Friday 19th April 2024,

Ketua LTN NU Denpasar Tidak Meragukan Istilah Non Muslim dalam Konteks Negara Bangsa

Ketua LTN NU Denpasar Tidak Meragukan Istilah Non Muslim dalam Konteks Negara Bangsa
Share it

ASWAJADEWATA.COM – Sudah beberapa hari ini akun media sosial masih hangat dengan hasil Munas Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Citangkolo, Banjar mengenai penyebutan status non muslim dalam konteks Negara Bangsa sebagai warga negara (muwathinun) yang ironisnya dipelintir oleh sebagian orang yang tidak mau membaca hasil keputusan dan mempelajari kitab yang dijadikan hujjah dalam forum bahtsul masa’il. (4/3)

Akibat ketidak pahaman memahami kesimpulan hasil bahtsul masa’il ini, sebagian dari mereka merespon dengan nada negatif seperti kiai NU sudah takut kepada rezim penguasa saat ini,  NU sudah menjadi pengikut Mu’tazilah, NU dimasuki orang liberal,  merubah al Qur’an surat Al Kafirun, bahkan sampai mengatakan dengan adanya surat Al Kafirun menuduh kurang berakhlak dan santun dan lain sebagainya.

KH. Husein Muhammad mengatakan, bahwa terminologi “kafir” sebagai “non muslim” hanya ada dalam suatu sistem kekuasaan politik yang mendasarkan diri pada agama tertentu dan kewarganegaraannya didasarkan pada agama, bukan pada tempat/Negara di mana dia dilahirkan dan secara hukum dinyatakan sebagai warga Negara tersebut.

 

Dan KH. Afifuddin Muhajir pun seirama dengan pendapat di atas menegaskan inti jawabannya ialah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semua bangsa Indonesia baik muslim maupun non muslim memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sehingga persoalannya hanya terbatas pada larangan mengumpat non-muslim dengan menyebut mereka dengan panggilan “kafir”, Sangat salah jika hanya langsung menyimpulkan bahwa non-muslim bukan lagi berstatus kafir, kesimpulan tersebut jelas tidak benar.

Oleh karena itu, sebagaimana tanggapan LBM Lirboyo tentang rumusan Munas Alim Ulama sebenarnya hanya menyimpulkan bahwa sangat tidak baik sebutan kafir untuk non muslim disampaikan secara terbuka apalagi dihadapan orang-orang yang tidak beragama islam, konteks rumusan diatas adalah dalam rangka menjaga kerukunan dan persatuan antar warga negara, sama sekali tidak ada kaitannya dengan ranah akidah atau theologi yang berkaitan dengan keimanan seseorang.

Dengan demikian, Ketua LTN NU Kota Denpasar Syahrial Ardiansyah mengatakan bahwa memanggil secara terang-terangan kepada saudara yang berbeda agama yang notabenennya non muslim dengan sebutan “kafir” maka hal tersebut termasuk perbuatan yang haram dilakukan, sebab perkataan “kafir” sejatinya merupakan manifestasi umpatan yang akan menyakiti atau menyinggung perasaan non muslim tersebut, sehingga tidak etis untuk diaplikasikan, demi menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. (Syahrial)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »