Friday 26th April 2024,

Bagaimana Perspektif Islam tentang Waktu?

Bagaimana Perspektif Islam tentang Waktu?
Share it

ASWAJADEWATA.COM – Manusia selama berabad-abad telah mengamati fenomena alam secara teratur. Hal ini membantu manusia menemukan makna dan penggunaan waktu.

Misalnya hari dalam kehidupan di bumi adalah satuan waktu untuk bumi yang melakukan rotasi satu putaran penuh. Tahun adalah satuan waktu untuk bumi berevolusi mengelilingi matahari yang sama dengan 365 hari.

Dalam rangka untuk mempermudah mengetahui waktu terdapat  dua kelompok. Pertama, penanggalan bulan yang menjadikan putaran bulan mengelilingi bumi sebagai dasarnya disebut Hijriyah. Kedua, penanggalan matahari yang menjadikan putaran bumi mengelilingi matahari sebagai dasarnya , disebut Masehi.

Setiap orang tentu memahami bahwa waktu adalah anugrah dari Allah berupa kesempatan dan jalan untuk mengisi kebaikan dan ibadah. Waktu adalah sub-ordinat dari manusia sebab waktu merupakan bagian dari diri kita sendiri, sebagaimana;  “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya bagaikan hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.” (Hilyatul Awliya’, II/148).

Sebagai manusia yang beragama Islam, maka wajib menggunakan waktu sebaik mungkin baik urusan dunia maupun  akhirat sebagaimana penyair berkata:

وَالْوَقْتُ أَنْفَسُ مَا عَنَيْتَ بِحِفْظِهِ … وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يُضَيَّعُ

“Waktu adalah perkara paling mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, tetapi aku melihatnya paling mudah engkau menyia-nyiakannya”

Dalam Islam, paling tidak ada dua kategori menggunakan waktu:

  1. Memperjuangkan agama sebagai bentuk syukur hamba yang dianugerahi waktu. Hasan Al-Banna berkata: “waktu adalah kehidupan”.

Dalam waktu 23 tahun Nabi SAW telah melakukan transformasi besar di Jazirah Arab. Hal ini terjadi lantaran penggunaan waktu secara efektif dan efisien oleh Nabi SAW. Imam al-Hasan al-Bashri berkata:

اِبْنَ آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

“Wahai anak Adam, kamu hanyalah hari-hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu.”

  1. Menggunakan waktu tidak instan dalam pola pikir investasi. Artinya, jangan mengelola waktu dengan instan karena akan membuat kita malas dalam berproses.

Muslim harus bersegera melaksanakan tugasnya pada waktunya, dan tidak menunda-nunda tugasnya sehingga memberatkan dirinya di kemudian hari. Al-Hasan al-Bashri berkata:

أَدْرَكْتُ أَقْوَامًا كَانَ أَحَدُهُمْ أَشَحَّ عَلَى عُمْرِهِ مِنْهُ عَلَى دَرَاهِمِهِ وَدَنَانِيْرِهِ

“Aku telah menemui orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya daripada dirham dan dinarnya.”

Dalam Al Qur’an terdapat istilah Wal-‘ashr  merupakan waktu antara waktu shalat Ashar dengan waktu shalat maghrib yang berlangsung sangat singkat sekitar 3 jam.

Yakni, waktu itu singkat, tidak akan pernah berulang walau sedetik pun. Setiap waktu, perbuatan kita akan senantiasa diawasi dan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti.

Dalam hal itu, QS. Al-‘Ashr ini mengandung tiga makna yang signifikan:

  1. Teologis; Hubungan transendental kepada Allah SWT sebagai landasan utama (Amanu) untuk memperkokoh keimanan.
  2. Fiqh: Implementasi Islam sebagai tatan nilai dalam realitas sosial (Amilu ash-Shalihat).
  3. Fiqh dakwah; mendakwahkn Islam secara moderat (Tawa Shaw bil Haq wa tawashaw bi ash-Shabr). Al-Haqq sebagai doktrin agama yang bersifat ideal (das sollen). ash-Shabr sebagai bentuk implementasi agama dalam dunia realitas (das sein). Kita berdakwah harus mampu mengkombinasikan keduanya secara moderat sehingga bisa menampilkan Islam moderat.

Dengan demikian, walaupun Surat Al -`Ashr ini surat pendek terdiri dari tiga ayat tapi kandungan maknanya sangat mendalam. Imam Asy Syafi`i mengatakan: “Seandainya manusia memikirkan surat ini, niscaya cukup bagi mereka sebagai pedoman hidup.”

Oleh: Dr. KH. Nawawi Thabrani, M.Ag (Kuala lumpur, 02/01/2019)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »