ASWAJADEWATA.COM – Demikianlah pesan yang disampaikan oleh Sekretaris Tanfidziyah NU Gianyar, Ustadz Agus Arianto pada acara Lailatul Ijtima LDNU Kab. Gianyar. Disarikan dari Kitab Al Hikam karya Syaikh Ibnu Atho’illah As-Sakandari, bahwa nikmat yang tidak bisa dipungkiri dan harus di syukuri yaitu, Ni’matul Iijad (nikmat penciptaan) dan Ni’matul Imdad (nikmat kelanjutan).
Ni’matul Iijad atau nikmat penciptaan adalah nikmat yang diberikan atas terciptanya sesuatu. Dalam hal ini kita sebagai warga negara Indonesia harus bersyukur karena telah diberi limpahan nikmat yang diberikan untuk negeri ini. Beberapa indikator bisa kita jadikan sebagai tolak ukur. Diantaranya, dalam hal jumlah penduduk, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Hal itu berpengaruh kepada kuota haji yang saat ini dengan jumlah terbesar dari negara – negara Islam di dunia adalah Indonesia. Dan otomatis, yang beriman juga banyak, ungkap Alumnus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.
Dalam hal pendidikan juga demikian. Dapat kita lihat menjamurnya majelis – majelis ta’lim seperti yang terdapat di wilayah Gianyar sebagai media pembelajaran maupun pemberdayaan ummat. Masjid dan musholla di kabupaten Gianyar telah banyak yang aktif dalam kegiatan dakwah. Belum lagi perkembangan pondok – pondok pesantren di Bali cukup signifikan. Bahkan jumlah pondok pesantren sudah tak terhitung lagi hingga ke pelosok tanah air. Kita harus bersyukur hidup di Indonesia
Ni’matul Imdad atau nikmat berkelanjutan yaitu nikmat yang Allah berikan dengan menjaga dan mencukupi segala kebutuhan kita, baik dhohir dan bathin, baik yang terkait dengan dunia terlebih lagi akhirat, dan dengan terkaitnya kita kepada jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Sehingga menjadi tugas kita menjaga nikmat ini, salah satunya dengan cara berkhidmad pada Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Pertama, dengan Fiqroh. Yaitu dengan selalu belajar, tholabul ‘ilmi kepada para ahlinya. Kedua, dengan Amaliyah. Dengan selalu mengamalkan ilmu yang baik dalam kehidupan keluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik individu maupun organisasi. Fiqroh diterapkan lewat Amaliyah, dan Amaliyah didasari dengan Fiqroh.
Ketiga , dengan Harokah atau pergerakan. Manfaatkan Masjid, Musholla, Majlis Ta’lim untuk menyampaikan pergerakan, landasan pemikiran, dan keilmuan Ahlussunnah Wal Jama’ah an – Nahdliyah. Menghidupkan masjid dan musholla dgn amaliyah NU. Agar tidak disusupi pemahaman yang akan menggerogoti amaliyah warga Nahdliyin.
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Syu´aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.(QS. Hud:88)
Keempat, dengan Ghiroh atau semangat. Dengan tetap terarah untuk selalu istiqomah dalam dakwah dan ajaran NU apapun tantangannya. “Hidupkan NU, jangan mencari kehidupan di NU” ujar pria yang aktif sebagai praktisi Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA).
Lailatul Ijtima adalah kegiatan rutin bulanan dari Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Kab. Gianyar. kegiatan ini tak hanya di hadiri anggota LDNU saja, melainkan bersinergi dengan PC Ansor Gianyar, Satkorcab Banser Gianyar, PC PSNU Pagar Nusa Gianyar dan PC JRA Gianyar (Tim Syech Hasan Al Bantany). Beranggotakan 60-an orang, rutinan ini dirangkai dengan pembacaan Istighotsah, Surat Yasin, Tausiyah dan di tutup dengan arisan.
(Agus)