ASWAJADEWATA.COM-Gus Baha’ benar-benar memberikan warna baru dan penyegaran di kalangan warga NU. Jika selama ini masyarakat NU yang masih awam cenderung dianjurkan untuk diam melawan kelompok yang suka mengkafirkan dan membid’ahkan karena keterbatasan ilmu, nampaknya sekarang tidak boleh diam lagi. Gus Baha’ menawarkan cara baru yang bisa digunakan untuk membungkam kelompok yang suka mengkafirkan dan membid’ahkan yaitu gerakan “Cangkem Elek”. Gerakan ini bisa dilakukan oleh seluruh warga NU, tanpa syarat harus sudah ‘alim. Gerakan ini hanya mengandalkan logika-logika sederhana namun cerdas. Meskipun begitu, kekuatannya tidak kalah dahsyat dengan dalil yang menggunakan teks (Al-Qur’an, Hadits, maupun kitab karya ulama).
Saya belum paham mengapa Gus Baha’ menyebut gerakan melawan kelompok takfiri dengan istilah “Cangkem Elek”. Secara bahasa, Cangkem Elek bisa diartikan mulut kotor, jelek, buruk. Namun kalau boleh menafsirkan, istilah cangkem elek ini mungkin menunjukkan bahwa cukup bermodal cangkem (mulut) untuk melontarkan kata-kata yang simpel, sederhana, dan tak harus intelek untuk membungkam kelompok takfiri. Tak perlu memakai dalil atau referensi yang mu’tabar, cukup memakai kata-kata sederhana, namun sarat logika.
Gerakan cangkem elek ini lebih mengandalkan logika, akal sehat dalam mempertahankan kebenaran. Gus Baha’ memberikan contoh-contoh penerapan gerakan cangkem elek sebagai berikut:
Pertama, sering kaum takfiri yang usil, menganggap bahwa orang yang membawa keris dan benda-benda tertentu sebagaimana yang lumrah terjadi seperti di Pulau Jawa sebagai sesuatu yang bisa menenangkan batin sebagai musyrik dan menyekutukan Allah. Orang ini dianggap musyrik karena bergantung kepada makhluk.
Untuk menjawab tudingan ini, tak perlu dalil. Cukup dengan logika. Gus Baha’ mencontohkan orang kota jika berpergian tanpa membawa ATM dan HP juga tidak tenang. Kenapa mereka tidak dihukumi musyrik? Lalu apa bedanya dengan orang yang hatinya tidak tenang jika tidak membawa keris?
Gus Baha’ menegaskan bahwa iman kepada Allah adalah kebenaran absolut yang tidak akan terganggu oleh hal-hal yang sifatnya adat istiadat. Oleh sebab itu, membawa keris untuk ketenangan batin tidak dihukumi syirik karena itu masuk kategori adat istiadat, sebagaimana kebiasaan masyarakat sekarang yang hatinya tidak tenang jika berpergian tanpa membawa ATM dan HP.
Kedua, soal berdzikir dan jabat tangan setelah shalat yang sering dibid’ahkan. Untuk menjawab tudingan mereka, tak perlu dengan dalil karena akan sangat sulit. Kalaupun ada haditsnya, biasanya dho’if. Oleh sebab itu, cukup dijawab dengan cangkem elek.
Ketika setelah shalat orang boleh menyalakan hp, boleh pergi ke kamar mandi, lalu kenapa tidak boleh berdzikir dan jabat tangan antar jama’ah?
Ketiga, Gus Baha’ pernah menceritakan sebuah kisah nyata tentang seseorang yang bertanya kepada seorang kyai tentang iblis yang dimasukkan ke neraka. Singkatnya begini, orang ini menyebut jika iblis terbuat dari api, dan neraka itu adalah api, lalu bagaimana api akan menyiksa api? Untuk menjawab pertanyaan ini, kyai tadi mengambil tanah lalu melempar ke orang yang bertanya dan dia mengaduh karena sakit. Ternyata tanah bisa menyakiti manusia yang terbuat dari tanah. Lalu apa susahnya memahami bahwa api neraka bisa menyakiti iblis yang terbuat dari api?
Dalam mengampanyekan gerakan “Cangkem Elek” ini, Gus Baha’ tidak asal-asalan. Beliau mengaku apa yang disampaikan itu bersanad. Soal gerakan cangkem elek, beliau mengambil sanad dari kisah Nabi Ibrahim AS saat menghancurkan berhala-berhala raja Namrudz. Nabi Ibrahim menyisakan satu berhala yang paling besar lalu menalungkan kapak di leher berhala tersebut.
Lalu Para pembesar kaumnya marah seelah mengetahui ulah Nabi Ibrahim terhadap berhala-berhala itu. Nabi Ibrahim didatangi dan digelandang menuju pengadilan. Beliau ditanya, “Apakah engkau yang menghancurkan Tuhan-Tuhan kami?”. Lalu beliau menjawab tidak melakukan apa-apa dan menyuruh para pembesar melihat berhala yang besar berkalungkan kapak. Beliau menuding Berhala besar itulah yang menghancurkan berhala-berhala kecil.
Para pembesar mengelak dengan alasan berhala-berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin ia menghancurkan berhala-berhala yang lain sedangkan ia pun tak bisa bergerak. Jawaban para pembesar kaumnya itu menjadi bumerang baginya. Lalu Nabi Ibrahim membalikkan perkataan mereka dengan pertanyaan sederha, “Lalu mengapa kau menyembah patung yang tidak bisa berbuat apa-apa?”
Walhasil, tampaknya gerakan “Cangkem Elek” milik Gus Baha’ ini perlu untuk dikampanyekan dan dipraktikkan untuk membungkam kelompok yang sering mengkafirkan dan membid’ahkan amaliyah orang NU. Kita tak perlu risau dan ragu untuk membela agama dengan gerakan ini. Toh, gerakan ini juga tidak asal, namun sesuai dengan tradisi keilmuan di NU, yaitu bersanad, dan sanadnya nyambung ke Gus Baha’.
Penulis: Syaefudin Achmad