ASWAJADEWATA.COM – Nahdlatul Ulama (NU) menjadi organisasi besar di Indonesia Bahkan dunia bukan hal yang tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang bahkan sebelum NU didirikan. Berdirinya NU tak lepas dari perjuangan dan pengorbaan ulama besar salah satunya Sayid Alwi Abdul Aziz al-Zamadghom atau lazim dikenal dengan Kiai Mas Alwi. Beliau masih bersepupu dengan KH Mas Mansyur dan termasuk keluarga besar Sunan Ampel. Kiai Mas Alwi pernah belajar di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, lalu melanjutkan sekolah di Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, dan mengakhiri perjalanan ilmiyah-nya di Makkah al-Mukarromah.
Sebagaimana disebutkan dalam kisah berdirinya NU oleh Kiai As’ad Syamsul Arifin, bahwa sebelum 1926, Kiai Hasyim telah berencana membuat organisasi Jami’iyah Ulama (Perkumpulan Ulama). Para Kiai mengusulkan nama berbeda-beda. Namun Kiai Mas Alwi mengusulkan nama Nahdlatul Ulama. Lantas Kiai Hasyim bertanya “kenapa mesti pakai Nahdlatul Ulama, kok tidak jami’iyah ulama saja?” Kiai Mas Alwi pun menjawab “karena tidak semua kiai memiliki jiwa Nahdlah (bangkit). Ada Kiai yang sekada mengurusi pondonya saja, tidak mau peduli terhadap jami’iyah”. Akhirnya para Kiai menyepakati nama Nahdlatul Ulama
Kiai Mas Alwi bersama Kiai Ridwan Abdullah, Kiai Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansyur turut membidani berdirinya Nahdlatul Wathon yang menjadi cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama, dan saat itu Kiai Mas Mansyur menjabat sebagai kepala sekolah, sebelum terpengaruh pemikiran pembaharuan Islam di Mesir yang kemudian menjadi pengikut Muhammadiyah
Sebelum NU Berdiri merebak isu “Pembaharuan Islam” (Renaissance), maka Kiai Mas Mansyur yang berasal dari keluarga kaya langsung berangkat ke Mesir dan mempelajirinya langsung pada Muhammad Abduh, Rektor Universitas al-Azhar. Mesir.
Kiai Mas Alwi bertanya tanya tentang apa yang sejatinya dicari Kiai Mas Mansyur hingga ke Mesir, padahal Renaissance (Pembaharuan) itu berasal dari Eropa. Demi ingin mencari tahu kebenaran Renaissance Kiai Mas Alwi memutuskan berangkat ke Eropa, karena Kiai Mas Alwi bukan dari keluarga kaya akhirnya Kiai Mas Alwi bergabung dalam pelayaran demi sampai ke Eropa.
Pada masa itu, orang yang bekerja di pelayaran mendapat stigma buruk di masyarakat dan memalukan bagi keluarga. Sebab pada umumnya pekerja pelayaran selalu melakukan perjudian, zina, mabuk, dan tindak asusila lainnya. Sejak saat itulah keluarga Kiai Mas Alwi mengeluarkannya dari silsilah keluarga dan ‘diusir’ dari rumah
Setelah mendaptkan apa yang dicari tentang Renaissance Kiai Mas Alwi pulang ke Hindia Belanda. Setiba di Tanah Air, Kiai Mas Alwi langsung dikucilkan oleh para sahabat, rekan sejawat, dan para tetangga. Tak patah arang, Kiai Mas Alwi membuka warung kecil di jalan sasak dekat wilayah Ampel, demi memenuhi hajat hidupnya. Mengetahui ia telah pulang dari perantauan, Kiai Ridlwan pun datang menyambang.
“Kenapa sampean datang ke sini, Kang? Nanti sampean dicuci pakai debu sama para kiai lain, sebab warung saya ini sudah dianggap najis mughalladzah?”
Kiai Ridlwan malah balik bertanya.
“Dik Mas Alwi, sebenarnya apa yang sampean lakukan sampai pergi berlayar ke Eropa?”
“Begini, Kang Ridlwan. Saya ingin memahami apa sih sebenarnya Renaissance itu? Lah, Dik Mansur mendatangi Mesir untuk mempelajari Renaissance itu salah, sebab tempatnya ada di Eropa. Coba sampean lihat nanti kalau Dik Mansur datang, dia pasti akan berkata begini, begini dan begini…” (maksudnya adalah kembali ke al-Quran-Hadits, tidak bermadzhab, tuduhan bid’ah dan sebagainya)
“Renaisans di Mesir itu sudah tidak murni lagi, Kang Ridlwan, sudah dibawa makelar. Lha orang-orang itu mau melakukan pembaharuan apa dalam tubuh Islam? Agama Islam sudah sempurna. Tidak ada lagi yang harus diperbaharui. Al-Quran dengan jelas menyatakan”:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. al-Maidah [5]: 3)
Inti dari perjalanan Kiai Mas Alwi ke Eropa adalah, Renaisans yang ada dalam dunia Islam adalah upaya pecah belah yang dihembuskan dunia Barat, khususnya Belanda dan Prancis. Kiai Ridlwan kembali bertanya.
“Dari mana sampean tahu?”
“Karena saya berhasil masuk ke banyak perpustakaan di Belanda.”
“Bagaimana caranya sampean bisa masuk?”
“Dengan menikahi perempuan Belanda yang sudah saya Islam-kan. Dialah yang mengantar saya ke banyak perpustakaan. Untungnya saya tidak punya anak dengannya.”
Setelah Kiai Mas Alwi membabarkan perjalanannya ke Eropa secara panjang lebar, maka Kiai Ridlwan berkata: “Begini, Dik Alwi, saya ingin menjadi pembeli terakhir di warung ini.”
“Ya jelas terakhir, Kang Ridlwan, karena ini sudah malam.”
“Bukan begitu. Sampean harus kembali lagi ke Nahdlatul Wathon. Sebab sudah tidak ada yang membantu saya sekarang. Kiai Wahab lebih aktif di Taswirul Afkar. Sampean harus membantu saya.”
Keesokan pagi, sebelum Kiai Ridlwan sampai di Nahdlatul Wathon, ternyata Kiai Mas Alwi sudah tiba lebih dulu. Kiai Ridlwan yang masih kaget pun berkata:
“Kok sudah ada di sini?”
“Ya, Kang Ridlwan, tadi malam ternyata warung saya laku dibeli orang. Uangnya bisa kita gunakan untuk sekolah ini.”
Kedua kiai muda tersebut kemudian kembali membesarkan nama sekolah Nahdlatul Wathon.
Sampai saat ini, belum ditemukan pula data tentang kapan Kiai Mas Alwi wafat, yang jelas, makam beliau terletak di pemakaman umum Rangkah, yang sudah lama tak terawat–bahkan pernah berada dalam dapur pemukiman liar yang ada di tanah pekuburan umum.
KH Asep Saefuddin, Ketua PCNU Surabaya, pernah mengerahkan Banser guna menertibkan rumahrumah yang merambah ke makam Kiai Mas Alwi. Maka sejak saat itu, makam beliau mulai dibangun dan diberi pagar. Kini, setiap perhelatan Harlah NU, Pengurus Cabang NU Surabaya kerap mengajak MWC dan Ranting se-Surabaya untuk ziarah ke makam para Muassis, khususnya wilayah Surabaya. Baca
Pertanyaan kita, mengapa beliau dikebumikan di pemakaman umum? Tak ada jawaban pasti. Kemungkinan terbesar, karena beliau telah dikeluarkan dari silsilah keluarganya. (Asy)
sumber: NUOnline