ASWAJADEWATA.COM |
Bermula saat nyantri di PP. Sidogiri-Pasuruan, Ustadz Achmad Mulhaq mengenal seni penulisan kaligrafi sebagai pilihan ekstra kulikulernya. Seni penulisan kaligrafi ini termasuk paling populer di kalangan santri pondok-pondok pesantren salaf.
Tulisan ayat-ayat al Quran, Hadits Rasulullah, maupun Maqolah (kata bijak) para ulama terdahulu ditulis dengan indah diatas media kanvas atau kertas yang lalu diberi bingkai kerap terlihat menghiasi dinding-dinding masjid/musholla, dan rumah-rumah umat muslim yang memberi tambahan nilai estetik.
Ternyata tidak mudah bagi seseorang akhirnya bisa menjadi penulis kaligrafi. Menurut Ustadz Mulhaq, dirinya saat awal belajar menghabiskan sangat banyak buku tulis dalam berlatih menulis huruf-huruf hijaiyah sesuai khat (kaedah seni penulisan bahasa Arab) yang harus diikuti.
“Khat Naskhi adalah yang tersulit. Khat ini biasanya dipakai untuk menulis ayat-ayat kandungan al Qur’an dan Hadits sehingga terkenal dengan aturan penulisan yang paling ketat dibanding khat-khat lain seperti diwani, kufi atau yang lainnya,” katanya.
Ustadz muda yang menghabiskan waktu selama 12 tahun di Pesantren Sidogiri sejak berumur 6 tahun ini lalu bercerita bahwa dirinya pernah juga nyaris menyerah untuk mendalami seni kaligrafi karena awalnya cukup sulit. Namun setelah beberapa lama menekuninya, akhirnya di beberapa kesempatan lomba yang diadakan rutin oleh pondok tempatnya nyantri itu dirinya seringkali muncul sebagai juara.
“Semua nomor kategori lomba (kaligrafi) yang pernah diadakan pondok selama saya ngaji disana pernah saya menangkan, entah itu juara satu, dua, atau tiga. Itu yang membuat saya pede,” kenangnya.
Mengajari Kaligrafi hingga Yala-Thailand
Selepas dari pesantren, Ustadz asal Sampang, Madura yang kini sering mengisi kajian-kajian kitab klasik ala pesantren di majelis-majelis pengajian Denpasar dan Badung baik offline maupun di media sosial secara online itu terus menggeluti seni kaligrafi. Bahkan saat dirinya bertugas sebagai salah seorang mahasiswa program KKN-PPL Internasional mewakili Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Denpasar ke Thailand pada tahun 2017 silam, secara khusus membawa bekal peralatan menulis kaligrafi.
Di sela-sela tugasnya sebagai mahasiswa pengajar Bahasa Arab dan Fiqh di Maahad Islamic School, sebuah pesantren di provinsi Yala, Thailand Selatan, Ustadz Mulhaq juga mengenalkan seni kaligrafi kepada para santrinya disana yang semuanya perempuan karena pondok tempatnya bertugas itu memang pesantren khusus putri. Mereka sangat antusias mengikuti ekstra kulikuler kaligrafi yang diadakan Ustadz Mulhaq. Bahkan beberapa karyanya selama 5 bulan berada disana kini dapat dilihat menghiasi beberapa bagian bangunan pondok pesantren itu. baik di masjid atau tempat lain.
“Ini atas permintaan langsung dari Babo (pengasuh pondok dalam bahasa Thai),” jelasnya.
Diakhir masa tugasnya di Yala, pesantren tempat Ustadz Mulhaq mengajar mengadakan lomba kaligrafi antar santriwatinya. Karya-karya mereka ternyata banyak yang bagus dan Ustadz Mulhaq menjadi juri yang menilai dan memilih siapa juaranya.
Menulis Kaligrafi Sebagai Media Dakwah dan Profesi
Seiring masa pandemi yang melanda seluruh dunia, Ustadz Mulhaq seperti kebanyakan masyarakat lain juga mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Beberapa pekerjaan sambilan yang dilakukan sebelumnya berkaitan dengan pariwisata tidak dapat berjalan lagi. Karena tak ada turis yang datang, pekerjaan menjual jagung bakar di sekitar pantai Canggu, Badung selama ini tak bisa lagi dilakukannya. Akhirnya apapun pekerjaan yang ada coba dikerjakan, yang penting halal.
Hingga suatu ketika menurut penuturannya, seorang sahabat mendapatinya sedang bekerja. Si sahabat kala itu menegurnya, menurutnya pekerjaan yang sedang dilakukan Ustadz Mulhaq kurang cocok baginya mengingat dirinya memiliki bekal keilmuan agama yang dapat bermanfaat bagi banyak orang. Ustadz Mulhaq sekembalinya di kamar kosnya memikirkan perkataan sahabatnya itu. Lalu terlintaslah di benaknya untuk kembali menorehkan kuas diatas kanvas setelah sekian lama ditinggalkannya. Lukisan demi lukisan kaligrafi akhirnya perlahan kembali memenuhi kamar kosnya yang tak seberapa besar, sambil sesekali dirinya memposting hasil lukisannya itu di akun media sosial miliknya. Begitulah sekarang aktivitas rutinnya saat tidak memberi pengajian atau tugas-tugas mengajar lainnya.
Hasil lukisan yang diposting di akun medsosnya itu ternyata menarik perhatian beberapa teman yang rutin mengikuti kajian kitab online Ustadz Mulhaq. Mulailah order pesanan perlahan berdatangan dengan berbagai macam model kaligrafi. Salah satu pesanan yang datang adalah dari Ra Ainul Yaqin putra KH. Cholil As’ad Syamsul Arifin pengasuh pondok Walisongo Situbondo. Melalui santrinya yang ada di Bali, waktu itu Ra Ainul Yaqin minta dipesankan lukisan Kaligrafi karya Ustadz Mulhaq.
Sekarang, pesanan yang datang tidak hanya datang dari Bali dan Jawa, sempat juga dirinya mendapat pesanan untuk dikirim ke Arab Saudi atas permintaan seorang kawan yang tinggal disana.
“Terakhir ini saya dapat pesanan lukisan kaligrafi dari seorang dokter wanita asal Jakarta yang melihat karya saya di sebuah kegiatan NU di Kuta. Dia minta dibikinkan tulisan yang dalam bahasa Indonesia artinya ‘Semua Penyakit Ada Obatnya Kecuali Usia Tua’ untuk dipasang sebagai hiasan dinding di klinik miliknya,” ujarnya.
Dari sini akhirnya Ustadz Mulhaq semakin mantap untuk menekuni lagi seni kaligrafi. Karena menurutnya selain bisa menjadi sumber penghasilan, Kaligrafi juga mempunyai nilai dakwah yang sekaligus dapat melestarikan seni dan budaya Islam klasik.
Kini, selain melukis kaligrafi miliknya yang dibandrol dengan nama “An-Najah Center Bali” sesuai nama channel Youtube-nya, Ustadz Mulhaq juga mengajarkan keahliannya itu ke beberapa orang secara privat. Bagi yang berminat untuk belajar melukis seni kaligrafi ataupun memesan karya-karyanya bisa langsung menghubungi nomer HP/WA: 0812-3775-5245 miliknya.
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi