ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: H. Bagenda Ali
Sejarah masuknya agama Islam di Bali memang para sejarawan sepakat terjadi pada masa kerajaan Gelgel, Klungkung pada abad XVI. Namun ada beberapa versi yang berbeda.
Versi pertama diawali dari datangnya Raja Dalem Ketut saudara Raja Dalem Pasuruan di bawah kekuasaan Majapahit dan berangkat dari Majapahit ke Bali dengan alasan bahwa kedatangannya itu karena mengungsi disebabkan Majapahit telah jatuh ke tangan Islam dan kemudian Raja Dalem Ketut oleh karena akan menetap di Bali maka beliau mendirikan Kerajaan di Bali Gelgel (Klungkung).
Beberapa tahun kemudian di awal abad ke XVI datang Ratu Dewi Fatimah yang sudah menjadi muslimah dari Majapahit dan masih saudara sepupu dengan Raja Dalem Ketut dan bersahabat dekat dengan Raja Dalem Ketut sewaktu masih ada di Majapahit.
Dari cerita rakyat ini, keinginan Dewi Nyai Fatimah gagal semuanya karena yang awalnya mau mengkhitan Raja Dalam Ketut ternyata tidak mampu memutuskan bulu kaki Raja Dalem Ketut pada saat dicobakan. Kemudian Ratu Dewi Fatimah kembali ke Loloan (Kabupaten Jembrana, Bali) tempat mendarat semula dan pengiringnya yang muslim kembali lagi ke Gelgel dan mendirikan pemukiman. Pada saat itulah di Gelgel ada pemukiman umat Islam hingga sekarang.
“Pada sumber lain menyebutkan bahwa pada saat Ratu Dewi Fatimah tidak mampu memotong bulu kaki milik sang Raja yang berarti bahwa sang Raja menang maka pimpinan ekspedisi akhirnya dihukum mati dengan cara membunuh dirinya sendiri dengan keris dan dikuburkan di Desa Satra sekitar 3 kilometer (Km) dari selatan Klungkung atau 1,5 Km dari barat daya Gelgel. Kuburannya pun masih dapat kita temukan adanya.
Menurut Kepala Desa Kampung Gelgel, Bapak Sahidin, bahwa cerita rakyat yang ditulis dalam sejarah bahwa kematian Dewi Fatimah adalah membunuh dirinya sendiri tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Cerita tetua masyarakat kampung Gelgel sendiri yang diwarisi secara turun-temurun mengatakan bahwa Nyai Dewi Fatimah pada saat itu sedang bertirakat di sekitar wilayah tersebut yang masih berupa hutan belantara dan kemudian dijadikannya tempat tinggal bersama pengikutnya. Sampai pada akhirnya beliau wafat di tempat tersebut dan bukan melakukan pembunuhan terhadap dirinya.
Versi kedua secara berkomunitas masuknya agama Islam ke Bali dimulai pada zaman kerajaan awal abad ke- XVI. Islam pertama kali masuk ke Bali melalui pusat pemerintahan zaman kekuasaan Raja Dalem Ketut Ngelesir yang berpusat di Klungkung pada awal abad ke XVI.
“Raja Dalem Ketut Ngelesir yang berkuasa sebagai Raja Gelgel I di awal abad ke XVI, ketika Raja ini berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur untuk menghadiri undangan Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk dalam acara konferensi kerajaan seluruh nusantara,”.
Di saat kembali lagi ke Gelgel, diantar 40 pengawal yang beragama Islam dan didampingi dua orang ahli agama Islam. Kedua tokoh ahli agama Islam itu sudah berstatus sebagai wali yang bernama Kiai Abdul Jalil dan Raden Modin.
Mereka diizinkan untuk menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan sendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa kejayaan Majapahit. Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel menempati satu pemukiman atau pelungguhan dan membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadah umat Islam tertua di Bali.
Yang kemudian menjadi persoalan sejarah muslim di Bali saat ini adalah makam Nyai Dewi Fatimah selaku pendatang awal Muslim di Bali yang terletak di Desa Satra Kec. Klungkung Kabupaten Klungkung sekitar 3 kilometer (Km) dari selatan Klungkung atau 1,5 Km dari barat daya desa Kampung Gelgel.
Oleh karena makam yang sangat bersejarah bagi ummat muslim di Bali ini berada di pemukiman atau tanah adat warga umat Hindu dan jauh dari pemukiman warga Muslim Gelgel.
Makam ini tentu sangat penting bagi ummat Muslim Bali khususnya bagi warga muslim “ASWAJA” yang memiliki tradisi tour religi untuk berdoa dan tabarruk ( ngalap berkah ) karena tergolong wilayah makam yang dikeramatkan ( dimuliakan ) baik bagi ummat Muslim sendiri maupun ummat Hindu, di samping itu makam ini juga adalah merupakan Starting Point ( titik awal ) eksistensi ummat Muslim di Bali.
Menurut sebagian warga Kampung Gelgel bahwa sampai hari ini mereka belum pernah mendapatkan persetujuan dari pemilik wilayah/ tanah adat itu untuk memelihara dan membangun tempat makam itu sebagai layaknya makam yang dihormati dan muliakan oleh warga muslim meskipun sudah pernah dimohonkan oleh warga Muslim kampung Gelgel. Entah apa penyebabnya sehingga hal demikian bisa tidak diijinkan mungkin adanya kekhawatiran bagi mereka jika mengijinkan untuk membangun tempat itu sedemikian rupa tentu akan menjadi tempat yang ramai didatangi oleh warga Muslim dan dianggap bisa mengganggu aktifitas mereka. wallau a’lam bis shawab.
(Penulis adalah peneliti Sejarah Islam di Bali dan penulis buku ‘Awal Mula Muslim di Bali’)