KH. Hasani Nawawie Sidogiri: Kiai Sufi Pengagum Pancasila

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Kiai Hasani adalah putra bungsu Kiai Nawawi bin Noerhasan dari istri ketiganya, Nyai Asyfi’ah. Beliau lahir sekitar tahun 1924/1925. Kiai Hasani yatim sejak kecil. Abah beliau wafat saat Kiai Hasani umur 2 tahun. Agak berbeda dri saudara-saudaranya yg lain, beliau dikenal sebagai putra Kiai Nawawi yg paling pendiam, zuhud, wara’, dan khusuk. Bila berjalan, beliau selalu menundukkan kepala & tampak sangat tenang.

Sama seperti kakaknya, Kiai Sadoellah Nawawi, Kiai Hasani juga hidup di masa penjajahan Belanda yg sedang mencapai puncaknya. Beliau juga memiliki peran penting di dalam perjuangan ini. Bedanya, kakak beliau Kiai Sadoellah, memilih berjuang dg memanggul senjata & bertempur di medan perang, sedangkan Kiai Hasani lebih memilih berjuang melalui jalur diplomasi & damai. Beliau bahkan kerap mendatangi kamp-kamp Belanda & berpidato di sana.

Dengan mendekati Belanda, Kiai Hasani berupaya menetralisir serangan Belanda terhadap Sidogiri. Sidogiri saat itu memang sedang menjadi salah satu incaran utama pasukan Kompeni. Sidogiri merupakan markas perjuangan Kiai Sadoellah dalam mengusir Belanda. Apa yg dilakukan Kiai Hasani dengan mendekati Belanda ternyata cukup efektif untuk mengamankan Sidogiri. Jika Belanda mau menyerang Sidogiri, Kiai Hasani sudah menyetop mereka sebelum masuk desa Sidogiri. Beliau menyuruh mereka kembali. Mereka pun menuruti apa yg beliau perintahkan.

Pernah suatu saat, ada yg mengeluh kepada Kiai Sadoellah mengenai kedekatan Kiai Hasani dg Belanda. Saat itu beliau pernah sampai pakai baju doreng Belanda & pernah naik tank mereka. “Kalau betul Hasani itu ikut Belanda, tidak usah kalian yg membunuhnya, aku sendiri yg akan menembaknya. Tapi aku akan menanyakan dulu pada Hasani, apa maksudnya dia seperti itu,” ungkap Kiai Sadoellah yg memang dikenal sangat tegas terhadap Belanda.

Kiai Sadoellah bertemu Kiai Hasani untuk menanyakan maksud dri kedekatannya dg Belanda. Kiai Hasani menjawab bahwa kedekatannya dg Belanda hanya ingin menyelamatkan santri. Karena saat itu, pesantren sedang kosong ditinggal berjuang & mengungsi oleh semua kiai. “Kalau aku tidak berbuat begini, pasti pondok dibakar,” ungkap Kiai Hasani. Mendengar alasan itu, Kiai Sadoellah terdiam & tindak bertindak apapun.

Soal nasionalismenya, jangan diragukan lagi. Kiai Hasani memiliki kecintaan yg sangat besar terhadap negeri ini. Beliau adalah pengagum Pancasila. Konon, beliau yg menginstruksikan agar memasang ukiran burung Garuda di pintu gerbang Pondok Pesantren Sidogiri. Lambang Republik Indonesia tersebut diukir di tembok sebelah kiri gerbang. Di bawahnya tertera butir-butir Pancasila, tak ada gambar dari tulisan lain selain itu termasuk petunjuk bahwa gerbang itu adalah pintu masuk ke Pondok Pesantren Sidogiri.

Kekaguman beliau pada Pancasila dikarenakan Pancasila sejalan dengan pemikiran beliau, tapi dalam penafsiran yg berbeda dari kebanyakan orang. Dengan tegas Kiai Hasani menyatakan bahwa sila pertama Pancasila hanya sesuai dengan akidah Islam, tidak dengan yg lain. Apa yg beliau ungkapkan tentang tafsir “esa” ini tidak hanya sekedar apologis belaka, Kiai Hasani membangun sebuah argumentasi teologis yg mapan. Beliau menjelaskan arti kata “esa” dari langgam teologi; bahwa pada titik makna dasarnya, keesaaan itu hanya sesuai dengan akidah Islam. Beliau menjelaskan secara detail satu-persatu dri butir Pancasila lengkap dg dalil-dalilnya di dalam sebuah manuskrip yg sakarang menjadi koleksi langka perpustakaan Sidogiri. Di dalam manuskrip yg beliau tulis sendiri ini, juga diceritakan kekaguman beliau pada sosok Presiden Ir. Soekarno. Bahkan di dalam manuskrip itu, beliau cerita pernah bermimpi Ir. Soekarno sebanyak 21 kali. Dalam salah satu mimpinya, Ir. Soekarno pernah menyampaikan kalimat singkat, “ad-Dunya Dawa’,” dunia adalah obat. Kalimat ini yg akhirnya memang selaras dg keseharian beliau yg zuhud, memposisikan dunia sama seperti obat, yg dibutuhkan hanya sesuai dosisnya tanpa berlebihan. Sangat banyak cerita-cerita kezuhudan beliau yg barangkali bisa kita ceritakan di tulisan selanjutnya.

Beliau wafat Selasa sore hari sekitar pukul 16.00, 13 Rabiul Awal 1422 / 5 Juni 2001 di usia 77 tahun. Santri & masyarakat saat itu sangat terpukul & sedih atas wafatnya beliau. Ribuan orang dari berbagai tempat mendatangi Sidogiri untuk ikut memberikan doa penghormatan kepada beliau. Shalat janazah dilaksanakan sebanyak 11 kali di Masjid Jami Sidogiri.

Beliau memang di masa hidupnya, tiap kali minta doa kepada seseorang sering minta agar didoakan mati. Suatu saat beliau pernah berkata pada seseorang, “Pilih!, Mati sekarang masuk surga, atau mati 70 tahun lagi masuk surga,” suruh beliau. Orang itu hanya diam. “Kalau saya, milih mati sekarang. Sama halnya dg diberi uang 100rb sekarang atau 100rb 70 tahun lagi,” lanjut beliau. Tentu saja, kata-kata beliau ini sebagai gambaran rindunya beliau bertemu dg Sang Khalik.

Semoga Kiai Hasani dilimpahi rahmat kasih sayang dari Allah. Diampuni kesalahannya & diterima amal ibadahnya. Amin ya Rabbal Alamin. Alfatihah buat Beliau ….

Telah dimuat di santri sidogiri

 

diunggah oleh:

Picture of El Muhammad

El Muhammad

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »