Harapan Apa Yang Membuatmu Tetap Hidup Hingga Hari Ini ?

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

Pernahkah kalian mendengar kisah perjuangan Tan Malaka seorang Bapak Republik Indonesia, yang menulis buku dari penjara ke penjara. Tan Malaka hidup sebagai seorang pejuang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara utuh. Melalui tulisannya Tan Malaka memiliki tekad untuk membawa Indonesia merdeka secara sistem negara, kondisi sosial, dan sumber daya manusia yang benar-benar merdeka. Dalam kisahnya Tan Malaka seringkali diasingkan karena dianggap melawan pemerintah kolonial Belanda yang berkuasa saat itu.

Namun apa yang dilakukan Tan Malaka tidak begitu saja mengurungkan tekad nya untuk membuat Indonesia merdeka 100%. Ia tetap menulis dari penjara ke penjara hingga naskah tulisannya bisa dipelajari oleh masyarakat Indonesia. Hingga pada akhir hayat nya ia berkata “Suara saya akan lebih lantang ketika saya di dalam kubur”.

Yang paling pertama muncul di kepala saya adalah “Mengapa?”. Jika menjawab dengan karena Nasionalisme rasanya kurang puas saya mendengar jawaban tersebut. Jawaban dari “Mengapa?” Itulah yang menjadikan Tan Malaka dan pejuang lainnya menyandang gelar Pahlawan Indonesia.

Hari ini kata pahlawan terkadang menjadi kata yang mengesalkan dikalangan remaja yang dilanda patah hati karena cintanya di tikung pahlawan hahaha. Tapi bukan itu yang akan kita bahas pada tulisan ini, penulis mencoba untuk mengajak pembaca untuk bisa menjadi pahlawan bagi sekitar terutama bagi dirinya sendiri.

Keberanian itu hal biasa. Ketabahan itu hal biasa. Tapi kepahlawanan memiliki unsur filosofis di dalamnya. Terdapat kata “Mengapa?” yang agung maknanya yang dipertaruhkan oleh para pahlawan, suatu kepedulian atau keyakinan yang luar biasa, yang tak tergoyahkan, biar apapun yang terjadi. Dan inilah mengapa, sebagai sebuah budaya, kita sangat merindukan seorang pahlawan saat ini: bukan lantaran suasana saat ini begitu kacau, tapi karena kita kehilangan “mengapa?” yang sejati, yang telah menggerakkan generasi-generasi sebelumnya.

Hidup di dunia kita perlu mengetahui ada suatu kebenaran yang menggelisahkan. Jika saya diminta oleh seseorang untuk menuliskan sebuah nasehat pada secarik kertas untuknya maka saya akan menulis:

“Kelak, kamu dan semua orang yang kamu cintai akan mati. Dan dalam sekelompok kecil orang, selama waktu yang cukup singkat saja, hanya sedikit tindakanmu yang masih berpengaruh. Inilah kebenaran yang menggelisahkan tentang Kehidupan. Dan semua yang kamu pikir dan kerjakan hanyalah untuk menghindari kenyataan itu. Kita hanyalah debu kosmik yang tidak berguna, bertabrakan dan berputar-putar seperti titik biru yang kecil. Kita sendiri yang merasa sok penting. Kita mencari-cari tujuan kita,

Kita bukan apa-apa

Enjoy your fucking day.

Bagaimana mungkin anda bisa meyakinkan orang lain untuk “menjalani hari dengan menyenangkan” padahal anda tau bahwa semua motivasi itu berakar pada keinginan tiada batas untuk menghindari kenyataan bahwa tiada makna apapun dalam eksistensi manusia.

Oke, kalian pasti berpikir kalau kita terlahir karena suatu alasan, dan sama sekali tidak ada yang kebetulan, dan setiap orang bernilai karena setiap tindakan kita berdampak pada orang lain, dan bahkan hanya dengan menolong 1 orang saja itu membuktikan bahwa kita memiliki makna.

Manis sekali!

Lihatlah yang berbicara adalah harapan kalian. Itu adalah cerita yang dibuat oleh pikiran kalian sendiri supaya kalian tetap memiliki semangat menjalani hari: sesuatu harus memiliki makna karena tanpa ada sesuatu yang bermakna, tidak ada alasan untuk terus menjalani hidup ini. Sebuah altruisme sederhana untuk memberikan suatu kebaikan atau makna kepada orang lain menjadikan suatu tindakan pantas dikerjakan.

Sekarang kita akan menemukan jawaban dari “mengapa?” Tan Malaka memilki tekad yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara utuh: ya, itu adalah Harapan.

Harapan merupakan bahan bakar bagi jiwa dan mental kita, ketika kita masih memiliki harapan bahwa hari esok akan lebih baik dan masa depan akan cerah. Di atas segalanya kita memiliki harapan bahwa hal-hal akan menjadi lebih baik. Jika tidak memiliki harapan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik, lalu buat apa hidup / buat apa mengerjakan sesuatu ?.

Pernahkah kalian membangun kisah-kisah kecil yang tertulis dalam pikiran kalian setiap kali menghadapi masa sulit, kisah tentang sebelum/sesudah yang kita ciptakan demi diri kita sendiri. Dan kita tetap menjaga kisah-kisah tentang harapan ini supaya tetap hidup, setiap waktu, bahkan jika kisah-kisah itu irasional, karena hanya itulah satu-satunya kekuatan yang mampu melindungi jiwa kita dari kebenaran yang menggelisahkan itu. Bagian terberat adalah menemukan kisah sebelum/sesudah untuk diri sendiri oleh karena itu banyak orang yang menyandarkan nya pada agama, karena agama mensyaratkan iman untuk menghadapi segala permasalahan yang melindungi kita dari kebenaran yang menggelisahkan.

Seperti yang tertuang dalam surah Al Insyirah ayat 5 yang menjadi pegangan umat Islam ketika menghadapi masa sulit:

فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ

“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”

Namun kisah tentang harapan tidak harus bersifat religius beberapa orang membangun kisah sebelum/sesudah mereka berupa membahagiakan kedua orangtua, merawat anak dengan baik dan ada juga yang bersemangat bangun pagi untuk menjalani hari kemudian berolahraga supaya memiliki bentuk badan yang atletis, melanjutkan mengerjakan tugas skripsi, ada pula yang hanya sesederhana ingin melihat senyuman orang yang dicinta. Hal tersebut dibangun semata supaya hidup kita maupun dunia ini dapat menjadi sedikit lebih baik.

Ketiadaan harapan adalah akar kecemasan, penyakit jiwa, dan depresi. Ialah sumber segala penderitaan dan biang kerok segala kecanduan. Menghindari ketiadaan harapan yang merupakan pembangunan harapan kemudian menjadi proyek utama pikiran kita. Segala makna, semua hal yang kita pahami tentang diri kita sendiri dan dunia, dibangun untuk mempertahankan harapan. Maka, harapan merupakan satu-satunya hal yang membuat siapapun dari kita berani berkorban sampai mati. Kita percaya harapan bahkan lebih mulia dari diri kita. Tanpanya, kita percaya kita tidak bermakna.

Untuk membangun dan merawat harapan, kita membutuhkan tiga hal: Kesadaran akan kendali, kepercayaan akan nilai ssesuatu, dan sebuah komunitas

Penjabaran selanjutnya akan dituliskan pada tulisan selanjutnya. Pada intinya tetap rawat “mengapa?” dalam hidup supaya segala sesuatu menjadi bermakna dan pantas untuk dikerjakan dan menjadi lebih baik kedepannya.

Penulis: Moh Fariz Wahyu Abadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

diunggah oleh:

Picture of Muhammad Ihyaul Fikro

Muhammad Ihyaul Fikro

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »