ASWAJADEWATA.COM
Bali merupakan wilayah yang memiliki keunikan tersendiri. Hal ini bisa dilihat dari sejarah terjalinnya hubungan antar umat Islam dan Hindu. Akulturasi budaya dan tradisi menjadi perekat hubungan kedua umat ini. Dengan demikian, Bali dikenal dengan budaya dan tradisinya yang sangat kuat dan kental.
Sebagaimana yang berlaku di Banjar Bukit Tabuan, Desa Bukit, Kecamatan/Kabupaten Karangasem. Di Banjar ini memiliki tingkat kerukunan antar umat beragama sejak abad 16 Masehi. Meski berbeda keyakinan, namun umat Hindu dan Islam di Banjar Bukit Tabuan tampak seperti saudara.
Mereka tak pernah berselisih. Warga hidup berdampingan di wilayah yang ada di atas Pegunungan Seraya. Kerukunan antar umat beragama ini dipersatukan prasasti yang diyakini sakral. Umat muslim di Banjar Bukit Tabuan telah ada sejak abad 16 Masehi.
Saat itu mereka dipindahkan Raja Karangasem Anak Agung Ngurah Karangasem dari Yeh Kali menuju Pegunungan Seraya. Sejak saat itu, tali persaudaraan antar sesama terjalin. Seperti tolong menolong dan saling membantu antar sesama sudah biasa.
Menurut seorang warga Banjar Bukit Tabuan, saat Safaran dan Galungan, acaranya jadi satu. Masyarakat muslim dan Hindu melakukan acara bersamaan di sekitar prasasti secara bergantian. Karena toleransi di desa tersebut kental sekali.
Prasasti yang berada di Pura Bhur Lokha sudah ada sejak para leluhur mengenal salat telu waktu atau sembahyang tiga waktu. Meraka datang membawa sesajen menggelar ritual di sekitar prasasti tersebut. Ritual itu dilaksanakan sebelum dan sesudah mengelar panen raya dan mengucapkan rasa syukur.
Bendesa Adat Seraya, I Nyoman Matal mengaku ikatan persaudaraan umat Hindu dan Islam di Banjar Bukit Tabuan telah terjalin sejak dulu. Tali persaudaraan itu diikat sebuah prasasti yang merupakan warisan leluhur.
Untuk menjaga warisan simbol kerukunan dan keharmonisan, umat Hindu dan Islam di Bukit Tabuan terkadang menyampaikan rasa syukur di prasasti peninggalan leluhurnya. (tribunnews.com)