ASWAJADEWATA.COM
Syari’at di era Nabi Muhammad berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya. Pada era nabi sebelumnya, jika pakaian terkena benda najis maka harus dipotong bagian yang terkena najis. Jika ada orang berdosa atau kafir “dihabisi”. Tapi syari’at ini sudah di-mansukh.
Sejak Nabi Muhammad syari’at Islam berubah dengan prinsip dasar, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam Surat Ibrahim,
فَمَنْ تَبِعَنِيْ فَاِنَّهٗ مِنِّيْ ۚ وَمَنْ عَصَانِيْ فَاِنَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ﴿إبراهيم : ۳۶
“Barangsiapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku, dan barang-siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ibrahim: 34)
Dengan prinsip ayat di atas, maka syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad memiliki karakter kasaih sayang. Sebagaimana permohonan Nabi kepada Allah, “Barang-siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang” . Jika orang kafir di era Nabi sebelumnya dihabisi, di era Nabi Muhammad tidak boleh, bahkan didoakan,
اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون
Sebagaimana dalam surat at-Taubah, bahwa orang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengetahui. Sehingga sikap Nabi Muhammad kepada mereka dipermaklumkan.
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (QS. At-Tubah: 06)
Karena mereka tidak tahu, maka pesan Gus Baha’ “Kalau ada orang kafir, tidak boleh main dihabisin. Mereka beri peluang untuk mengkaji kitab Allah. Kalau mereka sudah berpeluang ngaji maka harus dijamin keamanannya.”
Ketidaktahuan mereka karena memang sudah menjadi kultur keturunan. Sudah sejak dulu kala dari para leluhurnya tidak mengenal syari’at. Sehingga dalam menyembah Tuhan mereka tidak tahu. Maka mereka harus dimaklumi sebagai umat yang tidak pernah mengenal syari’at.
Sebagaimana yang disampaikan Gus Baha’, “Bagaimanapun karena mereka tidak tahu. Kenapa mereka tidak tahu? karena mereka tertutup oleh kultur yang beratus-ratus tahun. Leluhur mereka menyembah batu atau berhala. Dan mereka tahunya itu Tuhan. Bagaimana Anda bisa menjelaskan sesuatu yang sudah beratus-ratus tahun? Kan ndak gampang?! Maka ada priode dimaklumi”
Permakluman ini merupakan bentuk toleransi dalam syari’at yang dibawa Nabi Muhammad. Tidak serta merta mereka yang tidak iman kepada Allah dan Nabi Muhammad langsung divonis harus dibunuh. Toleransi menjadi prinsip Islam terhadap orang yang tidak mengetahui karena sudah tertutupi oleh kultur leluhurnya. Maka oleh Allah dimaklumi dengan firman-Nya,
ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Menurut Gus Baha’ permakluman sebagai bentuk toleransi saat ini mulai terkikis. Karena ada orang yang sangat mudah menvonis dan bertindak anarkis bahkan ekstrim kepada non muslim. Tindakan seperti ini didasarkan pada satu atau dua dalil saja untuk membenarkan perbuatannya itu, tanpa melihat dalil yang lain.
Padahal, mereka ngakunya Islam Kaffah. Tapi, menurut Gus Baha’, mereka mengetahui dan memahami Al-Quran tidak kaffah. Karena tidak mau ngaji secara menyeluruh isi Al-Quran dengan memahami disipilin ilmu yang terkait untuk memahami Al-Quran secar benar dan tepat.
Dawuh Gus Baha’, “Permakluman ini yang sekarang mulai terkikis. Orang main pukul saja, gak mau ngaji. Nggak mau ngaji alquran secara kffah. Padahal fatwanya islam kaffah tapi ngaji qurannya ndak kaffah. Ngambil satu atau dua potongan ayat langsung pake dalil”
Jika seseorang sudah memahami Al-Quran secara kaffah, maka sikap, ucap dan tindakannya tidak akan anarki dan ekstrim. Justru semakin dalam memahami Al-Quran, ucap dan sikapnya penuh kasih sayang. Sebagaimana dawuh Gus Dur, “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya”
Tulisan ini disarikan dari ngaji bareng Gus Baha’, sebagaimana pada link ini https://www.youtube.com/watch?v=-X-EPS1Weus&t=1082s
(Gus Tama)