sebab, keberagaman bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dirayakan dalam kebersamaan

Penulis: M. Fawaid

diunggah oleh:

Picture of Dadie W Prasetyoadi

Dadie W Prasetyoadi

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »