Bentrokan Fisik GP Ansor – PKI di Buleleng

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM

Oleh: Abdul Karim Abraham

Setelah kejadian Gerakan 30 September 1965 di Jakarta, dengan segera terjadi chaos di akar rumput. Aksi penumpasan terhadap simpatisan PKI secara massif terjadi di beberapa tempat, terutama di Pulau Jawa dan Bali.

Di Pulau Jawa, pada bulan oktober sudah menjadi banjir darah. Diduga, pembantaian yang terjadi itu ada pihak yang memobilisir masyarakat sipil dengan menggunakan berbagai isu dan propaganda, salah satunya isu atheis, yang dikonfrontir dengan masyarakat yang beragama.

Selama bulan oktober 1965, kondisi di Bali masih terbilang normal, belum terjadi pembunuhan. Hanya saja, dikalangan elite pemerintah dan partai di Bali, sudah mulai desakan desakan untuk melarang keberadaan PKI di Bali.

Bentrokan fisik kemudian mulai pecah, salah satunya bentrokan antara GP Ansor dengan Pemuda Rakyat yang merupakan underbow PKI pada hari kamis, 11 November 1965 di Desa Sanggalangit Kecamatan Gerokgak Buleleng.

Harian Suara Indonesia pada tanggal 15 November 1965 melaporkan bentrokan fisik di Gerokgak itu menewaskan 4 anggota PKI, 2 anggota Ansor, 1 anggota PNI, dan puluhan anggota terluka dari kedua belah pihak.

Para anggota GP Ansor yang terlibat dalam kejadian tersebut, datang dari berbagai desa di wilayah kecamatan gerokgak dan seririt.

Keterlibatan anggota lintas desa dan kecamatan tersebut untuk merespon isu yang beredar bahwa Pemuda Rakyat (PKI) akan membakar Masjid di Desa Gerokgak saat sholat Jumat.
Bentrokan tersebut menyulut api kewaspadaan.

Untuk mengantisipasi bentrokan lanjutan, Ketua PC GP Ansor Buleleng Ahmad Badri (foto diatas) menginstrusikan latihan latihan fisik bela diri kepada seluruh anggota, termasuk mendatangi para Kyai untuk mendapatkan doa dan azimat.

Salah satunya seperti yang dilakukan Pak Suki, yang merupakan anggota Ansor angkatan 1965 dari Desa Sumberkima. Ia bersama 9 temannya sowan kepada Kyai Asad Sukorejo Situbondo.

Oleh Kyai Asad mereka dibekali penjalin (rotan) satu satu. Bagi anggota Ansor, Doa dan Azimat dari Kyai, akan menumbuhkan kepercayaan diri untuk menghadapi musuh. Mereka inilah kemudian bertugas setiap malam berpatroli keliling untuk mengamankan desanya.

Anggota dan simpatisan PKI betul betul “menyerah”, setelah pasukan RPKAD dan Divisi Brawijaya mendarat di Bali pada tanggal 7-8 Desember 1965. Kehadiran mereka dari Jawa ini menandai pembunuhan besar besaran hingga di penghujung tahun 1966.

Dalam buku “Sisi Gelap Pulau Dewata” yang ditulis Geoffrey Robinson memperkirakan bahwa dalam tempo 3 hari pada bulan desember, ada 6.000 orang terbunuh. Sebelum dieksekusi, mereka yang tertuduh PKI diangkut dengan lusinan truck secara beriringan. Sebagian besar mayat mereka dibuang ke laut dan di kubur massal.

diunggah oleh:

Picture of Dadie W Prasetyoadi

Dadie W Prasetyoadi

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »