ASWAJADEWATA.COM – Tugas dasar akal manusia sebagai sel program pencerna informasi yang dikirim oleh indera manusia sesungguhnya tidak terlalu rumit. Khususnya dalam ilmu agama (Islam). Apalagi jika kita terbiasa mengkaji kitab-kitab klasik dari para ulama salaf. Para cendekiawan dan akademisi Islam di zaman itu telah menuangkan hasil ijtihad mereka ke dalam tulisan-tulisan, dimana mereka menjelaskan makna-makna tekstual dalam al Qur’an dan al Hadits yang mempermudah kita untuk mencernanya dengan logika akal lewat metode qiyas (analogi).
Hari-hari sekarang ini banyak ditemui dalam kehidupan keseharian kita. Seiring semakin tua usia dunia, muncul pula kompleksitas problematika kehidupan manusia. Hal ini diperparah dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang massif dan sangat cepat, seakan-akan memaksa akal kita untuk selalu dimanjakan dan beradaptasi dengan hal-hal baru disekitar kehidupan manusia. Belum selesai kita memahami satu hal, muncul sesuatu yang baru untuk segera harus kita terima sebagai sebuah kebenaran, entah itu mendatangkan manfaat atau malah sebaliknya.
Gus Baha’ dalam sebuah kesempatan memberi kuliah umum di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (UII) menyampaikan bahwa kebenaran absolut akan sangat mudah diterima akal. Dalam konteks memahami teks-teks al Qur’an dan al Hadits, Gus Baha’ selalu menekankan pentingnya melihat peristiwa yang mengiringi turunnya ayat maupun sabda Rasulullah sebagai Asbabun Nuzul atau Asbabun Uruj. Melalui peristiwa-peristiwa itu dapatlah diambil konteks sesuai kondisi dan maksud turunnya ayat itu, tentunya setelah dianalogikan dengan kondisi sekarang.
“Ini sangat penting agar kita tidak hanya terjebak dalam pemahaman tekstual seperti yang banyak terjadi saat ini,” katanya.
Mengutip perkataan Imam Syafi’i dalam salah satu kitabnya, Gus Baha’ menjelaskan bahwa akal itu dipaksa untuk menerima kebenaran, karena sebuah kebenaran itu selalu jernih dan mudah dikenali (ma’ruf), sedangkan sesuatu yang salah akan terasa tidak nyaman bagi akal, dan akal akan berusaha mengingkarinya (munkar), akal akan merasa asing terhadap sesuatu yang salah.
Lalu Gus Baha’ menjelaskan bagaimana saat Rasulullah menegaskan tentang Absolutisme kebenaran. “Saat Nabi bersabda bahwa seorang yang mengingkari Allah selama 70 tahun hidupnya, walaupun dia pernah melakukan zina atau dosa besar lainnya akan serta merta dihapus semua kesalahannya saat ia mengucap kalimat ‘Laa ilaaha ilallah’. Di sini tidak dapat dimaknai bahwa Allah melegalkan perbuatan zina, namun Rasulullah ingin menyatakan bahwa kebenaran absolut yang datangnya dari Allah tidak bersyarat kepada kesholehan dan kebajikan,” paparnya.
Melalui hadits ini Rasulullah menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah mempermudah setiap orang yang ingin bertobat. sehingga pesannya adalah, janganlah kita mempersulit hal yang dimudahkan oleh Allah.
Riwayat yang disepakati oleh seluruh ulama ini menerangkan bagaimana firman Allah yang tertuang dalam al Qur’an dapat dengan mudah dipahami sebagai kebenaran absolut jika kita menggunakan akal kita dengan jernih.
“Kebenaran itu milik siapa saja dan akan mudah dipahami”, tandas Gus Baha’
(dad)
Sumber: youtube