ASWAJADEWATA.COM – Pengalaman masa kecil Niluh Putu Ari Pertami Djelantik atau yang lebih dikenal Niluh Djelantik yang penuh dengan kekurangan materi diungkapkan oleh designer sepatu kebanggaan Bali dan nasional itu pada satu kesempatan dalam sebuah seminar pemberdayaan UMKM di Denpasar.
Bagaimana pada saat itu seorang gadis kecil dari keluarga yang serba kekurangan harus berjuang membantu ibunya demi menyambung hidup dan bersekolah, sampai-sampai hanya untuk urusan sepatu Ni Luh panggilan akrabnya, harus rela dibelikan sepatu yang berukuran 3 kali lebih besar dari ukurannya. Itu dimaksudkan agar sepatu tersebut dapat dipakai bertahun-tahun.
“Walaupun demikian, saya tidak merasa kecil hati dan sekarang malah bersyukur karenanya”, demikian dituturkan Ni Luh.
Menurutnya pengalaman inilah yang menjadikannya terobsesi dengan sepatu, hingga saat sudah bekerja dan berpenghasilan cukup besar pernah mengoleksi sebanyak 300 pasang sepatu.
Sepatu bagi Ni Luh memiliki filosofi tersendiri. “Buat saya sepatu yang nyaman adalah penting, coba bayangkan jika kita memakai sepatu yang terlalu sempit, pasti akan mempengaruhi mood sepanjang hari, akibatnya apapun yang dikerjakan sepanjang hari itu tidak akan dapat maksimal”, ungkapnya.
Sukses Ni Luh Djelantik hari ini bukanlah tanpa hambatan, perusahaan yang dibangunnya bersama mitra investor asing juga sempat mengalami kegagalan dalam perjalanannya. Ni Luh ditinggal oleh investor hanya karena dia tidak mau memindahkan produksi industri sepatunya ke negara asal investor itu sesuai keinginan mereka. Akhirnya mereka membawa Brand ‘Ni Lo’ ke luar negeri tanpa menyertakannya karena seluruh kepemilikan usaha itu menjadi hak investor berdasarkan hukum perjanjian kerjasama yang dibuat sebelumnya.
Pertimbangan akan ikatan emosional yang telah terbangun dengan para pekerjanya lah yang membuat Ni Luh bersikukuh untuk berusaha mempertahankan agar produksi sepatu yang telah merambah pasar Eropa ini tetap berada di Indonesia. Namun sayang usahanya itu tak membuahkan hasil.
Tak berselang lama setelah kejadian itu, Ni Luh mencoba untuk bangkit membangun usaha industri sepatu baru berbekal pengalaman sebelumnya. Khususnya dalam hal aspek hukum usaha dan hak paten atas merk sepatunya untuk menghindari kejadian sebelumnya terulang lagi. Maka dibuatlah usaha industri sepatu barunya dengan nama ‘Ni Luh Djelantik’.
Usaha baru ini dibangun kembali dengan formasi pekerja lama yang sebelumnya dirumahkan karena berakhirnya kerjasama Ni Luh dengan mitranya. Mereka yang berasal dari berbagai daerah di Jawa dan Bali ini sebagian besar dengan senang hati kembali bekerja untuk Ni Luh merintis ulang usaha tersebut dari awal.
“Saya sangat menikmati suasana kebhinekaan dalam perusahaan yang saya bangun,” ujarnya ketika bercerita tentang para karyawannya yang sudah dianggap sebagai sebuah keluarga.
Kekukuhannya untuk selalu menggunakan potensi SDM dalam negeri yang menjadi idealisme Ni Luh dalam seluruh proses produksi usaha sepatunya ini mencerminkan betapa jiwa nasionalisme dalam diri Ni Luh sangat kental. Dengan bangga dia menyampaikan kepada konsumen manca negara yang menjadi target pasar penjualan produknya bahwa seluruh komponen dan pengerjaan sepatu buatannya berasal dari Indonesia.
Jerih upaya tanpa lelah Ni Luh ini perlahan menampakkan hasilnya. Banyak dari pelanggan lamanya kembali membeli sepatu buatan Ni Luh dan bahkan lebih sukses dari usaha yang dibangun sebelumnya.
Cintanya kepada para pekerja serta negerinya disertai keyakinan kuat akan kemampuan diri dalam berkarya untuk membawa nama Indonesia mendunia, ternyata malah mengantarkannya menuju kesuksesan jauh melampaui target yang diharapkan.
(dad)