Anak Kecil pun Kenal NU

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Ricki Adha Ma’arif

Nahdlatul Ulama (NU) genap satu abad usianya. Siapa yang tak kenal dengan organisasi ini? Organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia, anak usia dini hingga dewasa pasti mengenalnya. Lewat Amaliyah yang membudaya dan sikap yang rahmah menjadikan NU diterima oleh semua kalangan.

Pengalaman Penulis ketika saat itu sedang duduk dibangku Sekolah Dasar kelas 5 SDN 3 Dauhwaru, Jembrana, tahun 2012, saya berkumpul dengan teman-teman sesama muslim saat pelajaran agama islam sedang berlangsung. Di Bali, siswa sekolah-sekolah negeri mayoritas beragama Hindu. Karena siswa yang bergama Hindu sedang belajar agama di kelas, kami siswa beragama Islam keluar kelas dan belajar agama di perpustakaan. saya masih ingat nama guru agama yang mengajar saya, beliau bernama Pak Ali Fauzi, beliau menjadi panutan bagi saya, karena beliau sangat baik dan lembut dalam mengajar.

Nah, kembali ke awal ketika berkumpul bersama teman-teman, kebetulan saat itu Pak Ali belum datang ke perpustakaan. Saya dan teman saya bercerita tentang berbagai aliran dalam Islam. Ketika itu saya ingat momen penanggalan awal puasa yang berbeda antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, di situ saya nyeplos saya ikut NU puasanya belakangan, sedangkan Muhammadiyah duluan.

Lalu saya tanya ke teman saya, nama panggilannya Chika, “Kalau kamu ikut apa cik?” kata saya.

“Kalau aku Muhammadiyah,” jawabnya saat itu.

Saya membahas ini bukan maksud apa, karena saat itu saya masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Tapi arti yang dapat saya ambil dari kisah itu, yaitu eksistensi dari Nahdlatul Ulama sudah saya kenal, walau belum mengerti sepenuhnya isi dan sumber rujukan ajarannya.

Pernah juga dulu suatu ketika saya bertanya hal yang sama ke bapak saya. “Pak, apa bedanya NU dan Muhammadiyah?”

Lalu bapak saya menjawab, “Kalau NU itu tahlilan”, katanya menjelaskan.

Karena saya dulu sering sekali diajak bapak tahlilan, jadinya saya tahu tahlilan itu seperti apa, akhirnya sedikit faham tentang NU.

Waktu dan keadaan berjalan begitu cepat. Saya mulai mengenal lebih dekat NU dengan ikut organisasi pelajar Nahdlatul Ulama yakni IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama). Saya masih ingat sekali ketika masih duduk di bangku kelas sebelas Madrasah Aliyah MAN 1 Jembrana tahun 2018, saya diajak untuk bergabung dengan IPNU oleh seorang teman bernama Fije. Nah saya bertanya dong pasti, “apan tuh IPNU?”. Saat itu Fije menjawab, “Yah ikut aja dulu, nanti pasti tahu”.

Akhirnya saya ikut gabung ke group “WA” mereka waktu dekat akan diadakan rapat. Itu menjadi pertemuan pertama saya dengan Rekan-Rekan (sebutan bagi anggota IPNU) yang lain, yang sama-sama gabung di organisasi ini. Di situ juga saya mengenal Bang Wildan (panggilan kampung dari Ahmad Wildan) Ketua Pimpinan Cabang IPNU Jembrana. Sejak itu mulai lah saya ikut kegiatan-kegiatan IPNU Jembrana, walau masih jarang hadir.

Saat itu sedang gencar-gencarnya paham radikalisme yang marak beredar. Saya khawatir jika nanti saya malah gabung di kelompok aliran tersebut. Suatu ketika rekan dan rekanita IPNU/IPPNU sempat mengadakan kegiatan ngaji kitab yang menjelaskan tentang Tahlilan. Dalam hati saya berkata, “Lho, kan tahlilan ini yang biasa saya ikuti”. Di sini lah akhirnya saya yakin bahwa saya sedang berada di jalan yang benar, karena kebiasaan yang dilakukan di lingkungan rumah sama dengan di organisasi. Terutama 3 prinsip dari Gus Dur tentang rukun iman, rukun islam dan rukun tetangga/kemanusiaan.

Gus Dur yang tidak lain merupakan cucu dari Muassis NU KH. Hasyim Asy’ari itu dalam rekam jejaknya selalu menebarkan Islam dengan wajah damai, lewat faham pluralismenya di tengah masyarakat multikultural. Hal ini sangat terasa di Bali, di sini kami dibiasakan untuk selalu menghormati dan menghargai dengan sesama warga lainnya. baik itu yang berbeda agama, suku, maupun budaya. NU di Bali telah terbukti mampu diterima oleh berbagai kalangan, seperti semboyan yang digaungkan di satu abad usianya, yaitu Merawat Jagad Membangun Peradaban.

Sejak itu saya mulai memahami dan terus belajar tentang NU, karena memang sama sekali awalnya tidak tau. Perlahan saya memahami wajah NU dan amalan yang sering dilaksanakan. Seperti kegiatan Istighotsah oleh Pengurus Cabang NU Jembrana. Saya juga mulai mengetahui bahwa di NU itu ada Istilah Aswaja atau kepanjangan dari Ahlussunnah wal jama’ah.

Setelahnya hingga sekarang, saya selalu mengikuti kegiatan yang sering dilaksanakan oleh PC IPNU Jembrana, termasuk mengikuti kegiatan pengkaderan. Saya menjalani semua ini sebagai sebuah proses belajar dengan niat untuk tahu lebih dalam tentang NU.

(Penulis adalah Mahasiswa PAI STIT Jembrana dan Pengurs PC IPNU Jembrana, Bali).

diunggah oleh:

Picture of Dadie W Prasetyoadi

Dadie W Prasetyoadi

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »